"Selamat jalan, muridku. Engkaulah yang harus menjaga diri baik-baik dan ingatlah bahwa ilmu silat ada batasnya dan betapapun tinggi ilmu kepandaian mu, mas ih ada orang-orang lain yang lebih lihai lagi. Karena itu, jangan terlalu menganda lkan ilmu silat. Kecerdikan dan kewaspadaan selalu lebih berguna daripada sekedar kekerasan ilmu silat."
Cui Hong lalu turun dari puncak, me mbawa buntalan terisi dua stel pakaian hitamnya, dan juga me mbawa bekal daging kering dan roti yang tadi dibelinya di dusun. Sebagian belanjaannya ditinggalkan untuk suhunya.
Hanya sebentar saja rasa keharuan karena berpisah dari gurunya itu menyelubungi hatinya. Setelah ia tiba di lereng gunung, melihat ke bawah, melihat dunia yang luas terbentang di bawah kakinya me mbayangkan betapa ia mulai sekarang hidup seorang diri, bebas lepas seperti seekor burung di udara, hatinya berdebar penuh ketegangan dan kegembiraan, la sudah bebas, berarti boleh berbuat apa saja sesuka hatinya sendiri. Dan tentu saja ia harus pergi mencari musuh-musuhnya. Itulah tujuannya me mpelajari ilmu silat! Bahkan itu lah tujuan hidupnya, karena kalau bukan untuk me mba las dendam, tentu ia sudah mati me mbunuh diri. Untuk apa hidup me nanggung aib, malu dan penghinaan yang sedemikian hebatnya, menderita kesengsaraan yang demikian menda la m? Ia harus membalas dendam! Tanpa disadarinya, ia berjalan sambil mengepal kedua tangannya dan bibirnya bergerak-gerak, akan tetapi suaranya hanya terdengar oleh dirinya sendiri, karena hanya hatinya yang berbisik melalui gerak bibirnya,
"Jahanam keparat Pui Ki Cong, Gan Tek Un, Koo Cai Sun, dan Louw Ti, tunggulah pembalasanku!"
Kemudian gadis ini pun me mpercepat langkahnya, dengan penuh semangat ia lalu turun gunung menuju ke kota Thian- cin. Kalau dibandingkan dengan tujuh tahun yang la lu, sukarlah mengenal dara re maja puteri guru silat Kim Siok itu. Kim Cui Hong kini bukan seorang gadis re maja lagi, bukan setangkai bunga yang sedang mulai me kar kuncupnya. Ia kini seorang gadis yang dewasa, berusia dua puluh dua tahun lebih seorang gadis bertubuh ra mping dan padat, ma kin menonjol lekuk lengkung tubuhnya oleh pakaian serba "hitam yang ketat dan ringkas itu. Di dagunya masih na mpak tahi lalat kecil yang me mbuat dagu itu nampak manis sekali. Sepasang matanya lebar dan jeli, bahkan kini me mancarkan sinar yang mencorong taja m. Mulutnya bahkan lebih indah daripada dahulu, kini mulut itu na mpa k selalu segar basah kemerahan, dengan bibir yang dapat bergerak secara hidup dan mengge maskan, seakan-akan menantang dan menjanjikan kegairahan yang penuh nikmat. Mulutnya itu merupakan bagian yang paling manis dan indah dari wajah gadis ini. Selain buntalan digendong di punggungnya, ia tidak me mbawa apa-apa lagi. Tidak ada apa pun padanya yang me mbayangkan bahwa ia adalah seorang gad is yang me miliki ilmu silat tinggi!
Ia tidak akan menarik perhatian orang sebagai seorang ahli silat, akan tetapi jelas bahwa seorang gadis seperti Cui Hong akan selalu menarik perhatian kaum pria karena gadis itu cantik jelita dan man is sekali. Justru pakaiannya yang serba hitam dan a mat sederhana itulah yang me mbuat kecantikannya menonjol, kemulusan kulit yang putih kuning itu nampa k jelas dan me mbuat ia berbeda daripada wanita lain. Akan tetapi tentu saja Cui Hong tidak menyadari hal ini sebelum ia terjun dalam dunia ra mai.
0odwo0
Perubahan besar terjadi di mana-mana, juga di Thian-cin semenjak ditinggalkan sela ma tujuh tahun oleh Cui Hong. Dalam waktu tujuh tahun itu telah terjadi banyak sekali peristiwa penting. Bukan hanya diri Cui Hong yang berubah banyak sekali, akan tetapi juga keadaan dalam negeri telah menga la mi perubahan.
Karena lemahnya kaisar Beng-tiauw terakhir, yaitu Kaisar Cung Cen, yang menjad i seperti boneka di tangan para pembesar thai-kam (kebiri), pemerintahan yang penuh dengan para pejabat korup itu men imbulkan kekacauan dan pemberontakan di mana- mana. Mereka yang merasa kecewa dengan pemer intah yang le mah dan korup itu me mberontak dan yang paling terkenal adalah pemberontakan- pemberontakan yang dipimpin oleh Lee Cu Seng dan Bu Sam Kwi.
Sementara itu, kekuasaan bangsa Mancu se makin berkembang dan pasukan-pasukan telah menerobos ke selatan, menguasai banyak wilayah di utara dan timur. Pada waktu itu, bangsa Mancu yang berhasil menaklukkan banyak suku bangsa liar di utara, dan sudah mulai melebarkan sayapnya ke selatan dan mendesak pe mer intah Beng yang mulai sura m, segera mend irikan suatu wangsa baru yang mereka na makan Kerajaan Ceng-tiauw. Yang menjadi kaisar pada waktu itu adalah Kaisar Thai Cung yang di waktu mudanya berna ma Pangeran Huang Thai Ci, seorang pe muda yang gagah perkasa dan ta mpan, juga a mat terkenal sebagai seorang penakluk wanita. Dan seperti tercatat dalam sejarah, di dalam kekuasaan Kaisar Thai Cung dari Kerajaan baru Mancu yang disebut Kerajaan Ceng itu, permaisurinya me mpunyai jasa yang amat menonjol. Per maisuri dari Kaisar Thai Cung ini berasal dari puteri seorang kepala suku bangsa liar, dan namanya Ta Giok (Ke ma la Besar). la amat dicinta oleh Kaisar Thai Cung karena me mang sejak muda, di antara mereka telah terjadi suatu jalinan cinta yang mesra.
Ketika Kaisar Thai Cung masih muda dan masih disebut Pangeran Huang Thai Ci, di perbatasan Mancuria sebelah selatan terdapat sekelompok suku bangsa yang masih belum takluk kepada bangsa Mancu, penakluk oleh kepala suku yang gagah perkasa. Kepala suku ini me mpunyai dua orang puteri yang sudah menjelang dewasa. Yang perta ma diberi na ma Kema la Besar atau Ta Giok, sedangkan yang ke dua diberi nama Siauw Giok atau Kema la Kecil. Keduanya merupakan dara-dara remaja yang cantik sekali, terutama Ta Giok yang amat jelita dan manis. Sebagai puteri kepala suku, dua orang dara ini sejak kecil sudah pandai berburu binatang buas, pandai menunggang kuda, pandai melepas anak panah, me ma inkan senjata dan me mbe la diri. Suku bangsa Mancu me mang lebih besar, dan me mbiar kan wanita-wanita mereka bekerja seperti laki-laki, terbiasa dengan hidup yang serba keras dan sukar karena mereka adalah bangsa Nomad, yaitu bangsa yang suka berpindah-pindah dalam kelo mpok, mencari daerah baru yang lebih mencukupi kebutuhan hidup mereka. Suku bangsa yang dipimpin o leh ayah Ta Giok ini merupakan suku bangsa yang gagah perkasa dan dengan gigih mereka me mpertahankan kedaulatan mereka, tidak mau tunduk kepada bangsa lain, juga tidak mau tunduk kepada bangsa Mancu yang mulai berkembang kuat itu. Mereka juga tidak peduli akan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Ceng-tiauw yang didirikan oleh bangsa Mancu yang mulai menguasai wilayah luas di sebelah selatan Tembok Besar. Dan agaknya, meng ingat bahwa kelompok ini hanya merupakan sekelompok suku bangsa pe mburu yang kecil jumlahnya, Kerajaan Ceng- tiauw yang baru ini pun tidak mengganggu mereka, apalagi kerajaan yang baru ini ingin menar ik para kepala suku bangsa yang kecil- kecil itu sebagai sekutu, ma ka kebebasan suku bangsa ini pun tidak mereka ganggu. Bangsa Mancu tidak mau mengganggu wilayah suku bangsa ini yang tidak begitu luas, dan menghindarkan setiap kesalah-pahaman atau bentrokan kecil antara perajurit mereka.
Pada suatu pagi yang cerah, di sebuah sungai kecil yang menga lir di tepi hutan, terdengar dua orang gadis bersenda- gurau. Mereka mand i di sungai yang jernih airnya itu, berenang ke sana ke mar i, saling siram, tertawa-tawa dan me mbuat suara berirama dengan menepuk-nepu kkan telapak tangan ke permukaan air. Memang sejuk dan segar sekali mand i di air sungai itu, ditimpa sinar matahari pagi yang hangat. Suasana amat gembira dan meriah, apalagi karena tempat itu sunyi sekali. Dua orang gadis itu adalah Ta Giok dan Siauw Giok. Karena tempat itu sunyi dan tidak ada manus ia la in kecuali mereka maka dua gadis itu ma ndi bertelanjang bulat tanpa malu-ma lu lagi. Mereka menangga lkan pakaian mereka di tepi sungai, ditumpuk di atas batu kering dan bagaikan dua ekor ikan yang aneh mereka masu k ke dalam air. Tubuh mereka yang berkulit mulus dan agak coklat karena sering kali tertimpa matahari itu nampak kee masan.
Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan dua orang dara remaja itu terkejut bukan main. Tak mereka sangka bahwa di tempat itu akan ada orang lewat! Mereka tentu saja cepat mende kam ke dalam air dan hanya nampak kepala mereka saja, dengan dua pasang mata yang lebar jernih itu terbelalak mereka me mandang ke arah jalan di tepi hutan, tak jauh dari tempat mereka mand i.