Pusaka Pulau Es Chapter 03

NIC

"Namamu Kalucin? Ke sinilah, aku memenuhi tantanganmu!"

Semua orang terheran-heran dan menjadi tegang. Mereka semua mengenal Kalucin sebagai seorang pemuda yang amat kuat dan pandai berkelahi terutama sekali pandai dalam ilmu gulat. Kalau baru dikeroyok tiga empat orang saja sukarlah mengalahkan pemuda ini. Dan pangeran yang kelihatan halus itu sekarang menerima tantangan Kalucin! Kalucin sendiri merasa kagum ketika pangeran itu menerima tantangannya. Sikap ini saja sudah mendatangkan kekaguman dan membuat dia menghormatinya. Dia melompat ke atas, panggung dan melangkah menghampiri. Setelah ber"hadapan Kalucin memberi hormat.

"Maafkan sikap saya ini, Pangeran. Karena ini merupakan tradisi lama kami, maka saya berani menantang Paduka."

"Sudahlah, Kalucin. Katakan saja bagaimana kita hendak mengadu kepandaian, dengan senjata atau dengan tangan kosong?"

"Ini hanya sekedar mengadu ilmu untuk menentukan siapa yang lebih kuat, bukan saling membunuh, Pangeran. Maka cukup dengan tangan kosong saja. Dan siapa yang terbanting roboh, dia dinyatakan kalah. Bagaimana, apakah Paduka setuju?"

"Ha-ha-ha, aku mendengar bahwa orang Khitan ahli gulat, maka engkau mengajak aku untuk saling banting. Bagaimana kalau engkau roboh bukan karena terbanting melainkan terkena pukulan atau tendangan? Apakah itu juga diang"gap kalah."

"Baik kalau begitu, nah, aku sudah siap. Engkau boleh mulai."

Menghadapi pangeran yang sikapnya begini tabah, sudah ada rasa hormat dan suka di hati Kalucin. Sikap orang ini begitu gagah, kalau tenaganya kuat dan pandai berkelahi memang dia pantas untuk menjadi suami Silani, pikirnya.

"Pangeran, Paduka adalah seorang tamu, sebaiknya kalau Paduka menyerang lebih dulu."

Katanya merendah. Tao Seng juga suka kepada pemuda ini. Tahukah dia bahwa pemuda ini mencinta Silani maka berani bersikap seperti itu. Akan tetapi pada dasarnya, dia seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik budi.

"Baiklah, aku akan menyerangmu. Lihat tendangan!"

Tao Seng melakukan tendangan dengan kaki kiri. Akan tetapi dengan sigapnya Kalucin mengelak ke kanan lalu tangannya meluncur cepat hendak menangkap kaki yang menendang itu. Sekali saja kaki itu tertangkap tentu dengan mudah Pangeran Tao Seng akan dapat dijatuhkan Akan tetapi Tao Seng adalah seorang ahli silat yang lihai.

Dia maklum akan maksud lawan, maka dia sudah cepat menarik kembali kakinya. dan kini tangannya yang mengirim tamparan bertubi-tubi ke arah tubuh lawan. Dan Kalucin segera terdesak hebat. Pemuda ini harus menangkis dan mengelak ke sana sini kalau tidak mau terkena tamparan kedua tangan pangeran itu. Dia membalas dengan usaha menangkap tangan itu, dan kalau ada kesempatan, dia menubruk untuk menyergap tubuh sang pangeran akan tetapi gerakan Tao Seng terlalu lincah, baginya. Sebaliknya, beberapa kali tamparan pangeran itu mengenal sasaran. Akan tetapi tubuh Kalucin memang kuat bukan main dan kebal sehingga tamparan-tamparan itu seperti tidak terasa olehnya. Pertandingan itu sudah berjalan hampir seperempat jam, dan Pangeran Tao Seng menganggap sudah cukup lama untuk memberi "muka"

Kepada lawannya.

Dia tidak ingin cepat menjatuhkan lawan. Dia ingin mengawini Silani, akan tetapi tidak ingin bermusuhan dengan Kalucin. Setelah menganggap cukup, dia membiarkan tangan kirinya ditangkap Kalucin! Kalucin girang sekali dan semua orang memandang tegang karena mahlum bahwa kalau Kalucin sudah dapat menangkap tangan lawan, maka di saat lain tentu lawan itu akan terbanting keras ke atas lantai! Kalucin sudah membalik dan me"mutar tubunya untuk membuat tangan Tao Seng terpuntir dan dibanting, akan tetapi tiba-tiba jari tangan Tao Seng bergerak menyentuh pundaknya dengan totokan dan seketika juga Kalucin tidak mampu menggerakkan kedua tangannya lagi. Dan pada saat itu, Tao Seng memutar tubuhnya dan kakinya menyabet kedua kaki Kalucin. Tanpa dapat dicegah lagi tubuh Kalucin ambruk dan jatuh ke atas lantai dalam keadaan,telentang!

Tao Seng membangunkan Kalucin sambil membebaskan totokannya. Kalucin membungkuk dalam-dalam untuk memberi hormat dan mengakui kekalahannya dibawah sorak sorai dan tepuk tangan para penonton. Yang agak menyakitkan hati Kalucin adalah melihat betapa Silani bertepuk tangan penuh semangat. Tahukah dia bahwa Silani telah jatuh cinta kepada Tao Seng dan hal ini mengobati hatinya. Kalau Silani sudah jatuh cinta kepada pangeran itu, mau apa lagi? Juga pangeran itu ternyata gagah perkasa dan dia harus mengakui kekalahannya. Ah, bukan hanya Silani perempuan di dunia ini, dia menghibur hatinya. Menerima kenyataan dan menerima keadaan adalah suatu sikap yang amat bijaksana. Orang akan dapat melalui keadaan yang bagaimana hebat dan sengsara sekalipun kalau memiliki sikap seperti itu.

Menerima kenyataan yang ada dan menerima keadaan tanpa tenggelam ke dalam duka. Bukan berarti lalu berhenti dan jatuh, melainkan tetap ber"usaha hanya tidak tenggelam ke dalam duka dan putus harapan. Kalau orang bersikap menerima kenyataan, maka akan timbul saja harapan-harapan baru dan dapat memetik hikmah dari setiap keadaan yang betapa "buruk"

Pun! Menerima kenyataan ini berarti iman yang sepenuhnya kepada Tuhan. Maklum bahwa segala sesuatu ditentukan oleh Tuhan karena itu tidak ada yang perlu dan patut dikeluhkan lagi. Melainkan menengadah, menerima kenyataan dan menyerah kepada kekuasaan Tuhan dengan penuh keikhlasan Beginilah sikap seorang bijaksana dan sikap seperti ini membebaskan kita dari belenggu duka.

Beberapa hari kemudian, dilangsungkan pernikahan antara Pangeran Tao Seng dan Silani. Pernikahan dilangsungkan dengan meriah sekali. Seluruh rakyat suku Khitan di daerah itu ikut berpesta gembira. Pesta diadakan sehari semalam. Akan tetapi yang paling merasa berberbahagia adalah sepasang mempelai. Tidak ada kebahagiaan melebihi dua orang yang paling mencinta dipertemukan dalam sebuah pernikahan. Pangeran Tao Seng adalah seorang pemuda yang berpengalaman dalam merayu wanita. Maka setelah Silani menjadi isterinya, wanita ini pun seperti mabuk kebahagiaan pengantin baru dan mereka seolah tak terpisahkan walau sesaat pun. Ke manapun mereka berdua dan selalu berkasih-kasihan.

Silani bukan hanya berbahagia karena memiliki suami yang tampan gagah dan amat mencintanya, akan tetapi juga berbahagia karena ia membayangkan betapa kelak ia menjadi seorang permaisuri kaisar Benarkah pengakuan Tao Seng bahwa dia adalah seorang putera mahkota yang kelak menggantikan kaisar? Sebetulnya tidaklah demikian. Hanya karena pandainya Tao Seng bicara saja maka dia dapat mengelabui Silani dan ayahnya, Khalaban. Dia memang benar putera dari Kaisar Cia Cing yang baru saja menggantikan Kaisar Kian Liong, akan tetapi sama sekali bukan putera mahkota. Bahkan Kaisar Cia Cing belum mengangkat putera mahkota karena baru saja dia menjadi kaisar. Juga andaikata kelak Kaisar Cia Cing mengangkat seorang di antara putera menjadi pangeran mahkota, tentu bukan Tao Seng yang diangkatnya karena Tao Seng hanyalah putera seorang selir yang berketurunan Khitan pula.

Tao Seng mengaku demikian hanya demi gengsi saja, agar diterima lamarannya menjadi suami Silani. Padahal, andaikata dia tidak berbohong sekalipun tentu dia akan diterima pula karena memiliki mantu pangeran saja sudah merupakan kehormatan besar bagi Khalaban. Selama tiga bulan penganting baru itu setiap hari hanya berkasih-kasihan. Kadang mereka ditemani oleh Kalucin yang dianggapnya sebagai sahabat baik oleh Pangeran Tao Seng. Kadang mereka berburu bertiga saja. Dan Kalucin kini sudah tidak iri lagi. Dia menganggap Silani sebagai adik sendiri dan dia ikut merasa gembira betapa Silani hidup berbahagia bersama Pangeran Tao Seng. Setelah tinggal di situ selama tiga bulan, pada suatu hari Tao Seng berpamit dari mertua dan isterinya untuk kembali ke selatan. Silani menangis hendak ikut suami tercinta.

"Jangan sekarang, isteriku. Pertama, engkau tentu belum dapat diterima dengan resmi dan tidak diperbolehkan memasuki istana. Dan kedua, engkau sedang mengandung, tidak baik melakukan perjalanan jauh dan sukar. Kelak, kalau aku sudah melapor kepada ayahanda kaisar dan sudah mendapat perkenan beliau, engkau tentu akan kujemput ke istana. Juga menanti sampai anakmu terlahir."

Karena alasan yang dikemukakan Pangeran Tao Seng masak akal, akhirnya Silani dapat menerimanya. Juga ayahnya membujuk agar menaati pesan suaminya.

"Kalucin, selama aku pergi, harap jaga baik-baik isteriku yang kau anggap sebagai adikmu sendiri."

"Jangan khawatir, Paduka."

Jawab Kalucin dengan tulus.

"Akan tetapi, Pangeran suamiku. Sebelum engkau pergi, aku ingin lebih dulu engkau memenuhi janji untuk mengajak aku pesiar ke lautan. Aku ingin sekali pergi melihat lautan seperti yang kau"janjikan, naik perahu layar mengarungi samudera luas!"

Silani merengek dan karena memang dia sudah berjanji di waktu berpengantinan, Pangeran Tao Seng akhirnya tidak dapat menolak permintaan itu.

Berangkatlah mereka bertiga, Pangeran Tao Seng, Silani dan ditemani Kalucin ke pesisir utara. Mereka melakukan perjalanan santai saja, menggunakan kereta agar dapat cepat dan tidak terlalu mengganggu kesehatan Silani yang sedang mengandung dua bulan. Setelah tiba di pantai lautan, Tao Seng menyewa sebuah perahu layar dan dengan pertolongan seorang nelayan mereka pun pergi berlayar. Bukan main girangnya hati Silani. Selamanya belum pernah ia melihat lautan dan kini ia dapat berlayar mengarungi samudera yang amat luas itu.

Mereka sudah cukup jauh meninggalkan pantai dan selagi Tao Seng hendak memerintahkan tukang perahu untuk kembali ke daratan, tiba-tiba air bergelombang dengan hebatnya. Tukang perahu merasa heran dan terkejut bukan main. Tidak ada badai, angin pun biasa saja, bagaimana mendadak timbul gelombang demikian hebatnya? Untuk menjaga agar perahu tidak terbalik, tukang perahu menggulung layar dan mengemudikan perahu sedapat mungkin. Lalu terdengar suara menggelegar dan mereka semua melihat air laut mengeluarkan busa yang mengepulkan uap dan asap panas. Air bergelombang lebih hebat dan tiba-tiba, di depan mata mereka, kurang lebih satu mil jauhnya, muncul sebuah benda hitam yang amat besar. Makin lama semakin besar dan ternyata itu adalah sebuah pulau! Sebuah pulau yang "lahir"

Posting Komentar