Pendekar Tongkat Dari Liong-san Chapter 30

NIC

Bukan main girang hati Lim-hujin mendengar ini. Wajahnya berseri-seri dan mulutnya tersenyum-senyum.

“Kau sudah bertemu dengan dia, Eng-ji? Dia sekarang di Lam-sai? Ayo kita pergi ke sana!” Nyonya itu memegang tangan Thio Eng untuk diajak pergi dari situ, tapi Kim Nio telah menghadang di pintu dengan pedang di tangan!

“Jangan harap akan dapat pergi dari sini!” bentaknya. Lim-hujin memandang heran.

“Kim Nio! Kau ... telah gilakah kau? Ingatlah, Nak, kau kembali menuju jalan sesat! Insyaflah dan biarkan kami pergi.” Wajah Kim Nio yang cantik berubah menjadi dingin dan lenyaplah keramahan yang selama ini ia perlihatkan di depan Lim-hujin.

“Sesat? Kau bilang aku tersesat karena mencintai anakmu? Sesatkah seorang wanita jika ia mencintai seorang pemuda seperti puteramu? Aku ... aku cinta padanya dan akan kukorbankan segala apa untuk menghalangi Kong Lee mengawini seorang gadis lain!”

“Kau perempuan rendah tak tahu malu!” Thio Eng membentak, sementara itu Lim- hujin juga berkata dengan marah.

“Kim Nio, kalau benar kau tidak mau insaf, terpaksa aku orang tua menggunakan kekerasan untuk keluar dari sini bersama calon menantuku!”

Kim Nio tertawa menghina.

“Aku sesungguhnya tidak suka bertempur melawan ibu pemuda yang kucintai. Akan tetapi kalau kau memaksaku, apa boleh buat.”

Dengan berseru marah Lim-hujin menggerakkan pedangnya menyerang yang ditangkis oleh Kim Nio. Thio Eng mengangkat sebuah bangku dan bantu menyerang sehingga tak lama kemudian di dalam kamar pengantin itu telah terjadi pertempuran hebat. Thio Eng dan Lim-hujin menyerang dengan nekad sedangkan Kim Nio membela diri dengan kepandaiannya yang tinggi.

Mendengar suara ribut-ribut ini, beberapa orang anak buah perampok memburu ke dalam kamar dan segera mereka ramai berseru, “Calon pengantin mengamuk!

Pengantin mengamuk!”

Pauw Kian datang memburu dan menyerbu ke dalam kamar. Melihat betapa Kim Nio dikeroyok, ia segera membantu dan tak lama kemudian Thio Eng dan Lim-hujin dapat ditangkap. Lim-hujin lalu diseret ke kamar lain, sedangkan Thio Eng lalu dibelenggu kembali di atas tempat tidur! Lim-hujin menangis dan memaki-maki.

Memang Lim-hujin telah beberapa hari berada di sarang perampok itu. Melihat bahwa Pauw Kian walaupun seorang kepala rampok tapi bersikap ramah-tamah dan baik terhadapnya, ia tidak menolak ajakan Kim Nio untuk tinggal di situ, karena Pauw Kian juga berjanji hendak membantu mencari Kong Lee. Padahal Kim Nio dan Pauw Kian diam-diam telah sengaja bersekongkol untuk menahan nyonya itu di situ agar jangan dapat bertemu dengan Kong Lee. Ini adalah kehendak Kim Nio yang mempunyai semacam niat buruk. Setelah mengetahui tempat tinggal gadis tunangan Kong Lee, ia lalu membujuk suhengnya untuk membantunya dan membinasakan gadis itu. Demikianlah, mereka meninggalkan nyonya itu dengan alasan hendak menyelesaikan sebuah perkara, akan tetapi sebenarnya mereka pergi ke Lam-sai mencari rumah Thio Eng.

Kebetulan sekali ketika mereka tiba di Lam-sai, Kong Lee juga berada di situ sehingga Kim Nio dapat mendengar pembicaraan mereka. Wanita ini menahan-nahan kegemasan hatinya, dan setelah malam tiba, ia ajak suhengnya datang memancing Thio Eng keluar dan gadis tunangan Kong Lee itu pasti akan berhasil dibunuhnya kalau saja ia tidak dihalangi oleh Pauw Kian yang jatuh hati melihat kecantikan Thio Eng.

Pauw Kian dengan girang sekali lalu mengadakan persiapan dan setelah berhasil menawan Thio Eng dan Lim-hujin, ia lalu mengatur segala persiapan pesta yang akan diadakan pada keesokan harinya. Undangan kilat telah disebar oleh anak buahnya untuk mengundang para kenalan yang bertempat tinggal di sekitar hutan itu dan yang kebanyakan terdiri dari para penjahat pula.

Pada keesokan harinya, sarang perampok telah dihias dan para anak buah perampok telah mengenakan pakaian baru untuk merayakan perkawinan kepala mereka.

Semenjak pagi, para tamu telah datang sambil membawa berbagai barang hadiah. Pauw Kian dengan mengenakan pakaian serba indah bagaikan seorang hartawan besar, menyambut para tamu yang memberi selamat dengan gembira sekali. Tadinya kepala rampok ini memang tiada maksud hendak kawin seumur hidupnya, akan tetapi setelah melihat kecantikan Thio Eng, ia menjadi tertarik dan jatuh hati. Usianya pada waktu itu telah empat puluh satu, akan tetapi karena memang tubuhnya gagah dan wajahnya tampan, ia nampak lebih muda dalam pakaiannya yang mewah.

Akan tetapi, para tamu tidak dapat melihat pengantin perempuan, karena pada saat itu, Thio Eng bagaikan seekor harimau betina yang tidak mau menurut. Ketika orang datang hendak mengenakan pakaian pengantin kepadanya, ia memberontak dan tak mungkin ia dapat dipaksa, sehingga Kim Nio terpaksa menotok jalan darahnya dan membuat gadis itu lumpuh tak berdaya. Setelah Thio Eng menjadi lemah tak berdaya. Setelah Thio Eng menjadi lemah tak berdaya, barulah ikatan tangan dan kakinya dilepaskan dan orang mengenakan pakaian pengantin kepadanya. Thio Eng hanya bisa mengalirkan air mata akan tetapi tidak berdaya melawan sama sekali. Gadis ini masih mengharapkan kedatangan ayah atau tunangannya untuk memberi pertolongan, maka ia masih bersabar dan tidak mengambil keputusan pendek. Ia masih hendak menanti sampai pada saat Pauw Kian memasuki kamarnya, baru ia akan membunuh diri.

Sementara itu, di kamarnya, Lim-hujin juga menangis dengan sedih. Ia tidak pernah menyangka bahwa Kim Nio bisa menjadi begitu jahat, tapi apa dayanya? Kepandaian gadis itu dan suhengnya jauh lebih tinggi daripada kepandaiannya sendiri atau kepandaian Thio Eng, sehingga melawan pun takkan ada gunanya. Apalagi sekarang ia telah dibelenggu di dalam kamar itu sehingga untuk melepaskan belenggunya saja ia tak sanggup. Maka, seperti Thio Eng, nyonya tua itu hanya mengharapkan datangnya pertolongan dari Thio Sui Kiat atau Kong Lee.

Setelah melihat bahwa Thio Eng mengenakan pakaian pengantin, maka Kim Nio lalu berkata kepadanya, “Thio Eng, tak perlu kau melawan lebih jauh. Kau tahu bahwa terhadap aku, kau tidak berdaya. Kalau kau berlaku manis terhadap suhengku, kau akan hidup senang. Sekarang aku akan membebaskan kau dari totokan, tapi kau jangan berani memberontak lagi. Kalau kau memberontak, maka aku akan menotok kau sehingga selamanya kau akan menjadi lumpuh!”

Kim Nio lalu memunahkan totokannya sehingga Thio Eng dapat bergerak lagi. Menurut kehendak hatinya yang marah dan gemas, Thio Eng hendak memberontak akan tetapi pikirannya mencegahnya. Lebih baik ia berpura-pura menurut, agar ia tidak dibuat tak berdaya seperti tadi, karena kalau ia ditotok seperti tadi, jangankan hendak memberontak, sedangkan untuk membunuh diri saja ia takkan sanggup pula! Ia menundukkan muka dan menangis tanpa mengeluarkan suara karena ia tidak sudi memperlihatkan kelemahannya di depan Kim Nio.

Setelah semua tamu pulang dan meninggalkan hutan itu, dalam keadaan setengah mabuk Pauw Kian memasuki kamar pengantin. Ia melihat betapa calon isterinya duduk sambil menundukkan kepala, sedangkan Kim Nio ketika melihat suhengnya masuk, baru berani meninggalkan Thio Eng yang keras hati itu sambil tertawa-tawa. Kini Pauw Kian berada berdua saja dengan Thio Eng.

“Isteriku yang manis, jangan kau diam saja. Sambutlah suamimu, ha, ha, ha!”

Pada saat itulah Thio Eng sudah habis harapannya untuk tertolong lagi. Ia telah mengambil keputusan bulat untuk berdiri dan membenturkan kepalanya pada dinding supaya hancur dan binasa, akan tetapi pada saat itu, jendela kamar itu terbuka dari luar demikian kerasnya, hingga daun jendelanya terlepas!

Sebuah bayangan berkelebat masuk dan tahu-tahu Kong Lee telah berdiri di depan Pauw Kian! “Hm, bagus sekali perbuatanmu, manusia busuk!” kata pemuda ini.

Melihat kedatangan Kong Lee, bukan main girangnya hati Thio Eng hingga tak tercegah lagi ia menangis keras tersedu-sedu!

Alangkah terkejutnya hati Pauw Kian melihat kedatangan pemuda hebat ini. Wajahnya berubah pucat dan kedua kakinya tak terasa menjadi lemas dan menggigil. Ia maklum bahwa ia harus bertempur mati-matian karena pemuda ini tentu takkan mau mengampuni perbuatannya terhadap tunangan pemuda itu.

“Kau datang? Baik, kalau tidak kau tentu aku yang binasa pada hari ini!”

Pauw Kian berkata sambil menarik keluar senjatanya, yakni pian baja lemas yang merupakan sebuah cambuk penuh duri-duri tajam! Tanpa menanti jawaban lagi, Pauw Kian lalu melompat menyerbu dan Kong Lee menggunakan pedang di tangannya menangkis. Pemuda ini mempergunakan senjata pemberian Thio Eng dan memainkannya dengan hebat sekali karena memang ilmu tongkatnya dapat pula dimainkan dengan menggunakan pedang.

Dengan kenekatan luar biasa, Pauw Kian memutar-mutar pian bajanya dalam gerak tipu Raja Naga Atur Barisan. Pian baja yang penuh duri itu berputar menyerang Kong Lee dari semua jurusan sambil mengeluarkan angin.

“Bagus!” Kong Lee berseru sambil melompat mengelak.

Ia lalu menggunakan gerak tipu Awan Putih Menutup Mega menyerang ke sebelah kiri dari atas. Tapi Pauw Kian dapat juga menangkap serangan ini yang demikian hebat datangnya sehingga tangannya yang memegang pian bergetar.

Pauw Kian maklum bahwa ia bukanlah lawan seimbang pemuda yang hebat itu maka ia berlaku sangat hati-hati sekali sehingga untuk beberapa lama Kong Lee tak dapat merobohkannya. Tiba-tiba dari pintu kamar melompat masuk Kim Nio dengan pedang di tangan.

Wajahnya pucat sekali dan ia membentak, “Kong Lee, manusia tak berbudi! Jangan kau kacaukan hari perkawinan suhengku!”

“Kim Nio, tak kusangka bahwa kau benar-benar sejahat ini!” jawab Kong Lee dan rasa marahnya melihat wanita ini membuat gerakannya berubah ganas sekali.

Posting Komentar