Pendekar Super Sakti Chapter 12

NIC

"Dalam latihan siulian, kau cepat maju, Han Han. Hati-hatilah, jangan kau sembrono dengan hawa panas di pusar itu. Itu merupakan kekuatan hebat dan kalau kau sudah dapat mengendalikannya, hawa itu dapat kau dorong ke bagian tubuh yang manapun juga, merupakan kekuatan sin-kang yang luar biasa. Akan tetapi kalau kau sembrono dan keliru menggunakannya, dapat merusak bagian dalam tubuhmu sendiri. Sebaiknya secara perlahan kau latih dan kuasai hawa itu, mendorongnya perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit maju, sampai dapat kau perintah dia maju ke pundak, kemudian turun ke lengan dan sebagainya. Hawa itu dapat diperkuat dengan latihan samadhi dan pernapasan yang benar seperti yang aku ajarkan kepadamu. Kau sudah hafal akan teorinya, tinggal melaksanakan dalam latihan-latihan yang tekun."

Demikianlah, hanya dengan setengah hati Han Han melanjutkan latihannya, yakni memperkuat kuda-kuda dan latihan samadhi.

Sebetulnya ia sudah tidak kerasan sama sekali tinggal di sarang Pek-lian Kai-pang ini. Ia merasa tidak bebas lagi, tidak seperti ketika ia berkeliaran tanpa tujuan. Sekarang ia terikat oleh kewajiban-kewajiban berlatih dan membantu pekerjaan rumah tangga yang dilakukan Sin Lian. Ia tidak lagi dapat berlaku sekehendak hatinya, mau tidur tinggal tidur, mau jalan tidak ada yang melarang, bisa tertawa sesukanya atau menangis semaunya kalau ia kehendaki. Di situ, ia terpaksa berlaku tidak wajar tidak bebas. Ia tidak suka berlatih silat, namun terpaksa ia lakukan. Kalau hatinya sedang mangkal, ia seharusnya cemberut, menurutkan hatinya, akan tetapi di depan gurunya, Sin Lian dan para anggauta kai-pang, ia memaksa diri tersenyum"

Benar-benar hidup tersiksa baginya.

Lebih-lebih kalau ia mengingat akan sikap para suheng-suheng (kakak seperguruan) atau susiok-susiok (paman seperguruan) terhadap dirinya, membuat ia makin tidak kerasan lagi. Mereka itu, anggauta-anggauta kai-pang yang taat, memandang rendah dan hina kepadanya karena ia bukan termasuk golongan pengemis. Kalau tidak mau menjadi pengemis, mengapa belajar ilmu silat di situ dan memakai pakaian rombeng, demikian mereka sering kali menegurnya. Han Han sering kali dihina, dipukul dan diejek. Akan tetapi dasar dia memiliki watak keras dan berani, sedikit pun tidak mempunyai watak pengecut, ia tidak pernah mengeluh di depan gurunya. Bahkan di depan Sin Lian ia tidak pernah menceritakan perlakuan mereka itu terhadap dirinya. Sikap ini menolongnya karena para anggauta kai-pang yang gagah itu merasa kagum menyaksikan sikap Han Han dan gangguan-gangguan mereka makin berkurang.

Sudah lima bulan Han Han berada di sarang Pek-lian Kai-pang itu. Pada suatu pagi, datanglah serombongan pengemis ke tempat itu. Mereka ini terdiri dari belasan orang pengemis, tampak kuat-kuat seperti para anggauta Pek-lian Kai-pang. Hanya bedanya, kalau pakaian para anggauta Pek-lian Kai-pang, biarpun bertotol-totol berkembang atau tambal-tambalan, dasarnya selalu warna putih, adalah rombongan pengemis yang datang ini pakaiannya serba hitam. Wajah mereka juga bengis-bengis, dan mereka dipimpin seorang pengemis tua bongkok berpakaian hitam yang matanya hanya satu, yaitu yang kanan karena mata kirinya buta. Han Han yang sedang berlatih bersama Sin Lian, segera berlari-lari menghampiri bersama gadis cilik itu yang menjadi tegang dan berbisik,

"Ah, mereka adalah orang Hek-i Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam). Tentu mencari keributan."

Han Han menjadi berdebar tegang hatinya. Benar-benarkah akan terjadi bentrokan antara para pengemis? Alangkah aneh dan lucunya. Sama-sama pengemis, masih bertengkar. Ia dan Sin Lian menonton dari pinggir karena saat itu, Lauw-pangcu sendiri telah menyambut datangnya rombongan pengemis baju hitam ini bersama anak buahnya yang sudah berbaris rapi. Rata-rata para anggauta Pek-lian Kai-pang bersikap keren. Lauw-pangcu telah mengangkat kedua tangan ke depan dada sambil berkata,

"Biarpun belum pernah jumpa, namun tidak akan keliru dugaan saya kalau yang datang berkunjung ini adalah Song-pangcu (Ketua Pengemis Song) dari lembah utara."

Kakek bongkok itu mengeluarkan suara mendengus seolah-olah sikap sopan dan ramah ini malah tidak menyenangkan hatinya.

"Benar, Lauw-pangcu. Aku orang she Song ketua Hek-i Kai-pang dari seberang sungai. Tak perlu kiranya kita berpanjang debat, Lauw-pangcu, karena kita sama tahu bahwa di antara anak buah kita sudah sering kali timbul bentrok, dan...."

"Bentrokan yang sengaja dilakukan oleh anggauta-anggautamu, Song-pangcu."

Bantah Lauw-pangcu dengan suara keren.

"Sudah jelas daerah kita dibatasi sungai, namun para anggautamu sengaja menyeberang sungai dan mendesak daerah kami di selatan."

"Tidak perlu dibicarakan lagi urusan itu."

Song-pangcu memotong marah.

"Kami tidak perlu lagi banyak cakap dengan segala pemberontak...."

"Song-pangcu, Mengapa kau menuduh yang bukan-bukan?"

"Ha-ha-ha. Menuduh, katamu? Siapa tidak tahu bahwa Pek-lian Kai-pang adalah cabang dan pecahan dari Pek-lian-kauw yang memberontak dan jahat? Siapa tidak tahu akan kontak antara kalian dengan pemberontak di barat?"

Lauw-pangcu menjadi pucat mukanya lalu berubah merah sekali

"Song-pangcu, memang tidak perlu banyak cakap. Antara kita terdapat jurang pemisah dan bibit permusuhan. Sekarang, kalian datang mau apa?"

"Ha-ha, mau apa lagi? Membereskan urusan antara kita dengan senjata."

Kata It-gan Hek-houw sambil terkekeh dan menggerak-gerakkan tongkatnya yang juga berwarna hitam seperti pakaiannya. Lauw-pangcu memberi isyarat dengan tangan dan melompatlah lima belas orang anggauta Pek-lian Kai-pang tingkat tinggi. Mereka inilah yang oleh Sin Lian dan Han Han disebut susiok (paman guru) dan mereka ini yang mewakili Lauw-pangcu melatih ilmu silat kepada para murid. Hanya Sin Lian dan Han Han berdua saja yang menerima pendidikan langsung dari ketua Pek-lian Kai-pang ini. Lima belas orang itu bergerak secara teratur, berputaran dan terbentuklah sebuah barisan lingkaran tiga lapis. Yang luar terdiri dari delapan orang, sebelah dalamnya lima orang dan yang paling dalam dua orang. Bentuknya seperti teratai.

"Song-pangcu, bicara tentang mengadu senjata berarti mengadu kepandaian. Seorang pangcu yang mempunyai banyak anak buah, tidak patut kalau turun tangan sendiri sebelum mengajukan anak buahnya. Cobalah kau pecahkan barisan kami yang bernama Pek-lian-tin (Barisan Teratai Putih) ini."

Kata Lauw-pangcu. Barisan itu hanya bentuknya saja seperti teratai, akan tetapi sebenarnya merupakan gabungan daripada pat-kwa-tin (barisan segi delapan) yang diwakili oleh lingkaran pertama di luar, ngo-heng-tin (barisan lima unsur) yang diwakili oleh lingkaran ke dua dan im-yang-tin (barisan im-yang) diwakili oleh dua orang, yaitu sesungguhnya bukan barisan hanya kerja sama antara dua orang yang menggunakan dua jenis tenaga yang berlawanan dalam gerakan mereka. Dapat diduga betapa hebat dan kuatnya barisan Pek-lian-tin yang terdiri dari gabungan tiga barisan kuat. Akan tetapi It-gan Hek-houw yang sudah mendengar akan Pek-lian-tin ini memandang rendah dan tertawa mengejek.

Ia sudah siap dengan anak buahnya yang dipilih atas tokoh-tokoh terpandai dari Hek-i Kai-pang. Ia pun memberi tanda dengan tongkatnya diangkat ke atas maka majulah lima belas orang pengikutnya yang rata-rata bertubuh kuat, tidak seperti ketua mereka yang bongkok. Seperti Pek-lian-tin itu, mereka pun masing-masing memegang sebatang tongkat hitam, yang hanya warnanya saja berbeda dengan tongkat lawan yang putih. Lima belas orang pengemis pakaian hitam ini lalu bergerak pula membentuk lingkaran besar, mengelilingi Pek-lian-tin. Mereka ini harus terus berlari-larian mengelilingi barisan pengemis Pek-lian Kai-pang yang tetap pada kedudukan mereka, tidak bergerak, hanya pandang mata mereka saja tetap memperhatikan lawan yang berada di depan mereka masing-masing.

Dengan lingkaran terdiri dari lima belas orang itu, maka barisan luar pat-kwa-tin yang terdiri dari delapan orang itu menghadapi jumlah lawan yang hampir dua kali lebih banyak. Namun mereka tetap tenang, siap dengan tongkat di tangan, demikian pula ngo-heng-tin yang berada di dalam, dan dua orang yang membentuk im-yang-tin. Han Han menonton dengan jantung berdebar. Baru sekali ini ia akan menyaksikan pertempuran hebat antara orang-orang yang pandai ilmu silat dan mulailah rasa tidak senang menggerogoti hatinya. Jadi mereka itu mati-matian berlatih ilmu silat hanya untuk ini? Untuk berkelahi, saling serang dan mungkin saling bunuh? Apakah kelak kalau dia sudah pandai ilmu silat juga seperti mereka ini? Ia pun memikirkan tuduhan kakek mata satu itu yang dilontarkan terhadap Pek-lian Kai-pang.

Benarkah Pek-lian Kai-pang itu sebuah perkumpulan pemberontak? Benarkah Pek-lian Kai-pang adalah cabang dari Pek-lian-kauw? Dia sudah pernah membaca tentang Pek-lian-kauw ini, yang merupakan perkumpulan Agama Teratai Putih, akan tetapi sesungguhnya adalah perkumpulan kaum pemberontak yang gigih terhadap Kerajaan Beng-tiauw yang telah jatuh di tangan bangsa Mancu. Menurut patut, pemberontak terhadap Kerajaan Beng tentunya bekerja sama dengan bangsa Mancu. Akan tetapi mengapa sekarang masih disebut pemberontak dan malah tadi dituduh mengadakan kontak dengan pemberontak di barat? Han Han tidak mengerti dan menjadi bingung, akan tetapi hal itu ia lupakan karena perhatiannya lebih tertarik kepada pertempuran hebat yang akan berlangsung.

"Anjing-anjing hitam itu tidak mungkin dapat menangkan Pek-lian-tin."

Kata Sin Lian dengan suara berbisik.

"Akan tetapi jumlah mereka lebih banyak. Mana bisa lingkaran luar yang terdiri dari delapan orang dapat bertahan?"

Bantah Han Han yang mau tidak mau tentu saja berpihak kepada Pek-lian Kai-pang.

"Kau lihat saja, nanti tahu kelihaian Pek-lian-tin."

Han Han tidak keburu bertanya lagi karena kini pertandingan sudah dimulai, perhatiannya tertarik dan ia menonton dengan hati tegang. Batu pertama kali ini selama hidupnya Han Han menonton pertempuran seperti ini dan karena ia tahu bahwa dalam pertempuran ini akan banyak orang terluka dan tewas, maka hatinya tegang sekali.

Pertempuran itu dimulai dengan bentakan-bentakan dan sorakan-sorakan nyaring dari kedua pihak. Mula-mula lima belas orang pengemis baju hitam itu setelah tadi berlari-larian memutari Pek-lian-tin, bersorak dan menyerbu secara tiba-tiba. Lima belas orang itu bergerak dengan cepat dan dalam detik yang sama, karena memang mereka itu bergerak menurut aturan barisan yang telah mereka susun dan latih sebelumnya. Tongkat mereka maju menerjang dan setiap dua orang pengemis baju hitam telah memilih seorang pengemis Teratai Putih sebagai lawan sehingga penyerangan mereka tidak kacau, mempunyai sasaran yang tertentu. Kalau diukur tingkat kepandaian perorangan antara anggauta kedua "tin"

Posting Komentar