Pendekar Pemabuk Chapter 43

NIC

“Kau mau menolongku bukan? Nah, mari kita bertempur! Kalau kau bisa menewaskanku, berarti kau telah menolongku.”

Setelah berkata demikian, ia lalu menyerang dengan pikulannya ke arah kepala Gwat Kong. Pukulan ini cepat sekali dan mendatangkan angin keras sehingga Gwat Kong merasa terkejut dan cepat-cepat melompat ke belakang. Ia merasa heran, bingung dan mendongkol sekali.

Gilakah orang ini?

Akan tetapi ia tidak sempat banyak berpikir karena kembali pikulan itu telah menyambar dan melihat gerakan yang hebat itu, ia maklum bahwa kepandaian kakek ini tak boleh dibuat permainan. Maka ia lalu mencabut pedangnya dan bersiap sedia menghadapi kakek gila ini.

“Pokiam (pedang pusaka) yang bagus!” kakek itu berseru, lalu menyerang lagi dengan cepat lebih cepat dan keras. Terpaksa Gwat Kong menangkis serangan itu dan sekali lagi ia menjadi terkejut karena tangkisannya ini membuat telapak tangannya terasa perih sekali dan hampir saja pedangnya terlepas dari pegangannya. Dari benturan senjata ini saja, ia maklum bahwa senjata di tangan kakek itu adalah senjata pusaka yang ampuh dan tenga lweekang orang gila ini jauh lebih tinggi dari pada lweekangnya sendiri. Maka ia tidak berani memandang ringan dan segera mainkan Sin-eng Kiam-hoat untuk menjaga diri dan balas menyerang.

“Kiam-hoat yang bagus!” seru kakek itu lagi yang memuji ilmu pedang yang dimainkan oleh Gwat Kong.

Akan tetapi kembali Gwat Kong terheran-heran karena ternyata bahwa kakek itu tidak saja bertenaga kuat dan memiliki senjata yang luar biasa, akan tetapi ilmu silatnya pun amat tinggi. Baru beberapa belas jurus saja pertempuran ini berjalan, tahulah ia bahwa kakek ini benar-benar seorang yang sakti.

Tubuhnya berkelebat demikian cepat sehingga membuat pandangan matanya kabur, sedangkan tipu gerakan kakek itu mendatangkan sambaran angin yang dahsyat.

Gwat Kong telah mengeluarkan tipu-tipu serangan yang paling ampuh dan lihai dari Sin-eng Kiam-hoat. Akan tetapi dengan amat baiknya kakek itu dapat memecahkannya, bahkan membalas dengan serangan-serangan yang lebih aneh gerakannya dari pada gerakan pedangnya dan beberapa kali hampir saja ia menjadi sasaran pukulan itu kalau saja ia tidak berlaku gesit. Pada suatu saat, Gwat Kong tak terasa mengeluarkan seruan kaget ketika pikulan itu dengan gerakan yang cepat sekali menusuk ke arah dadanya. Ia cepat memutar pedangnya melalui bawah lengan kirinya dan menyampok tusukan itu dari dalam dan menolak pikulan yang telah mengenai bajunya itu.

Pikulan terpental akan tetapi terus melayang lagi menghantam pinggangnya dengan kecepatan yang luar biasa sehingga tak mungkin dielakkan pula. Akan tetapi Sin-eng Kiam-hoat memang mempunyai bagian mempertahankan diri yang istimewa.

Tiba-tiba Gwat Kong ingat akan gerakan Garuda Sakti Mendekam Di Tanah. Tubuhnya lalu ditarik ke bawah dengan kaki di tekuk sehingga ia menjadi berjongkok dengan punggung direndahkan sehingga dadanya hampir menyentuh tanah, akan tetapi pedangnya terus diputar di atas kepalanya menjaga diri. Dengan gerakan yang cepat ini, ia terhindar dari pada serangan yang hebat tadi. Akan tetapi keringat dingin keluar dari jidatnya karena tadi hampir saja ia terkena celaka. Ia makin gelisah dan menjadi gentar menghadapi kakek yang benar- benar lihai ini.

Akan tetapi, tiba-tiba kakek itu tertawa bergelak menunda serangannya.

“Ha ha ha! Anak muda yang baik, maukah kau menjadi muridku? Hanya memiliki Sin-eng Kiam-hoat saja, seakan-akan kau tahu barat tidak kenal timur!”

Gwat Kong adalah seorang pemuda yang cerdik dan memang sudah menjadi wataknya suka merendah. Maka tanpa sangsi-sangsi lagi ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu dan berkata,

“Kalau locianpwe sudah memberi bimbingan kepada teecu yang bodoh, teecu Bun Gwat Kong akan merasa beruntung sekali.”

Melihat pemuda itu berlutut dan mengangguk-anggukkan kepalanya kepadanya, kakek itu tertawa girang, lalu mengangkat pikulan bambunya dan memukulkan pikulannya ke arah kepala Gwat Kong dengan keras.

Gwat Kong tentu saja tahu akan hal ini. Akan tetapi pemuda ini mengeraskan hatinya dan meramkan matanya. Sama sekali tidak bergerak, karena memang sesungguhnya ia memang takluk dan percaya kepada kakek yang sakti ini. Ketika pikulan itu telah dekat sekali dengan kepala Gwat Kong, tiba-tiba pikulan itu seakan-akan tertolak oleh tenaga aneh dan membalik, dibarengi suara ketawa kakek itu.

“Bagus, bagus! Kau benar percaya kepadaku. Mulai sekarang kau menjadi muridku. Namamu Bun Gwat Kong? Bagus sekali, dan aku adalah Bok Kwi Sianjin!”

Kakek itu lalu melangkah maju menghampiri gundukan-gundukan kuburan yang terdekat dan memukul-mukulkan tongkat bambunya itu kepada gundukan tanah itu sambil berkata,

“Aku tarik kembali omonganku tadi. Sekarang aku tidak ingin mati, belum bosan hidup karena aku harus menurunkan Sin-hong-tung-hoat kepada muridku ini.”

Ia lalu menengok kepada Gwat Kong dan berkata, “Gwat Kong, kau kesinilah dan bersumpah dihadapan kuburan ini bahwa kau akan mempelajari Sin-hong-tung-hoat dengan baik kemudian mewakili suhumu membasmi kejahatan dan memperebutkan sebutan ahli silat kelas satu di waktu mendatang!”

Gwat Kong maklum bahwa suhunya adalah seorang kakek yang beradat aneh, maka tanpa banyak bertanya ia lalu berlutut di depan beberapa gundukan tanah yang tidak diketahuinya kuburan siapa itu, lalu bersumpah.

“Teecu Bun Gwat Kong dengan disaksikan oleh gundukan kuburan-kuburan ini, bersumpah bahwa teecu akan mempelajari ilmu silat yang diajarkan oleh suhu Bok Kwi Sianjin sebaik- baiknya. Kemudian kepandaian itu akan teecu pergunakan untuk membela kebenaran dan keadilan, membasmi kejahatan!”

“Dan juga mewakili aku memperebutkan sebutan ahli silat kelas satu dan ilmu silat terbaik,” kata Bok Kwi Sianjin.

“Dan juga mewakili aku memperebutkan ahli silat kelas satu dan ilmu silat terbaik,” Gwat Kong mengulangi.

“Juga akan membasmi musuh-musuhku,” kata pula Bok Kwi Sianjin.

GWAT Kong merasa terkejut dan ragu-ragu. Bagaimana ia bisa mengangkat sumpah untuk membalas musuh-musuh gurunya? Sedangkan musuh ayahnya pun ia tidak mau membalasnya karena ternyata bahwa puteri musuh ayahnya bukan orang jahat. Akan tetapi ia tidak berani membantah dan dengan cerdiknya ia mengulangi kata-kata suhunya dengan sedikit tambahan.

“Dan juga teecu akan membasmi musuh-musuh suhu yang jahat.”

Ia sengaja menambah kata-katanya, ‘yang jahat’ sehingga kalau kelak ia mendapatkan bahwa musuh suhunya bukan orang jahat, ia tidak usah membalas dendam dan berarti ia tidak melanggar sumpahnya. Kalau musuh suhunya memang jahat, jangankan menjadi musuh suhunya, biarpun tidak menjadi musuh, sudah menjadi kewajibannya untuk membasmi orang jahat! Memang Gwat Kong benar-benar cerdik dan berpikiran luas.

Bok Kwi Sianjin tertawa-tawa senang dan berkata kepada muridnya yang masih duduk di atas tanah, bersila sambil memukul-mukulkan pikulannya pada tanah keras,

“Gwat Kong kau tak kusangka-sangka adalah penemu dari ilmu silat Sin-eng Kiam-hoat yang kukira telah lenyap dari permukaan bumi ini. Aku tahu bahwa dulu yang mendapatkan kitab pelajaran ilmu pedang itu adalah Leng Po In atau Bu-eng-san, si Dewa Tanpa Bayangan.

Akan tetapi ia menjadi gila dan entah ke mana ia buang kitab itu. Tak tahunya, kau yang mendapat jodoh dan mewarisi kitab itu dan telah pula mempelajari ilmu pedangnya yang luar biasa. Ketahuilah bahwa Sin-eng Kiam-hoat ini pada seratus tahun yang lalu menjadi ilmu yang paling terkenal di barat. Akan tetapi masih belum dapat mengalahkan pengaruh ilmu tongkat Sin-hong-tung-hoat dari timur. Sucouwmu (nenek moyang guru) yang menciptakan Sin-hong-tung-hoat adalah saudara seperguruan dan keduanya selalu berusaha untuk menang sehingga entah berapa kali kedua ilmu itu diadu. Betapapun juga, dibandingkan dengan ilmu- ilmu keluaran berbagai cabang persilatan, kedua ilmu itu tidak akan kalah. Selain Go-bi, Kun- lun, Thai-kek dan Hoa-san, yang berkembang luas dan telah terkenal, maka para ahli persilatan maklum bahwa di empat penjuru terdapat Sin-eng Kiam-hoat dari barat, Sin-hong- tung-hoat dari Timur, Pat-kwa-to-hoat (Ilmu Golok Pat-kwa) dari utara dan Im-yang Siang- kiam-hoat (Ilmu Pedang Berpasangan Im-yang) dari selatan. Keempat ilmu silat ini tingkatnya sedemikian tinggi sehingga tak usah menyerah terhadap cabang-cabang persilatan yang manapun juga, oleh karena semua ini adalah ilmu silat khusus. Sin-eng Kiam-hoat khusus pelajaran pedang. Sin-hong-tung-hoat pelajaran tongkat. Pat-kwa-to-hoat permainan golok dan Im-yang Siang-kiam-hoat permainan pedang berpasangan. Tidak seperti cabang- cabang persilatan yang selain mempelajarkan banyak macam permainan sehingga tidak dapat mencapai tingkat tinggi. Juga mereka menerima murid secara serampangan saja sehingga terbukti sekarang terdapat kekacauan dan permusuhan antara Go-bi dan Hoa-san.”

Mendengar ucapan suhunya yang panjang lebar itu, diam-diam Gwat Kong merasa girang karena ternyata bahwa sekali-kali suhunya bukanlah seorang gila seperti yang disangkanya semula. Memang suhunya mempunyai watak dan sikap yang aneh sekali akan tetapi setelah ia bicara, ternyata bahwa suhunya yang memiliki pengetahuan yang luas tentang keadaan di kalangan kang-ouw. Akan tetapi agaknya yang mendengar pembicaraan Bok Kwi Sianjin tadi bukan hanya Gwat Kong seorang, karena tiba-tiba terdengar suara orang mencela,

Posting Komentar