Kalau kau tidak datang pada esok pagi sebelum matahari naik tinggi di kuil sebelah barat kampung, kau akan menemukan kekasihmu menjadi mayat!
Kalau kau datang pada waktu dan di tempat tersebut, akan kupikir-pikir dulu apa yang akan kulakukan dengan pelayan ini.
Tertanda Gui Siu Eng
“Perempuan jahanam!” Tiong San memaki sambil menggertakkan giginya. Ibunya tadi telah membaca surat itu sebelum memberikannya kepada Tiong San, maka ia kini bertanya dengan suara gemetar.
“Aduh, bagaimana baiknya, anakku? Kalau dia sampai mencelakakan Siang Cu ah, bukankah Siu Eng
ini gadis dari gedung pangeran Lu Goan Ong yang dulu kau permainkan? Kau telah membikin sakit hati seorang perempuan dan hal ini berbahaya sekali. Ah, ah, bagaimana baiknya?”
“Tenanglah, ibu. Aku bersumpah akan mendapatkan kembali Siang Cu, biarpun untuk itu aku harus membunuh Siu Eng dan to-kouw yang membantunya itu, bahkan biarpun untuk itu aku harus mengorbankan nyawaku!”
Nyonya Lie memeluk pundak puteranya yang bidang, “Tiong San .... kau kau mencintainya, bukan?”
Tiong San mengangguk. “Benar, ibu. Aku mencintainya dengan sepenuh hati dan jiwaku. Sungguhpun anakmu yang bodoh ini tidak tahu akan hal itu sebelum peristiwa ini terjadi!”
“Kalau begitu, lekas-lekas kau tolong dia, anakku!” suara nyonya ini mengandung kegirangan besar dan kecemasan hebat sehingga seperti suara orang yang mau menangis.
“Memang, sekarang juga aku akan menyusul ke sana, ibu, tak usah menanti besok pagi!”
Setelah berkata demikian, Tiong San lalu berlari keluar dan segera menuju ke barat. Ia tahu bahwa di sebelah barat Kui-ma-chung itu, agak di luar kampung yang amat sunyi, terdapat sebuah kuil tua yang sudah rusak dan tidak terpakai. Orang-orang kampung menganggap kuil itu angker dan dijadikan rumah setan-setan jahat, maka jarang ada orang berani memasukinya, apalagi di waktu malam hari.
********************
Ketika Siu Eng dulu melarikan diri dari kota raja setelah tak berhasil mengalahkan Tiong San, ia lalu lari mencari gurunya, yakni Kiu-hwa-san Toanio yang kini telah menjadi to-kouw dan bertapa di bukit Kiu-hwa- san. Hati gadis itu penuh dengan dendam sakit hati dan ia takkan merasa puas sebelum dapat membalas sakit hatinya terhadap Tiong San.
Kiu-hwa-san Toanio juga merasa tak senang sekali ketika ia mendengar penuturan Siu Eng betapa Shan- tung Koai-hiap telah mempermainkan dan menghinanya. Ia dapat memaklumi rasa malu dan marah yang mengamuk dalam hati muridnya, maka ketika muridnya minta pertolongannya, ia lalu menyanggupi. Demikianlah, keduanya lalu turun dari Kiu-hwa-san setelah untuk beberapa bulan lamanya Siu Eng menerima pelajaran dan latihan-latihan lagi untuk mematangkan ilmu pedangnya.
Akan tetapi, ketika mereka sedang mencari-cari itu, Tiong San tengah melatih ilmu pedang di puncak Tai- san di bawah bimbingan Si Cui Sian sehingga Siu Eng dan gurunya tidak tahu di mana adanya anak muda itu. Kemudian, mereka mendengar dari Im-yang Po-san Bu Kam bahwa kini pemuda itu telah kembali ke kampungnya, dan perwira yang telah dikalahkan oleh Shan-tung Koai-hiap ini segera menambahkan untuk membuat panas hati Siu Eng bahwa sekarang pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih, yakni pelayan kaisar yang dilarikannya!
Tanpa membuang waktu lagi, Siu Eng lalu mengajak gurunya untuk mendatangi kampung dan rumah Tiong San. Siu Eng tidak mau mendapatkan kegagalan dalam pembalasan dendamnya, maka ia lalu mengatur siasat “memancing harimau keluar dari guanya”. Ia sendiri memancing Tiong San keluar dan bertempur untuk mencoba kepandaian pemuda itu, sedangkan gurunya diam-diam membawa suratnya dan menawan Siang Cu yang dianggapnya kekasih Tiong San itu.
Siang Cu yang menjadi korban tiam-hoat (ilmu totok jalan darah) dari Kiu-hwa-san Toanio, tak berdaya sama sekali dan tak dapat berteriak ketika ia dibawa lari oleh to-kouw yang lihai itu. Setelah tiba di kuil tua, Siang Cu dilepaskan dari totokan dan dengan tenang serta tabah ia menghadapi Siu Eng.
“Hm, kau pelayan hina-dina yang tidak tahu malu!” Siu Eng memaki-makinya dengan gemas. “Kau telah melakukan perbuatan rendah yang mencemarkan nama seluruh pelayan kaisar! Kau telah melarikan diri dengan seorang pemuda gila!”
Mendengar makian ini sama sekali Siang Cu tidak memperlihatkan muka takut, bahkan ia tersenyum tenang dan sama sekali tidak membuka mulutnya. Dengan marahnya, Siu Eng mengeluarkan maki-makian kotor, sehingga gurunya yang mendengar ini lalu berkata,
“Siu Eng, besok pagi kita menghadapi pertempuran, lebih baik beristirahat dan mengumpulkan tenaga. Kau jangan terlalu ribut, aku akan tidur dan mengaso sebentar.” To-kouw ini lalu masuk ke dalam kuil bagian belakang di mana terdapat sebuah kamar yang telah bobrok dan pecah-pecah genteng serta dindingnya.
Siu Eng berjalan hilir-mudik di depan Siang Cu yang masih saja duduk menyandar tiang. Agaknya Siu Eng telah merasa capai memaki-maki dan kini ia berjalan ke sana ke mari sambil berpikir-pikir. Siang Cu mengikuti langkah Siu Eng dengan pandangan matanya dan aneh sekali, pandangan mata gadis ini nampak sayu dan agaknya ia merasa kasihan kepada Siu Eng!
Beberapa lama mereka berada dalam keadaan seperti itu. Siu Eng merupakan seekor harimau betina yang marah dan berjalan hilir mudik di ruang itu sambil menggigit-gigit bibir dan mengerutkan kening, sedangkan Siang Cu duduk menyandar tiang sambil melihat penculiknya dengan sikap yang tenang dan sama sekali tidak tampak takut atau khawatir.
“Siu Eng,” tiba-tiba Siang Cu mengeluarkan suara dengan halus, “Kau .... kau mencintainya ?”
Siu Eng menghentikan langkahnya dan memandang kepada Siang Cu seakan-akan seekor harimau yang hendak menerkam mangsanya. “Aku ....? Aku mencintai Shan-tung Koai-hiap? Hah!” Ia menyeringai menghina. “Aku benci dia! Akan kubunuh dia! Akan kubunuh dia besok pagi! Akan kubelah dadanya, kucabut jantungnya! Ya, dan kau juga. Akan kubunuh kalian berdua dengan ujung pedangku sendiri!”
Tiba-tiba Siang Cu tertawa geli. “Siu Eng, kau gadis bodoh! Sama seperti aku pula!” “Apa maksudmu? Jaga mulutmu sebelum kutampar sampai rusak!”
“Kau diracuni oleh sakit hati dan cemburu! Kau dan aku adalah gadis-gadis bodoh yang mencintai seorang pemuda pembenci wanita! Ha, sungguh lucu menggelikan. Kita berdua sama-sama patah hati, hanya bedanya, aku menerima nasib dengan diam-diam dan sabar, tetapi kau diracuni oleh rasa sakit hati dan cemburu!” Siang Cu tertawa lagi.
“Pelayan hina-dina! Kau boleh tertawa sepuas hatimu, aku tidak akan mengganggu kau sekarang! Aku tidak mau merusak mukamu agar besok pagi kekasihmu itu melihat dengan mata sendiri betapa kekasih hatinya yang manis kurusakkan mukanya. Ya, ya, kau boleh tertawa sekarang, tetapi lihat saja besok! Biarpun kekasihmu itu lihai, dengan mudah guruku akan merobohkannya! Kalian akan mampus sebelum matahari naik tinggi dan mayat kalian akan kutinggalkan di sini, biar dimakan oleh binatang liar!”
Sambil berkata demikian, Siu Eng memandang tajam dan maksudnya sebelum ancaman itu dilaksanakan, ia hendak menikmati penderitaan rasa takut pada gadis kekasih Tiong San itu. Akan tetapi ia kecele, karena Siang Cu sama sekali tidak kelihatan takut, bahkan tersenyum manis. “Siu Eng, aku tahu siapa adanya kau dan aku pernah pula mendengar tentang riwayatmu dengan Shan- tung Koai-hiap. Kau tak perlu menakut-nakuti aku, karena soal mati bagiku hanya soal kecil saja! Kalau aku tidak ingat kepada nyonya Lie yang mulia dan baik hati, apakah gunanya hidup bagiku? Mungkin akupun sudah berada di dunia lain pada saat ini. Sebagai seorang yang senasib sependeritaan dengan kau sungguhpun sikap kita berlainan, baik kuceritakan kepadamu. Terus terang kukatakan bahwa seperti kau juga, aku mencintai Shan-tung Koai-hiap, mencinta sepenuh hatiku. Akan tetapi, jangan kau kira bahwa dia juga mencintaiku! Ha, kau belum kenal baik adat Shan-tung Koai-hiap yang aneh! Kau benar-benar kecele kalau mengira bahwa dia mencintaiku. Dia adalah seorang pembenci wanita, mana bisa ia mencinta seorang seperti aku? Akupun diam-diam menderita karena kebodohanku sendiri, maka, kalau kau mau bunuh aku, sekarang maupun besok atau kapan saja aku tidak takut!”
Mendengar ucapan ini, Siu Eng tertegun. Kemudian ia tertawa dengan hati penuh kegelian. Memang demikianlah watak orang yang kurang mulia, apabila dia sedang berada dalam keadaan susah, maka kesusahan orang lain merupakan hiburan terbesar baginya!
“Ha ha ha!” Wanita kejam itu tertawa lagi. “Kalau begitu, hukumanmu kurobah! Kau takkan kubunuh, tetapi kau akan menyaksikan dengan mata sendiri betapa pemuda yang kaucintai itu mampus di depan matamu. Kemudian kau boleh pergi ke mana saja sesukamu, dan kau boleh menangisi kematian kekasihmu setiap hari!”