Pembakaran Kuil Thian Lok Si Chapter 45

NIC

penyesalan saja tiada artinya. Aku harus terhukum ..... aku berdosa, nak ” Terdengar isak tangis dari Siauw Eng dan Kwei Lan. Pada saat itu para penjaga lain telah dapat menemukan tubuh kawan-kawan mereka yang tertotok, maka ramailah para penjaga itu menyerbu ke dalam kamar tahanan.

Cin Pau dengan pedang di tangan menjaga di pintu dan segera pertempuran hebat terjadi. Pemuda ini dikeroyok oleh belasan orang penjaga, akan tetapi pedangnya yang bergerak bagaikan seekor naga sakti mengamuk itu membuat belasan pengeroyoknya tidak berdaya. Bahkan beberapa orang telah roboh kena tendang, kena pukul, atau tertusuk pedang.

“Siauw Eng, cepat !” kata Cin Pau. “Bawa ayah ibumu keluar dari sini !”

Siauw Eng membujuk-bujuk sambil menangis, akan tetapi Gak Song Ki berkata tegas, “Tidak anakku. Kalau kami ikut keluar, kami hanya akan menjadi perintang saja dan akhirnya kalian berdua akan mendapat celaka. Keluarlah kau bersama Cin Pau, ia ia pemuda yang baik dan gagah. Kalau kau

memang hendak membalas dendam, bunuhlah Can Kok. Dia orang jahat dan hatiku akan puas dan biarpun mati, mataku akan meram karena kau, anakku yang baik, telah dapat membalaskan dendam hatiku terhadap Can Kok yang khianat dan jahat !”

Siauw Eng menubruk ibunya sambil menangis, “Ibu, ibu kalau kau tidak mau keluar, bagaimana aku

dapat meninggalkan kau dalam keadaan begini ?”

Ibu yang mencintai anaknya itu mendekap kepala Siauw Eng pada dadanya. “Anakku, aku tak dapat meninggalkan suamiku. Ia amat baik kepadaku dan juga kepadamu, maka biarlah aku juga menyatakan kesetiaanku dan mengawaninya sampai mati. Kau pergilah nak, lihat, kawanmu itu terdesak dan dikeroyok, apakah kau tidak mau membantunya ?”

Siauw Eng menengok dan benar saja, sekarang para pengeroyok bertambah banyak karena seorang penjaga telah lari memberi laporan, bahkan di antara mereka terdapat beberapa orang perwira. Siauw Eng berseru keras dan segera melompat membantu Cin Pau dan mengamuk hebat. Makin banyaklah jatuhnya kurban dan tiba-tiba dari luar terdengar bentakan suara Can Kok yang memberi aba-aba untuk mengurung makin rapat.

“Siauw Eng, terpaksa kita harus pergi,” kata Cin Pau dengan kuatir. Siauw Eng sebetulnya tidak mau pergi, akan tetapi dengan suara memilukan, ibunya berseru,

“Eng-ji, pergilah kau. Kalau sampai kau mendapat celaka di sini, aku takkan mau mengampunkan kau

!!”

“Ibu ” Siauw Eng menahan isaknya dan terpaksa ia lalu menyerbu hebat bersama Cin Pau membuka

jalan keluar. Kemudian, sebelum Can Kok dan perwira-perwira lain sempat masuk membantu karena tempat itu sudah penuh sesak dengan para tentara yang datang mengurung. Cin Pau dan Siauw Eng telah dapat keluar dan melompat ke atas genteng.

Ketiga orang panglima yang membantu Can Kok, yakni Mau Kun Liong, Oey Houw dan Oey See In, mengejar, akan tetapi Cin Pau menghajar mereka dengan biji-biji caturnya hingga mereka itu terpaksa melompat turun kembali karena mereka merasa takut terhadap serangan biji-biji catur yang istimewa itu. Kesempatan ini digunakan oleh Cin Pau dan Siauw Eng untuk menghilang di dalam gelap.

Dengan marah sekali Can Kok lalu membawa kedua orang tawanannya pindah tempat, dan tempat tahanan baru ini terjaga keras sekali sampai tiba saatnya keputusan hukuman dijatuhkan oleh Kaisar.

Sedangkan Siauw Eng sambil menangis sedih pergi mengikuti Cin Pau dan lari keluar dari kota Tiang- an.

“Cin Pau, apakah yang harus kita lakukan sekarang ? Ayah dan ibu tidak mau keluar dari tempat tahanan. “Ah, apakah yang harus kulakukan ?”

Cin Pau menarik napas panjang. Ia merasa kasihan sekali kepada Siauw Eng, dan dengan suara menghibur ia berkata, “Ayah tirimu benar-benar seorang jantan yang jujur. Benar bahwa ia dulu telah melakukan kesalahan, akan tetapi itu adalah karena terdorong oleh rasa sukanya kepada ibumu dan karena kini ia telah membuat pengakuan dan menyesalkan kesalahannya, maka ia dapat disebut seorang gagah. Juga kesetiaannya terhadap Kaisar patut dihormati karena memang demikianlah seharusnya seorang perwira. Kita hanya dapat berdoasemoga Kaisar akan dapat membedakan mana perwira yang setia dan mana yang curang. Orang yang paling jahat dalam hal ini adalah Can Kok. Dia yang memusuhi keluarga kita, dia yang membasmi dan membakar kuil Thian Lok Si, dan sekarang dia pula yang menjadi gara-gara hingga ayah ibumu tertawan !”

“Kita harus membunuhnya sekarang juga !” kata Siauw Eng dengan marah sekali.

Posting Komentar