Pada hari itu, lewat tengahari, sebuah kereta milik Perdana Menteri Jin Kui keluar dari pintu gerbang sebelah barat. Karena kareta itu dikawal oleh enam orang panglima, maka dapat melewati pintu gerbang tanpa diperiksa lagi, bahkan para penjaga mengambil sikap menghormat. Kereta lalu dibalapkan menuju ke barat, ke Bukit Menjangan yang kelihatan dari pintu gerbang itu menjulang tinggi.
Karena bentuk puncaknya seperti, kepala menjangan, maka bukit Itu disebut Bukit Menjangan. Daerah itu sunyi dan tandus, merupakan bukit kapur yang penuh dengan batu karang, karena itu sunyi tidak pernah di datangi manusia. Setelah kereta keluar dari pintu gerbang, dari pintu gerbang selatan keluar pula sepasukan tentara terdiri dari seratus orang, melakukan perjalanan cepat namun bersembunyi-sembunyi menuju ke Bukit Menjangan dari arah lain.
Begitu kereta dari pintu gerbang, sepasang kakek dan nenek terbungkuk-bungkuk memasuki pintu gerbang itu. Si nenek menggendong buntalan butut dan kakek itu memegang sebatang tongkat. Tak seorangpun mengetahui bahwa nenek yang bungkuk itu bukan lain adalah Ban tok Sian-li yang cantik jelita dan kakek bertongkat itu adalah Thio Cin Kang yang gagah perkasa, ketua Pek-enq pang! Dan dari pintu-pintu gerbang lainnya masuk pula duapuluh orang anak buah Pek-eng-pang yang menyamar sebagai kuli atau pedagang.
Setelah hari menjadi gelap, nampak bayangan yang gerakannya cepat bagaikan seekor burung terbang melompati pagar tembok rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui yang terjaga ketat. Bayangan itu bukan lain adalah Ban-tok Sian-li yang ki ni berpakaian serba hitam dan dipunggung nya terdapat Mestika Golok Naga.
Ternyata surat yang dikirim oleh Thio Cin Kang kepada Perdana Menteri Jin Kui itu hanya sebuah pancingan saja. Sudah diperhitungkan oleh ketua Pek- eng-pang itu bahwa Perdana Menteri Jin Kui tidak mungkiri mau memenuhi permintaan dalam surat dan tentu akan mengirim semua jagoannya pergi ke Bukit Menjangan. Dan inilah yang dimaksudkan dengan pengiriman surat itu. Memanci ng agar para jagoan meni nggalkan gedung tempat tinggal Perdana Menteri itu. Dan dalam keadaan gedung ditinggalkan para jagoan itulah Ban tok Sian li menyerbu!.
Kini Souw Hian Li dan Thio Cin Kang melaksanakan siasat mereka selanjutnya. Setelah berhasil memasuki pagar tembok gedung itu, Ban tok Sian-li Souw Hian Li lalu melompat naik ke atas genteng dan mendekam di atas gedung itu untuk mengamati ke dalam. Pada saat itulah Thio Cin Kang memimpin anak buahnya untuk menyerbu, melompati pagar tempok dan menyerang para penjaga. Segera tanda bahaya dipukul oleh para penjaga dan semua penjaga berkumpul untuk melawan sekitar duapuluh orang yang menyerbu gedung Perdana Menteri Jin Kui, yang semuanya berkedok hitam.
Tentu saja keributan ini terdengar pula oleh Jin Kui. Dia terkejut sekali karena pada saat itu semua jagoannya telah pergi menyerbu ke Bukit Menjangan. Karena khawatir akan keselamatan dirinya, dia tergopoh-gopoh hendak pergi memasuki ruangan rahasia yang mempunyai terowongan menembus ke bawah tanah sebagai tempat bersembunyi . Akan tetapi ketika dia tergopoh-gopoh menuju ke ruangan itu, gerakannya ini terlihat oleh Ban-tok Sian-li Souw Hia n Li yang segera melayang turun dan tahu-tahu telah tiba di depan Perdana Menteri itu.
Sang perdana menteri terkejut ketika melihat seorang wanita cantik jelita berpakaian Serba hitam telah berdiri di depannya.
"Siapa kau....?" bentaknya untuk menutupi kekagetan dan rasa takutnya.
"Aku Ban-tok Sian-Li majikan lembah Maut yang kau suruh serbu dan basmi. Dan inilah Mestika Golok Naga yang kau kehendaki!" Souw Hian Li mencabut golok yang mengkilap itu dengan Sikap mengancam.
Tentu saja Perdana Menteri Jin Kui menjadi ketakutan dan diapun berteriak-teriak minta tolong sambil melarikan diri. Akan tetapi, Ban-tok Sian-li mengejarnya dan dari belakang menyerangnya dengan dua batang jarum Ban tok-ciam. la sengaja melakukan ini karena ia ingin agar pengkhianat itu mati dalam keadaan tersiksa dan sengsara. Jin Kui menjerit dan roboh terpelanting ketika dua batang jarum memasuki punggungnya.
Ban-tok Sian-li menghampiri nya dan berkata kepada Perdana Menteri yang mengeluh kesakitan Itu. "i nilah pembalasan mendiang Panglima Gak; Hui dan ribuan pejuang lain yang sudah kau basmi dan bunuh. Rasakan
!" setelah ber kata demikian Ban-tok Sian-li lalu melompat naik. ke atas atap dan melalui taman keluar dari pagar tembok, la meli hat betapa duapuluh orang yang dipimpin Thio Cin Kang masih bertempur melawan pasukan, la lalu melompati mendekati Thio Cin Kang yang mengamuk. Setelah melihat Souw Hia n Li datang dengan selamat.
Thio Cin Kang bertanya. "Bagaimana?" "Beres ! " jawab Souw Hia n Li .
Mendengar ini, Thio Cin Kang lalu meneriakkan perintah mundur kepada anak buahnya. Mereka semua menggunakan topeng hitam sehi ngga tidak akan dikenal. Para pasukan itu hanya mengenai seorang wanita cantik di antara orang-orang berkedok sehi ngga tentu akan disangka bahwa Ban-tok Sian-li memimpin anak buahnya, sisa anak buah dari Lembah Maut untuk melakukan penyerbuan itu. Pasukan penjaga segera melakukan pengejaran dan gegerlah kota raja karena kejar kejaran itu.
Pada saat itu muncullah Tiong Li, Siang Hwi dan Kok Bu. Seperti kita ketahui, Tio ng Li dan Siang Hwi sedang berada di rumah Gan Kok Bu, menanti berita penyelidikan para anak buah Pek-eng-pang yang mencari Ban-tok Sian-li Dan malam itu mereka mendapat kabar bahwa Ban-tok Sian-li terli hat menyerbu, rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui. Mereka terkejut dan cepat keluar dari rumah. Ketika Ban-tok Sian-li dan orang-orang berkedok itu dikejar-kejar pasukan, mereka bertiga segera muncul dan Kok Bu memapaki Ban-tok Sian-li.
"Sian-li, ke sinilah...." Ban-tok Sian-li mengenal pemuda putera ketua Hek-tung Kai-pang ini maka ia segera mengajak Thio Cin Kang dan anak buahnya mengikuti.. Apa lagi melihat pula muridnya dan Tan Tio ng Li berada di dekat tokoh pengemis itu. Mereka semua diajak berlari oleh Gan Kok Bu keluar masuk lorong dan akhirnya memasuki rumahnya .
"Cepat kalian semua membuang kedok hitam dan berpakaian seperti anggauta Hek-tung Kai-pang!" kata Gan Kok Bu yang cepat menyediakan pakaian pengemis bermacam-macam dan memberikan sebuah tongkat hitam kepada mereka semua. Adapun Ban-tok Sian li dan Thio Cin Kang kembali sudah menyamar sebagai kakek dan nenek tua. Benar saja, tak lama kemudian para pengejar sampai pula di rumah itu. Akan tetapi mereka mengenal Gan Kok Bu dan melihat para nggauta Hek tung Kai-pang, mereka tidak menjadi curiga bahkan pesan kepada Gan Kok Bu untuk membantu mereka mencari para pelarian yang tadi menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui.
" Apa yang telah terjadi?" tanya Gan Kok Bu kepada para perwira yang memimpin pasukan itu.
"Segerombolan pemberontak telah menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui," kata seorang perwira.
"Lalu. apa yang mereka lakukan? Mudah-mudahan Yang Mulia Perdana Menteri selamat." kata pula Gan Kok Bu.
"Yang Mulia Perdana Menteri selamat, hanya terluka dan pingsan, mungkin karena terkejut," kata perwira itu yang lalu melanjutkan pengejaran mereka .
Setelah pasukan pergi, Souw Hian Li memperkenalkan Thio Cin Kang kepada Gan Kok Bu yang segera berseru. "Ah, kiranya Pek-eng Pang-cu yang mengatur semua ini lalu, apakah engkau berhasil membunuh Perdana Menteri yang jahat itu, Sian-li?" "Aku telah sengaja melukai nya untuk menyiksanya. Dia pasti akan mampus karena sudah terkena Ban-tok- ciam dariku!"
"Ah, kalian belum berkenalan?" kata Gan Kok Bu yang teringat bahwa Tiong Li dan Siang Hwi berada di situ dan tidak diperkenalkan oleh Ban-tok Sian-li. "Thio-pangcu, saudara ini adalah Tan Tiong Li Tai hiap, dan nona ini adalah nona The Siang Hwi, murid Ban-tok Sian-li.
Mereka saling memberi hormat dan Thio Cin Kang mengangguk-angguk. "Aku sekarang teri ngat akan gambar Tan-tai-hiap yang terpampang di mana-mana tempo hari. Akan tetapi sekarang tidak lagi."
"Semua Itu gara-gara kelicikan Perdana Menteri Ji n Kui yang melakukan fitnah sehingga aku dituduh menculik Puteri Sung Hia ng Bwee," kata Tiong Li .
"Pada hal, Tan-taihiap yang menolong puteri itu dari tangan penculik nya," kata Gan Kok Bu yang sudah mendengar akan peristiwa itu.
Thio Cin Kang menghela napas panjang. "Perdana Menteri Jin Kui memang Jahat sekali. Entah berapa banyak pahlawan sejati, patriot-patriot yang cinta negara dan bangsa, sesudah Panglima Gak Hui, yang tewas karena ulahnya. Mudah-mudahan dia sekarang tidak akan lolos dari kematia nnya ."
"Tidak mungki n ia lolos dari maut!" kata Ban-tok Sian- li. "Di dunia ini tidak ada orang lain yang akan mampu menyembuhkannya."
Melihat suasana yang akrab dan baik di antara mereka itu, bahkan subo-nya tidak memperli hatkan sikap bermusuhan dan nampak akrab sekali dengan ketua Pek-eng-pang, Siang Hwi lalu menggunakan kesempatan itu untuk membujuk subonya. "Subo, kami berdua telah mencari subo kemana-mana tanpa hasil. Sekarang, kebetulan kita dapat bertemu disini. Harap subo suka mengembalikan Mestika Golok Naga kepada Li-koko yang akan mengembalikan kepada Sri baginda Kaisar. Li-koko yang berhak mengembalikan golok pusaka itu, subo, karena dia yang telah merampasnya dari pencurinya, yaitu Panglima Wu Chu Kerajaan Kin."
"Aku hanya ingin agar golok pusaka itu dikembalika n kepada pemiliknya, yaitu Sribaginda Kaisar. Aku tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa. Kalau Sian-li ingin mengembalikannya sendiri kepada Kaisar, sama saja dan si lakan," kata Tiong Li dengan suara sungguh- sungguh.