"Subo......!!" Siang Hwi berseru dan cepat ia melompat turun dari kudanya untuk menghampiri Ban-tok Sian-li yang berdiri tegak memandang mereka dengan sinar mata tajam, terutama pandang matanya kepada Tio ng Li ia bahkan acuh saja terhadap muridnya yang menghampirinya .
"Subo, kami telah berhasil membebaska n tuan puteri Sung Hiang Bwee dan merampas kembali Mestika Golok Naga!" kata Siang Hwi yang hendak mengabarkan berita menggembirakan itu kepada subonya, juga hendak memamerkan jasa besar yang telah dibuat oleh Tio ng Li.
Akan tetapi gurunya tidak menjawab, melai nkan maju menghampiri Tiong Li dan juga sang puteri yang sudah melompat turun dari atas kuda mereka Tiong Li memberi hormat.
"Sian-li, apakah selama ini engkau baik-baik saja?" tegurnya ramah. Bagaimanapun juga, wanita ini adalah guru dari kekasihnya yang selayaknya dihormati nya.
Akan tetapi Ban-tok Sian-li memandang ke arah pinggangnya di mana tergantung Mestika Golok Naga dalam sarungnya . "Tan Tio ng Li, engkau sudah berhsi l merampas kembali Mestika Golok Naga?"
"Benar, Sian-li. Inilah dia!" kata Tiong Li. "Kami akan mengembalikan kepada Sri baginda Kaisar, bersama sang puteri."
"Berikan kepadaku! Golok Pusaka itu tidak sepatutnya berada di tangan Kaisar yang lemah. Berikan kepadaku untuk kupakai membasmi Bangsa Kin dan mengusirnya dari tanah air."
"Subo. !" seru Siang Hwi.
"Maafkan, Sian-li. Akan tetapi golok pusaka ini memang milik istana, maka harus kembali ke istana juga."
Tiba-tiba Ban-tok Sian-li melompat kedekat puteri Hiang Bwee dan sekali mencengkeram pundak puteri itu, ia membuat puteri itu terkulai roboh. Sambil tersenyum mengejek Ban-tok Sian li melompat ke belakang.
"Subo, apa yang kau lakukan ini?" teriak Siang Hwi terkejut.
"Nona Hiang Bwe.....!" Tiong Li juga berseru, sama sekali tidak mengira bahwa Ban tok Sian-li akan melakukan hal itu sehi ngga dia tidak keburu mencegahnya. Wajah puteri itu menyeringai kesakitan dan pucat sekali. Baju di pundaknya robek dan nampak pundaknya merah menghitam! Meli hat ini, terkejutlah Tiong Li karena dia maklum bahwa pundak itu telah terluka beracun yang amat hebat.
"Subo, kenapa engkau melakukan ini?" tanya Siang Hwi dengan bi ngung, dan kepada Tiong Li ia berkata, "Koko, inilah luka Ban-tok-ciam (Jarum Selaksa Racun), tidak ada obatnya, Kecuali subo, tidak ada seorangpun yang akan mampu menyembuhkannya dan dalam waktu sehari semalam, yang terluka akan tewas!"
Tiong Li marah sekali. Kiranya ketika mencengkeram tadi, tangan Ban-tok Sian-li menggunakan jarum beracun yang dimasukkan ke dalam pundak puteri itu.
"Ban-tok Sian-li, apa maksudmu dengan perbuatan ini? Engkau telah meracuni puteri Kaisar? Kenapa engkau hendak membunuhnya?" Tiong Li sudah siap untuk menyerang wanita itu. Akan tetapi Ban-tok Sian-li bertolak pi nggang dan tersenyum.
"Siapa mau membunuhnya? Ingat, aku mempunyai obat pemunahnya seperti yang dikatakan Siang Hwi. Biar Siang Hwi sendiri tidak kuberi obat pemunahnya maka kalau engkau menghendaki puteri itu sembuh, serahkan Mestika Golok Naga kepadaku!"
"Subo. !" Siang Hwi kembali berseru penasaran.
"Diam! Engkau tidak boleh mencampuri urusan ini!" bentak gurunya, "Bagaimana. Tio ng Li? Maukah engkau menukar nyawa puteri itu dengan Mestika Golok Naga ?"
Tiong Li berdiri dengan kedua tangan terkepal da n dia ragu ragu. Dia dapat mengalahkan wanita itu. akan tetapi dia meragu apakah dia dapat memaksanya menyerahkan obat pemunah. Wanita seperti itu memiliki kekerasan hati yang aneh, mungki n sampai mati dia tidak akan dapat memaksanya.
"Tiong Li, jangan mencoba-coba untuk menyerangku. Selain belum tentu engkau akan dapat mengalahkan aku dengan mudah, juga andaikata engkau menang dan aku mati, apa gunanya? Puteri itu akan mati pula bersamaku Nah, serahkan Mestika Golok Naga kepadaku!"
"Sian-li, jangan menggertak aku. Aku masih mempunyai sinkang cukup kuat untuk mengusir hawa beracun dari tubuh sang puteri!" Tiong Li balas menggertak.
"Hi-hik, boleh kau coba kalau engkau ingin melihat puteri itu cepat mati. Bukan hawa beracun yang mematikannya, melainkan darahnya sudah keracunan. Betapapun kuatnya sinkangmu, tidak akan dapat membersihkan darahnya."
Tiong Li memandang kepada Siang Hwi untuk bertanya pendapat gadis itu yang tentu saja lebih mengerti dan gadis itu mengangguk dengan muka sedih, "la tidak berbohong, koko. Racun Ban-tok ciam langsung membuat darah keracunan dan tidak dapat diusir dengan sin-kang, hanya dapat disembuhkan dengan racun pemunah lain yang hanya dimiliki subo."
Tiong Li menghela napas panjang. Tidak percuma kiranya wanita itu berjuluk Ban-tok Sian-li! Ternyata penggunaan racunnya amat jahat. Hanya lawan, yang amat tangguh saja. yang akan mampu mengalahkan seorang wanita berbahaya seperti ini. Entah bagaimana nanti kalau ia sudah memiliki Mestika Golok Naga! Akan tetapi, bagaimanapun juga ia tidak mungkin mengorbankan nyawa sang puteri. "Tan-taihiap, bawalah pulang pusaka itu dan serahkan kepada ayah. Katakan bahwa aku tewas di tangan wanita ini. Ayah tentu akan mengerahkan seluruh pasukan untuk menangkapnya dan biarpun ia akan terbang ke langit, tentu akhirnya ayahanda kaisar akan dapat menangkapnya !"kata Hiang Bwee dan mendengar ucapan puteri ini, diam-diam Ban-tok Sian-li menjadi ketakutan sekali. Kalau ucapan gadis itu dituruti Tiong Li, ia tidak akan mendapatkan Mestika Golok Naga malah, akan menjadi buronan pemerintah. Ucapan gadis bangsawan itu bukan gertak kosong belaka. Kalau Kaisar marah dan mengerahkan pasukan mencarinya, ke mana ia akan dapat melarikan diri?
Akan tetapi Tiong Li berpendapat lain. Dia tidak mau mengorbankan nyawa puteri itu. Dia akan menyerahkan golok dan setelah puteri terbebas dari ancaman maut dan kembali ke istana, dia akan mulai lagi dan berusaha merampasnya dari tangan Ban-tok Sian-li kelak. Dia melepaskan ikatan sarung golok dari pinggangnya.
"Baik, aku akan menyerahkan golok pusaka, akan tetapi bagaimana aku dapat yaki n bahwa engkau akan memberikan obat pemunahnya yang benar? "
"Hemm, ada Siang Hwi di sampingmu, ia tentu akan dapat mengetahui mana obat pemunah aseli mana yang palsu," kata Ban-tok Sian-li. "Akan tetapi siapa berani tanggung bahwa setelah menerima obat pemunah, engkau tidak akan menyerangku dan tidak memberikan golok itu?"
"Aku adalah seorang laki-laki sejati. Aku berjanji bahwa setelah menukar golok dengan obat pemunah di sini, aku tidak akan menyerangmu. Akan tetapi kalau lain kali kita bertemu jangan salahkan aku kalau aku memberi hajaran kepadamu dan merampas kembali golok pusaka!"
"Baik, berikan golok itu dan akan kuberikan obat pemunah," katanya.
"Perlahan dulu!" kata Tiong Li. "Berikan dulu obat pemunah dan. setelah dipastikan tidak palsu, baru akan kuserahkan golok ini kepadamu. Nama dan kehormatanku menjadi jaminan janjiku!"
Ban-tok Sian-li lalu melemparkan sebungkus obat bubuk kepada Tiong Li dan pemuda Itu lalu menyerahkan kepada Siang Hwi. Gadis ini membuka buntalan, menci um obat bubuk itu dan ia lalu menghampiri sang puteri yang masih menyeringai kesakitan. "Tuan puteri, minumlah semua obat bubuk ini." Dikeluarkannya sebotol arak ringan dan obat itu lalu diminumkan dengan arak ringan. Setelah minum obat itu, perlahan-lahan rasa nyeri itu menghilang dan warna biru kehitaman pada pundak juga mulai berkurang. Siang Hwi lalu menyedot keluar jarum itu dengan isapan mulutnya dan menggigit jarum itu lalu membuangnya. Kemudian ia minum sisa obat yang memang disediakan untuk dirinya agar ia tidak terpengaruh sisa racun yang berada di jarum. Setelah itu ia memandang kepada Tiong Li dan mengangguk.
"Sekarang tuan puteri sudah aman," katanya lirih.
Tiong Li menyerahkan Mestika Golok Naga kepada Ban-tok Sian-li yang menerimanya sambil tersenyum dan wajahnya cerah gembira sekali. Dicabutnya golok itu untuk memeriksanya.Nampak si nar berkilat ketika golok dicabut dan wanita itu mengangguk senang, lalu disimpannya kembali golok ke dalam sarungnya, di ikatkan sarung itu di punggungnya dan iapun melompat pergi tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Subo, tunggu dulu...!" teriak Siang Hwi dan gurunya berhenti berlari, lalu membalikkan tubuh memandang kepada muridnya.
"Mau bicara apa lagi?" bentaknya. "Bukan aku yang bicara, akan tetapi koko Tiong Li mempunyai sesuatu yang ingin ia sampaikan kepadamu!" kata Siang Hwi sambil memandang kepada kekasihnya. Pemuda ini maklum apa yang berada dalam pikiran gadis itu, maka diapun melangkah maju dan memberi hormat kepada Dewi Selaksa Racun itu.
"Sian-li, aku dan Hwi-moi sudah saling menci nta dan saling berjanji untuk menjadi suami isteri. Mengingat bahwa Hwi-moi sudah tidak mempunyai keluarga lagi, maka aku mengajukan pinangan kepadamu sebagai gurunya untuk meminang Hwi-moi menjadi jodohku!"
Puteri Sung Hiang Bwee memandang semua ini dengan mata terbelalak penuh keheranan dan kengerian. Bagaimana orang-orang kang-ouw itu bersikap ketika mengajukan pi nangan. Pinangan diajukan di antara mereka, secara terus terang tanpa perantara lagi. Seolah bukan gadis yang diminta untuk diperisteri, seperti minta, sebuah benda saja! .
Ban-tok Sian-li memandang kepada muridnya. "Siang Hwi sudah dewasa, ia boleh memutuskannya sendiri. Andaikata aku ik ut campur sekalipun ia tidak akan taat kepadaku. Terserah kepada kalian!" Setelah berkata demikian wanita itu berkelebat dan lenyap dari situ.