"Cabut golok itu dan serahkan kepadaku!" bentak Tiong Li.
Perwira itu memandang atasannya dan Panglima Wu Chu mengangguk-anggukkan kepalanya.Tio ng Li menerima golok itu dan baru memegangnya saja dia sudah yaki n bahwa inilah golok aselinya. Dia mengadukan golok yang dipegangnya dengan golok itu dan goloknya patah menjadi dua dengan mudah! Kini dia memegang Mestika Golok Naga itu dan mengikatkan sarungnya di pi nggang. Karena anak itu masih dipondongnya, Panglima Wu Chu tidak berani bergerak.
"Sekarang bawa keluar sang puteri. Cepat!" "Bawa ia keluar!" kata Panglima Wu Chu.
Kembali perwira Tong yang berlari lari dan tidak terlalu lama kemudian dia sudah datang lagi mengikuti seorang wanita yang bukan lai n adalah Sung Hiang Bwee. Puteri itu masih menjadi orang tahanan karena ia selalu menolak keinginan Wu Chu dan begitu melihat Tio ng Li, sang puteri menangis menghampiri.
"Akhirnya engkau datang juga menolongku.....!" Sang puteri saki ng girangnya hendak merangkul Tio ng Li akan tetap! pemuda itu berkata.
"Nona, bersiaplah untuk keluar dari tempat ini. Harap engkau berjalan di belakangku," kata Tiong Li dengan singkat. Melihat kesungguhan sikap pemuda ini yang menodong Panglima Wu Chu dengan goloknya, puteri itupun maklum akan gawatnya keadaan.
"Baik, taihiap. Sungguh aku girang sekali melihat engkau," katanya lalu iapun berdiri di belakang pemuda itu.
Tiba-tiba dua orang pengawal dengan nekat menubruk dan menyerang Tio ng Li. Tiong Li menggerakkan goloknya dan nampak sinar terang berkelebat di susul robohnya kedua orang itu, mandi darah.
"Sekali lagi ada yang bergerak, yang akan kubunuh adalah panglima dan puteranya!" bentak Tiong Li dengan hati khawatir juga karena kalau sekian banyaknya pasukan mengeroyoknya, biarpun dia akan dapat membunuh panglima itu, dia tentu tidak tega membunuh puteranya dan dia tidak akan mampu meli ndungi sang puteri!
"Tolol ! Jangan ada yang menyerang!" teriak sang panglima yang tentu saja mengkhawatirkan dirinya sendiri dan puteranya. "Ciangkun, sekarang engkau berjalan di depanku dan mengantarku keluar dari rumah ini. Hayo cepat dan jangan ada yang mendekat!"
Panglima itu terpaksa menurut dan semua pengawal hanya dapat mengikuti saja tidak berani terlalu mendekat.
Tiong Li sambil memondong anak yang kini sudah agak mereda tangisnya, menodongkan goloknya ke punggung sang panglima dan Sung Hiang Bwee melangkah di belakangnya.
Setelah tiba. di luar pi ntu gerbang Sehingga tentu akan kelihatan oleh Siang Hwi, Tio ng Li berteriak, "Hwi- moi, cepat kau ke sini!"
Gadis itu meloncat dekat dan semua pasukan tidak sempat menghadangnya. "Bawa sang puteri pergi dari sini. Awas, kalau ada yang menghalangi atau mengejar, aku akan membunuh panglima dan puteranya!" Tiong Li berseru dengan suara berwibawa.
"Mari, sang puteri!" kata Siang Hwi sambil menggandeng tangan Sung Hia ng Bwee, diajak pergi dari situ dengan cepat. Tidak ada seorangpun berani menghalangi dan tidak ada pula yang berani melakukan pengejaran. Sebentar saja bayangan kedua orang gadis itu lenyap ditelan kegelapan malam. Siang Hwi membawa puteri itu keluar dari kota melalui pagar tembok yang dilompatinya sambil menggendong puteri itu. dani ia segera mengajak puteri itu berlari menuju ke perbukitan Fu-niu-san.
Sementara itu, Tiong Li yang masih memondong anak itu, minta diantar keluar dari pi ntu gerbang timur untul mengalihkan perhatian. Sedikitnya seratus orang perajurit tetap saja mengikutinya dari jarak yang tidak terlaui dekat dan panglima itu masih terus di todong di depannya. Setelah agak jauh dari pintu gerbang, barulah Tiong Li menurunkan anak itu dari pondongannya dan anak itu segera dipondong ayahnya!.
"Ciangkun, maafkan aku. Terpaksa aku mengambil cara ini untuk membebaskan sang puteri dan untuk mengambil kembali Mestika Golok Naga. Engkau tidak berhak atas keduanya. Kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan mengerahkan orang mencariku. Selain percuma, juga kalau aku menjadi marah mungkin peristiwa seperti ini akan terulang lagi. Aka n tetapi belum tentu aku akan membebaska nmu! Nah, selamat tinggal!" Tiba-tiba Tiong Li meloncat dan berkelebat menghilang di dalam kegelap an malam.
"Kejar dan Tangkap dia!" Kini panglima itu berteriak- teriak dan dia sendiri mendekap dan menci umi puteranya dengan hati lega karena putera yang disayangnya itu selamat.
Saking marahnya hati Panglima Wu Chu, dia memerintahkan pada malam hari itu juga untuk membunuh So uw C un Ki, pemuda Kun-lun-pai yang dulu pernah hendak menolong sang puteri. Tanpa banyak alasan lagi malam hari itu juga Souw C un Ki dibunuh oleh para pengawal di dalam kamar tahanannya!
-o0o-d.w-o0o-
Siang Hwi mengajak Hiang Bwee ke puncak bukit di mana kuil Siauw-lim-si itu berada dan cepat mereka diterima oleh Ceng Ho Hwe-shio dan diajak ke sebelah dalam. "Enci, siapakah engkau?" tanya puteri itu kepada Siang Hwi.
"Saya bernama The Siang Hwi, nona," jawab Siang Hwi dengan hormat. "Dan ini adalah Ceng Ho Hwe-shio, ketua kuil ini yang meli ndungi dan menyembunyikan kita. Di sini, engkau tidak usah khawatir karena tidak ada yang akan berani mencari ke dalam."
"Aku tidak khawatir selama Tan-taihiap berada bersamaku," jawab puteri Itu. "Bukan main gagah dan lihainya Tan-taihiap. Berani menawan Panglima, Wu Chu dan memaksanya membebaskan aku Akan tetapi, bagaimana dia akan dapat membebaska n diri dari kepungan pasukan sebanyak itu?"
"Harap jangan khawatir, aku yaki n, bahwa Li-koko akan mampu membebaskan diri."
"Hemm, apa hubunganmu dengan Tan-taihiap, enci?"
Wajah Siang Hwi berubah kemerahan ditanya seperti itu. "Kami... kami adalah sahabat baik yang bekerja sama untuk membebaska nmu dari tempat tinggal Panglima Wu Chu. Sudahlah, nona. Engkau telah melakukan perjalanan melelahkan dan mengalami banyak hal yang menggelisahkan, harap beristirahat dan tidur."
"Bagaimana aku dapat tidur sebelum Tan-taihiap datang? Aku harus melihat dia selamat dulu dan tiba di sini," kata puteri itu dan Siang Hwi merasa hatinya tidak enak sekali. Dari sikapnya, jelas baginya bahwa sang puteri ini rupanya amat tertarik dan memperhatikan Tio ng Li. Dan ia sudah mendengar dari Tiong Li betapa pemuda itu pernah membebaska n puteri ini dari tangan seorang penculik dahulu. Mereka sudah saling mengenal. Baru menjelang pagi Tiong LI yang melarikan diri dari pintu gerbang timur itu tiba di situ. Bayangannya berkelebat dan tahu-tahu dia sudah berada di depan dua orang gadis itu.
"Tan-taihiap.....!" Sang puteri berseru gembira, bangkit berdiri dan menyongsong pemuda itu, lalu tanpa ragu dan sungkan lagi ia memegang kedua tangan Tio ng Li.
"Engkau membuatku tidak dapat tidur, khawatir kalau engkau tidak dapat lolos dari kepungan mereka! Bagaimana, taihiap? Apakah engkau sudah membunuh jahanam Wu C hu itu?"
"Tidak, nona. Aku sudah berjanji menukarkan nyawanya dan nyawa puteranya dengan dirimu dan Mestika Golok Naga!"
"Ah, sayang. Orang macam itu sebaiknya dibunuh saja!" kata sang puteri dengan kecewa. "Dan kapan engkau akan mengantar aku pulang ke istana? Sekali ini ayah tentu akan girang sekali dan engkau tidak boleh lagi menolak anugerah pemberian ayahanda Kaisar'"
"Kita tidak boleh tergesa meni nggalkan tempat ini, nona. Panglima Wu Chu tentu sedang mengerahkan pasukannya untuk melakukan pengejaran sampai di perbatasan. Bahkan mungkin dia sudah menghubungi Perdana Menteri Jin Kui untuk membantunya melakukan penangkapan terhadap diriku kalau aku berhasil melewati perbatasan. Sebaiknya untuk selama beberapa hari ini kita tinggal dulu di sini."
"Omitohud! Selamat, selamat, Tan-sicu. Engkau telah berhasil! Benar sekali, tuan puteri. Sebaiknya cu-wl tinggal di sini dulu sampai pengejaran itu mereda. Pin- ceng akan menyuruh para murid menyelidiki. Kalau sudah mereda, barulah kalian pergi meni nggalkan kuil dan kembali ke selatan," kata Ceng Ho Hweshio yang muncul dan tersenyum lebar kepada Tio ng Li.
Tiong Li memberi hormat kepada hwe-shio tua Itu. "Kalau tidak ada pertolongan dari lo-suhu, semua usaha kami akan sia-sia belaka. Juga jasa Hwi-moi tidak boleh dilupakan, ia yang telah mengawal sang puteri sampai kesini tanpa diketahui orang. Engkau memang hebat, Hwi-moi!"
Slang Hwi tersenyum dengan hati senang, la tahu bahwa kekasihnya iti sengaja memujinya untuk menyenangkan hatinya. "Ahh, aku hanya membantumu, koko. Tidak usah terlalu memujik u! Engkaulah yang hebat. Tak kusangka engkau akan dapat menawan mereka semudah itu. Dan engkau telah berganti pakaian seorang di antara penjaga. Lucu sekali. Ceritakan, koko, bagaimana engkau melakukannya?"
Sang puteri mengerutkan alisnya. Dilihatnya betapa akrab kedua orang muda itu dan dari pandang mata mereka saja ia sudah dapat tahu bahwa ada apa-apa di antara mereka!
"Ya, ceritakanlah, Tan-taihiap. Akupun ingin mendengarnya, " akhirnya ia berkata agar jangan merasa terlalu tersisih.
Tiong Li lalu menceritakan pengalamannya ketika menyandera Wu Chu dan puteranya sambil menyamar sebagai seorang peronda. Semua yang mendengarnya memuji, bahkan Ce ng Ho Hwe-shio menarik napas panjang sambil berkata. "Omitohud, engkau memang luar biasa sekali, Tantaihiap! Biarpun aku belum melihatnya sendiri, aku yaki n bahwa engkau memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Kalau boleh pin-ceng mengetahui, siapakah gurumu, sic u?" Terhadap hwe-shio yang sudah menolongnya itu, Tiong Li tidak ingin menyembunyika n keadaa n dirinya. "Saya mempunyai tiga orang guru, lo-suhu. Guru saya yang pertama adalah mendiang Pek Hong San-jin, yang kedua adalah suhu Thian Kui Lo-ji n dan ke tiga Tee Kui Lo-jin."
Ceng Ho Hwe-shio terbelalak. "Omitohud....! Pin-ceng mengenal siapa mereka! Kiranya sic u murid orang-orang sakti itu. Pantas saja kalau begitu dan pinceng merasa girang sekait dapat membantu murid mereka."
Demikianlah, setelah tinggal disitu selama sepekan dan dari para hwe-shio yang melakukan penyelidikan di peroleh keterangan bahwa ki ni tidak ada lagi pasukan yang mencari-cari mereka, Tiong Li lalu mengajak Siang Hwi dan puteri itu untuk meninggalkan kuil.
Mereka membeli tiga ekor kuda atas bantuan para hwe-shio dan mereka meni nggalkan kuil itu dengan menunggang kuda. Untung bahwa puteri Hiang Bwee biarpun tidak pandai silat akan tetapi mempunyai kegemaran ik ut ayahanda kaisar pergi berburu binatang buas sehingga ia pandai menunggang kuda.
-0oodwoo0-
Puteri dan Siang Hwi tidur sekamar ketika berada di kuil dan dalam kesempatan ini, sang puteri yang tadinya merasa cemburu kepada Siang Hwi, mendengar pengakuan Siang Hwi bahwa gadis itu saling mencinta dengan Tiong Li.Setelah mendengarkan pengakuan ini, Hiang Bwee dapat menerima kenyataan, ia adalah seorang puteri, tidak mungkin begitu saja menjatuhkan cintanya kepada setiap orang pria. Baginya, per jodohannya berada di tangan Kaisar dan ia tidak mungki n dapat memili h jodohnya sendiri.
Perjalanan itu melalui padang luas dan pada suatu hari mereka sudah tiba di daerah Kerajaan Sung. Ketika mereka menjalankan kudanya perlahan-lahan karena sudah lelah dan mencari tempat yang baik untuk mengaso, tiba-tiba muncul seorang wanita di tempat sunyi itu yang menghadang perjalanan mereka.