Kalau sang aku dirugikan, timbullah kecewa, timbullah iba diri dan duka. Kalau sang aku terancam dirugikan, timbullah rasa takut dan khawatir. Si-aku ini selalu menghendaki jaminan keamanan menghendaki kesenangan dan menghindari kesusahan. Si-aku ini mendatangkan penilaian baik buruk, tentu saja didasari untung-rugi bagi diri sendiri. Baik buruk timbul karena adanya penilaian, dan penilaian adalah pilihan si-aku, karenanya penilaian selalu didasari nafsu daya rendah yang selalu mementingkan diri sendiri. Kalau sesuatu menguntungkan, maka dinilai baik, sebaliknya kalau merugikan, dinilai buruk. Sebagai contoh, kita mengambil hujan. Baik atau burukkah hujan turun? Hujan adalah suatu kewajaran, suatu kenyataan dan setiap kenyataan adalah wajar karena hal itu sudah menjadi kodrat, menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.
Hujan baru disebut baik atau buruk kalau sudah ada penilaian. Yang menilai adalah kita, didasari nafsu daya rendah yang mengaku diri sebagai sang-aku. Bagi orang yang membutuhkan air hujan, maka hujan di sambut dengan gembira dan dianggap baik, karena menguntungkan, misalnya bagi para petani yang sedang membutuhkan air untuk sawah ladangnya. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa dirugikan dengan turunnya hujan, maka hujan itu tentu saja dianggap buruk! Padahal, hujan tetap hujan, wajar, tidak baik tidak buruk. Demikian pula dengan segala macam peristiwa atau segala macam yang kita hadapi. Selalu kita nilai, tanpa kita sadari penilaian itu berdasarkan nafsu mementingkan diri sendiri. Kalau ada seseorang berbuat menguntungkan kepada kita,
Kita menilai dia sebagai orang baik, sebaliknya kalau merugikan, kita menilainya sebagai orang jahat. Jelas bahwa penilaian adalah suatu hal yang pada hakekatnya menyimpanq dari kebenaran. Yang kita nilai baik belum tentu baik bagi orang lain, dan sebaliknya. Penilaian mendatangkan reaksi, mempe-ngaruhi sikap dan perbuatan kita selanjutnya. Dan perbuatan yang didasari hasil penilaian ini jelas tidak sehat. Dapatkah kita menghadapi segala sesuatu tanpa menilai? Melainkan menghadapi seperti apa adanya. Kalau tindakan kita tidak lagi dipengaruhi hasil penilaian, maka tindakan itu terjadi dengan spontan dipimpin kebijaksanaan. Permainan pikiran yang mengingat masa lalu dan membayangkan masa depan hanya mendatangkan duka dan khawatir, seperti yang pada saat itu dialami oleh Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li.
"Jangan bohong kau!"
Ang I Moli membentak. Yo Han yang berdiri di depannya memandang dengan sinar mata marah.
"Subo sudah berulang kali kukatakan bahwa aku tidak pernah dan tidak akan mau berbohong!"
Jawabnya dengan tegas. Mereka berada di dalam sebuah ruangan kuil tua di lereng bukit. Kuil ini belum rusak benar. Baru setahun ditinggalkan penghuninya, yaitu seorang pertapa tosu dan agaknya tidak ada yang mau mengurus kuil yang berada di tempat terpencil ini. Hanya kuil yang berada di daerah pedusunan yang makmurlah dapat berkembang dengan baik. Banyak pengunjung datang bersembahyang dan banyak dana pula datang membanjir sehingga berlebihan untuk pembiayaan kuil. Akan tetapi sebuah kuil tua di lereng bukit yang sunyi? Jauh dari dusun jauh dari masyarakat? Siapa yang mau hidup sengsara dan serba kekurangan di situ? Kuil itu kini kosong dan dalam perjalanannya pulang,
Ketika melewati tempat ini dan kemalaman, Ang I Moli mengajak Yo Han untuk melewatkan malam di tempat sunyi itu. Wanita itu masih terkenang akan kelihaian Kao Hong Li. Wanita cucu Naga Sakti Gurun Pasir itu demikian lihainya, dan suaminya, Si Bangau Putih, tentu lebih lihai pula. Ia sendiri yang ditakuti banyak orang di dunia kang-ouw, kini merasa ngeri kalau membayangkan bahaya maut yang mengancamnya ketika ia berhadapan dengan suami isteri pendekar itu. Kalau suhu dan subonya sedemikian saktinya, tentu muridnya juga telah mewarisi ilmu-ilmu yang tinggi, demikian pendapatnya. Oleh karena itu, ketika ia bertanya kepada Yo Han tentang ilmu silat, berapa banyak ilmu kedua orang gurunya yang telah dikuasainya, Yo Han menjawab bahwa dia tidak pandai ilmu silat dan tentu saja Ang I Moli menduga dia berbohong.
"Bagaimana mungkin, sebagai murid suami isteri yang lihai itu engkau tidak menguasai sedikit pun ilmu silat? Sudah berapa lama engkau menjadi murid mereka, Yo Han?"
"Sudah lima tahun, Subo."
"Hemm, apalagi sudah begitu lama. Bagaimana mungkin engkau tidak pandai ilmu silat? Bukankah engkau menerima pelajaran ilmu silat dari mereka?"
"Aku tidak pernah berlatih, Subo. Aku tidak suka ilmu silat."
Wanita cantik itu terbelalak, lalu ia memandang penuh perhatian kepada Yo Han dengan alis berkerut.
"Engkau tidak suka ilmu silat?"
Ang I Moli tertawa terkekeh-kekeh karena merasa geli hatinya.
"Kao Hong Li dan Tan Sin Hong merupakan sepasang suami isteri pendekar yang sakti, dan murid tunggalnya tidak pandai dan tidak suka ilmu silat?"
Ia tertawa-tawa lagi sampai keluar air matanya.
"Habis, apa saja yang kau pelajari dari mereka selama lima tahun itu?"
"Subo, kenapa Subo mentertawakan hal itu? Aku memang tidak suka ilmu silat, dan yang kupelajari dari Suhu dan Suboku itu adalah ilmu membaca dan menulis, membuat sajak, bernyanyi dan meniup suling, penge-tahuan tentang kebudayaan dan filsafat hidup, mempelajari kitab-kitab sejarah kuno...."
Dia terpaksa berhenti bicara karena Ang I Moli sudah tertawa lagi terkekeh-kekeh. Yo Han hanya berdiri memandang dengan alis berkerut dan mata bersinar-sinar marah. Setelah menghentikan tawanya, wanita itu mengusap air mata dari kedua matanya, lalu memandang kepada pemuda remaja itu.
"Anak baik, aku mengambilmu sebagai murid dan aku akan mengajarkan ilmu silat pula kepadamu. Bagaimana?"
Yo Han menggeleng kepalanya.
"Percuma saja, Subo. Aku tidak akan menolak segala yang kau ajarkan kepada-ku, akan tetapi aku tidak akan suka berlatih silat sehingga semua pengertian ilmu silat yang kau berikan kepadaku tidak akan ada gunanya."
Ang I Moli teringat sesuatu.
"Yo Han, kalau engkau memang sama sekali tidak pandai ilmu silat, kenapa engkau begini tabah dan berani? Padahal engkau tidak memiliki kemampuan untuk membela diri apabila diserang lawan. Bagaimana engkau menjadi begini berani?"
"Aku tidak suka akan kekerasan, kenapa mesti takut, Subo? Orang yang tidak melakukan kejahatan, tidak merugikan orang lain, tidak membenci orang lain, kenapa mesti takut? Aku tidak pernah takut, Subo, karena tidak pernah membenci orang lain."
"Yo Han, kalau engkau tidak mau belajar ilmu silat dariku, lalu kenapa engkau mau ikut dengan aku?"
Wanita itu akhirnya bertanya heran.
"Subo lupa. Bukan aku yang ingin ikut Subo, melainkan Subo yang mengajakku dan aku ikut Subo sebagai penukaran atas diri Sian Li."
Wanita itu menarik napas panjang, menggeleng-geleng kepala dan memandang dengan heran. Sungguh seorang anak laki-laki yang aneh sekali. Begitu tabah, sedikit pun tak mengenal takut, begitu teguh memegang janji, sikapnya demikian gagah perkasa seperti seorang pendekar tulen, akan tetapi, sedikit pun tidak pandai ilmu silat bahkan tidak suka ilmu silat! Akan tetapi, melihat wajah yang tampan gagah itu ia teringat akan keadaan tubuh pemuda remaja itu dan wajah Ang I Moli berseri, mulutnya tersenyum dan pandang matanya menjadi genit sekali.
"Tidak suka berlatih silat pun tidak mengapalah, Yo Han, asal engkau mentaati semua perintahku menuruti semua permintaanku."
Ia lalu menggapai.
"Engkau duduklah di sini, dekat aku, Yo Han,"
Tanpa prasangka buruk, Yo Han mendekat, lalu duduk di atas lantai yang tadi sudah dia bersihkan dan diberi tilam rumput kering yang dicarinya di ruangan belakang kuil tua itu, sebagai persiapan tempat mereka nanti tidur melewatkan malam. Akan tetapi, suaranya tegas ketika dia berkata,
"Subo, aku akan selalu mentaati perintahmu selama perintah itu tidak menyimpang dari kebenaran. Kalau Subo memerintahkan aku melakukan hal yang tidak benar, maaf, terpaksa akan kutolak!"
"Hi-hik, tidak ada yang tidak benar, muridku yang baik. Engkau tahu, aku amat sayang padamu, Yo Han. Engkau anak yang amat baik, dan aku senang sekali mempunyai murid seperti engkau."
Wanita itu memegang tangan Yo Han dan membelai tangan itu. Merasa betapa jari-jari tangan yang berkulit halus itu dengan lembut membelai tangannya, kemudian bagaikan laba-laba jari-jari tangan itu merayap naik di sepanjang lengannya, Yo Han merasa geli dan juga aneh. Jantungnya berdebar tegang dan dengan gerakan lembut dia pun menarik lengannya yang dibelai itu.
"Subo, apakah Subo tidak lapar?"
Tiba tiba dia bertanya dan pertanyaan itu sudah cukup untuk membuyarkan gairah yang mulai membayang di dalam benak Ang I Moli. Ia pun terkekeh genit.
"Hi-hik, bilang saja perutmu lapar, sayang. Nah, buka buntalanku itu, di situ masih ada roti kering dan daging kering, juga seguci arak."
Mendapatkan kesempatan untuk melepaskan diri dari belaian gurunya yang baru itu, Yo Han lalu bangkit dan mengambil buntalan pakaian gurunya, dan mengeluarkan bungkusan roti dan daging kering, juga seguci arak yang baunya keras sekali. Dia menaruh semua itu di depan Ang I Moli dan ketika merasakan betapa roti dan daging kering itu keras dan dingin, dia pun berkata,
"Subo, aku hendak mencari kayu bakar dan air."
"Eh? Untuk apa? Makanan sudah ada, minuman juga sudah ada."
"Akan tetapi roti dan daging itu keras dan dingin, Subo. Kalau dipanaskan dengan uap air tentu akan menjadi hangat dan lunak. Juga aku lebih suka minum air daripada arak. Ini aku membawa panci untuk masak air, Subo,"
Katanya sambil mengeluarkan sebuah panci dari dalam buntalan pakaiannya. Ang I Moli memandang dan tersenyum. Ia semakin tertarik kepada Yo Han dan ia harus bersikap manis untuk menundukkan hati perjaka remaja itu. Pemuda ini tidak mau menjadi muridnya dalam arti yang sesungguhnya.
Maka ia harus dapat memanfaatkan pemuda itu bagi kesenangan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang perjaka remaja yang memiliki tubuh sebaik itu akan menguntungkan sekali bagi kewanitaannya. Akan membuat ia awet muda dan kuat, juga hawa murni di tubuh muda itu akan dapat dihisapnya dan dapat menambah kekuatan tenaga dalam di tubuhnya. Selain itu, cita-citanya untuk menguasai sebuah ilmu rahasia yang selama ini ditunda-tundanya, kini akan dapat diraihnya dengan mudah! Untuk dapat menguasai ilmu rahasia itu, ia harus dapat menghisap darah murni selosin orang perjaka yang memiliki darah yang bersih dan badan yang sempurna. Kini ia telah mendapatkan Yo Han dan anak ini sudah lebih dari cukup, bahkan lebih kuat dibandingkan selosin orang pemuda remaja biasa!