"Hemmm....!"
Geramnya, akan tetapi dia masih belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah Jenderal Kao Liang benar-benar hendak mencelakakannya dan kini mengerahkan pasukannya? Kalau begitu, dia harus berkeras menuntut penjelasan mengapa jenderal itu bersikap seperti itu. Dia berdiri di tengah-tengah, sikapnya tenang dan ketika dia melihat seorang Kakek tinggi besar yang berpakaian perwira dan agaknya menjadi pemimpin pasukan itu, Kian Lee melangkah maju menghampiri.
"Apa artinya ini?"
Tanyanya dengan sikap tenang, menduga bahwa perwira ini tentulah anak buah Jenderal Kao Liang yang masih belum muncul. Perwira tinggi besar itu usianya sudah enam puluh tahun, akan tetapi kelihatan tubuhnya kokok kekar penuh dengan tenaga. Mendengar pertanyaan Kian Lee, dia tertawa.
"Ha-ha-ha, kau masih menanyakan artinya? Artinya, orang muda, bahwa engkau harus menyerah kami tangkap."
"Hemmm, mudah saja menangkap orang, Ciangkun. Akan tetapi, setiap menangkap orang harus lebih dulu jelas akan kesalahannya, bukan? Bolehkah aku tahu, apa kesalahanku maka engkau memimpin pasukan hendak menangkap aku?"
"Ho-ho, orang muda yang pandai bicara! Sudah jelas engkau membunuh banyak orang dan hendak menyembunyikan perbuatanmu dengan mengubur mereka, kini engkau masih pura-pura bertanya apa salahmu? Hayo menyerah, jangan sampai aku turun tangan dengan kekerasaan!"
Kian Lee mendengar ini dengan perasaan heran. Dia mengubur mayat-mayat yang berserakan itu karena kasihan, ternyata malah dituduh membunuh mereka itu! Akan tetapi, Jenderal Kao Liang tadi tidak menyatakan tuduhannya itu? Andaikata Jenderal Kao Liang menuduh-nya demikian, mengapa jenderal itu dan dua orang puteranya serta merta menyerang tanpa bertanya lebih dulu?
"Apakah engkau diutus menangkap aku oleh Jenderal Kao?"
Perwira itu membelalakkan matanya, agaknya terheran mendengar ucapan dalam pertanyaan ini.
"Jenderal Kao? Siapa yang kau maksudkan."
Dia sama sekali tidak pernah menduga bahwa yang di-maksudkan dalam pertanyaan pemuda itu adalah Panglima Besar Kao yang telah dipensiun, dan mengira bahwa pemuda itu maksudkan seorang jenderal lain yang she Kao.
"Jangan banyak cakap yang bukan-bukan, orang muda. Aku adalah Perwira Su Kiat yang bertugas menjaga daerah utara dari Propinsi Ho-nan ini. Engkau telah melakukan banyak pembunuhan, maka kami harus menangkapmu untuk kami hadapkan kepada Gubernur di Ho-nan untuk mempertanggungjawabkan perbuatanmu."
Diam-diam Kian Lee menjadi makin heran. Jelas bahwa perwira ini tidak pernah bertemu atau berhubungan dengan Jenderal Kao Liang! Dia hendak ditangkap karena semata-mata kelihatan mengubur mayat-mayat itu dan dituduh membunuh mereka.
"Su-ciangkun, maafkan aku, akan tetapi aku tidak membunuh mereka itu! Ketahuilah, aku adalah seorang perantau yang kebetulan lewat di sini dan melihat adanya banyak mayat manusia berserakan tak terurus, aku menjadi kasihan dan aku lalu mengubur mereka. Jangan kau menuduh aku membunuh"
"Ha-ha-ha!.... Ho-ho! Kalian dengar itu? Betapa lucunya! Mana ada orang begitu gatal tangan mengubur mayat-mayat yang begitu banyak kalau dia tidak berkepentingan langsung? Tentu kau mengubur mereka untuk menutupi perbuatanmu yang kejam. Heh, siapa namamu, orang muda?"
"Namaku adalah Suma Kian Lee."
"Hayo kau berlutut, dan menyerah kami tangkap!"
Kian Lee mengerutkan alisnya dan mengangkat dadanya.
"Su-ciangkun, aku tidak merasa bersalah bagaimana mungkin aku harus menyerah?"
"Jadi engkau hendak melawan?"
Suciangkun membentak marah.
"Aku tidak hendak melawan dan bermusuhan dengan siapapun, Ciangkun. Akan tetapi aku tidak pernah membunuh orang, maka kalau aku hendak ditangkap dengan tuduhan membunuh orang, tentu saja aku tidak mau menyerah.
"Bagus! Engkau memang pembunuh besar dan engkau bernyali besar berani menentang perintah Perwira Su Kiat!"
Perwira tinggi besar itu menengok ke kiri di mana terdapat batu menonjol dari dinding tebing.
"Lihat, apakah kepalamu lebih keras daripada ini?"
Dia mengayun tangan kanannya menampar ke arah batu menonjol itu.
"Prakkk!"
Batu itu pecah berhamburan! Melihat cara perwira itu menampar batu tahulah Kian Lee bahwa perwira itu adalah seorang ahli gwa-kang (tenaga luar) yang mengandalkan kerasnya kulit dan kuatnya otot. Dia tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Entah berapa tahun lamanya engkau melatih tanganmu sehingga sekuat besi, Su-ciangkun. Akan tetapi apakah latihan bertahun itu hanya untuk memukul pecah batu dan menakut-nakuti orang? Kalau aku memang bersalah, tanpa kau gertak pun aku akan menyerahkan diri dengan suka rela. Akan tetapi aku tidak berdosa dan tidak takut akan gertakanmu."
"Keparat, kau menantang?"
Su-ciangkun lalu menerjang ke depan, kedua tangannya menyerang dari kanan kiri sambil mengembangkan kedua lengannya yang panjang dan besar. Kian Lee tidak mau membuang waktu lagi. Melihat sambaran kedua tangan itu, dia memakai dengan tamparan tangannya ke arah pergelangan tangan yang besar itu.
"Plak! Plak! Aduhhhhh....!"
Perwira Su Kiat mengaduh-aduh karena kedua lengannya terasa panas dan lumpuh seketika.
"Hayo tangkap! Bunuh!"
Teriaknya sambil mengaduh-aduh. Anak buahnya lalu mengepung dan mulai menyerbu dengan senjata mereka.
Melihat ini, Kian Lee merobohkan beberapa orang dengan tamparan dan tendangannya, tanpa me-lukai berat, kemudian dia meloncat, tubuhnya tiba di dinding yang terjal dan di lain saat, semua orang melongo ketika melihat betapa tubuh pemuda berpakaian putih-putih itu seperti seekor cecak merayap di tembok saja. Demikian cepat gerakannya seolah-olah dia berjalan di tanah datar padahal tebing itu terjal sekali! Melihat pemuda itu dengan mudahnya melarikan diri melalui tebing yang terjal sehingga tidak ada kemungkinan lagi bagi dia dan anak buahnya untuk mengejar, Su-ciangkun lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengambil alat tiup dari kantung bajunya karena kedua tangan-nya masih lumpuh dan untuk mentup alat itu dengan keras.
Terdengar suara bersuitan berkali-kali dari lorong celah tebing itu, akan tetapi Kian Lee tidak peduli dan merayap terus sampai dia tiba di atas tebing. Akan tetapi baru saja dia melompat beberapa langkah, tiba-tiba di depannya berdiri seorang kakek yang usianya tentu sudah enam puluh tahun lebih, rambutnya yang kemerahan itu awut-awutan dan tangannya memegang sebuah guci arak, mulutnya berbau arak dan bibirnya masih basah oleh arak yang menetes-netes. Di sebelah kakek aneh ini berdiri dua orang perwira tinggi yang usianya juga sudah enam puluhan. Kakek berambut kemerahan itu memandang Kian Lee dengan sikap acuh tak acuh, akan tetapi dua orang perwira tinggi itu memandang dengan mulut tersenyum, kemudian mereka menjura ke arah Kian Lee dengan sikap hormat.
"Tidak kelirukah pendengaran kami tadi bahwa Sicu bernama Suma Kian Lee? Seorang dua perwira tinggi itu bertanya dengan sikap hormat.
"Tidak kelirukah pendengaran kami tadi bahwa Sicu bernama Suma Kian Lee?"
Seorang di antara dua perwira tinggi itu bertanya sambil menjura. Kian Lee yang melihat sikap hormat itu membalas dengan menjura sambil menjawab,
"Benar."
"Ah, kalau begitu harap Taihiap sudi memaafkan akan kelancangan Su-ciangkun terhadap Taihiap. Tentu Suma-taihiap dapat memaklumi kecurigaan Su-ciangkun yang menghadapi pembunuhan besar-besaran yang terjadi di daerah ini, dan mengira Taihiap yang melakukan pembunuhan itu. Apakah Taihiap mengerti siapa yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu?"
Kian Lee menggeleng kepalanya.
"Saya kebetulan lewat di daerah ini dan melihat tumpukan mayat, maka saya lalu menguburnya."
"Heh-heh, bijaksana bijaksana...."
Kakek yang berambut kemerahan itu berkata kepada diri sendiri, kemudian menenggak arak dari gucinya sampai mengeluarkan suara menggelogok. Akan tetapi dua orang perwira tinggi agaknya sudah biasa dengan sikap aneh ini, mnaka mereka tidak memperdulikan, melainkan berkata lagi kepada Kian Lee dengan sikap hormat.
"Kebetulan sekali Suma-taihiap lewat di daerah kami dan Paduka Gubernur kami memang memesan kepada kami agar setiap orang pendekar besar yang lewat agar dipersilakan untuk singgah, selain Paduka Gubernur hendak berkenalan dengan orang-orang handal, juga untuk menghadari pesta yang akan diadakan untuk menyambut utusan Kaisar dari kota raja. Banyak sekali tamu yang akan hadir, juga dari kalangan kang-ouw, maka kami atas nama gubernur mengundang Taihiap untuk singgah pula."