"Ha-ha-ha! Kam Han Ki, engkau maling cilik sudah terkurung. Lebih baik menyerah untuk kuseret ke depan kaki Hong-siang agar menerima hukuman!"
Suma Kiat tertawa mengejek. Hati pemuda itu menjadi panas, akan tetapi dia tidak melupakan kakak sepupunya, Menteri Kam. Kalau dia melakukan perlawanan, mengamuk sehingga membunuh para pengawal, panglima atau Jenderal Suma, tentu Menteri Kam Liong akan celaka karena bukankah dia menjadi pengawal Menteri Kam? Dia akan mencelakakan orang yang dihormatinya itu kalau dia mengamuk, maka dia mengambil keputusan untuk mencari jalan keluar tanpa membunuh orang.
"Sampai mati pun aku tidak akan menyerah kepadamu, Suma-goanswe!"
Katanya gagah sambil mencabut pedangnya juga.
"Apa? Kau hendak melawan? Serbu!"
Suma Kiat berseru dan mendahului kawan-kawannya menerjang maju dengan pedangnya berkelebat melengkung ke arah pusar Han Ki sedangkan tangan kirinya sudah mengirim totokan maut yang amat berbahaya ke arah pangkal leher.
Ilmu kepandaian Suma Kiat amatlah dahsyat dan ganas. Jenderal ini mewarisi ilmu-ilmu yang tinggi dan aneh dari ibu kandungnya. Ibunya adalah Kam Sian Eng, adik tiri Suling Emas yang pernah menjadi tokoh yang menggemparkan para datuk golongan hitam karena selain sakti juga aneh dan setengah gila, membuat sepak terjangnya aneh-aneh mengerikan dan ilmu silatnya juga dahsyat menyeramkan. Melihat serangan Jenderal itu diam-diam Han Ki terkejut. Sinar pedang yang menyerang ke arah pusarnya itu membuat lingkaran melengkung yang sukar diduga dari mana akan menyerang sedangkan totokan jari tangan kiri itu dikenalnya sebagai totokan yang bersumber dari ilmu menotok jalan darah dari Siauw-lim-pai yang amat lihai dan berbahaya, yaitu Im-yang Tiam-hoat!
"Cringgg....! Dukkk!"
Han Ki yang sudah mendengar dari Menteri Kam akan kelihaian Jenderal yang masih keluarga sendiri ini, sengaja menangkis pedang lawan dan menangkis pula totokannya sehingga dua pedang dan dua lengan bertemu susul-menyusul.
Suma Kiat terkejut karena pedang dan lengan kirinya gemetar dan tubuhnya bertolak ke belakang, tanda bahwa pemuda ini memiliki sin-kang yang amat kuat. Namun ia berseru keras dan menyerang lagi, dibantu para panglima dan pengawal sehingga di lain saat Han Ki telah terkurung rapat dan dihujani senjata dengan gencar sekali. Pemuda ini terpaksa memutar pedangnya dengan cepat, membentuk lingkaran sinar pedang yang menyelimuti seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah sehingga semua senjata para pengeroyok terpukul mundur oleh sinar pedangnya yang berkilauan. Namun, pemuda ini harus mengerahkan seluruh tenaganya karena sekali saja pedangnya terpukul miring, tentu akan terdapat lowongan dan tubuhnya akan menjadi sasaran senjata para pengeroyok yang rata-rata memiliki kepandaian tinggi itu.
Tiba-tiba Han Ki mengeluarkan lengkingan dahsyat yang menggetarkan jantung para pengeroyoknya dan membuat sebagian dari mereka ragu-ragu dan menunda gerakan senjata. Kesempatan ini dipergunakan oleh Han Ki untuk memutar pedangnya membalas dengan ancaman serangan ke arah kepala para pengeroyoknya. Demikian ganas dan cepat sambaran pedangnya itu sehingga para pengeroyoknya menjadi terkejut, cepat mengelak dengan merendahkan tubuh atau meloncat ke belakang. Kesempatan yang amat baik, pikir Han Ki dan sekali ia mengenjot tubuhnya sambil menangkis serangan susulan pedang Suma Kiat dan golok di tangan Siangkoan Lee, ia telah meloncat jauh ke kiri, ke atas wuwungan bangunan kecil di tengah taman di mana ia sering kali mengadakan pertemuan rahasia dengan Sung Hong Kwi.
"Penjahat cabul hendak lari ke mana?"
Terdengar bentakan keras dan sebatang tombak menusuknya dari kanan, sebatang pedang dari depan sedangkan dari kiri menyambar sehelai cambuk besi.
"Cringg.... tranggg.... wuuuttt!"
Han Ki terkejut bukan main dan untung dia masih dapat menangkis tombak dan pedang serta mengelak dari sambaran pecut besi. Kiranya di tempat itu telah menjaga tiga orang panglima yang kepandaiannya cukup tinggi, terbukti dari serangan-serangan tadi yang amat kuat dan cepat. Ia melempar diri ke bawah, berjungkir-balik dan langsung meloncat ke bawah, makin ke tengah mendekati Istana karena untuk lari ke pagar tembok tidak mungkin lagi, terhalang oleh pengejarnya.
"Siuuttt!"
Kembali Han Ki harus meloncat ke atas menghindarkan diri dari sambaran toya yang amat kuat, yang tadi datang menyambutnya dari bawah. Ia mencelat mundur sambil memandang. Kiranya di situ telah berjaga seorang panglima pengawal yang bertubuh tinggi besar dan memegang sebatang toya kuningan yang berat. Kini panglima itu terus menerjangnya dan toyanya yang diputar menimbulkan angin bersuitan. Han Ki mengelak ke kanan kiri dan mengerahkan tenaga lalu membabat dari samping.
"Tranggg!"
Bunga api berhamburan dan panglima tinggi besar itu berseru kaget, tubuhnya terguling lalu ia bergulingan dan baru meloncat bangun setelah agak jauh, memandang ujung toyanya yang buntung oleh sambaran pedang di tangan Han Ki tadi!
Sementara itu, Suma Kiat, Siangkoan Lee dan para panglima yang tadi mengeroyoknya, telah mengejar sampai di situ dan kembali Han Ki dikurung dan dikeroyok. Makin lama makin bertambah banyak jumlah pengeroyok karena tanda bahaya telah dipukul sehingga panglima dan pengawal yang berada di istana muncul semua! Betapapun tinggi ilmu kepandaian Han Ki, namun menghadapi pengeroyokah begitu banyak orang lihai sedangkan dia menjaga agar jangan sampai membunuh lawan, tentu saja Han Ki menjadi kewalahan. Dia memang menerima gemblengan seorang manusia sakti seperti Bu Kek Siansu, menerima pelajaran ilmu sllat yang amat tinggi,
Bahkan telah mempelajarl inti sari ilmu silat sehingga segala macam ilmu silat yang dimainkan lawan dapat ia kenal sumber dan gerakan dasarnya. Akan tetapi selama belasan tahun ini waktunya habis untuk berlatih dan belajar. Dia belum mempunyai banyak pengalaman dalam pertempuran, apalagi dikeroyok begini banyak panglima dan pengawal yang pandai! Namun, harus dipuji keuletan pemuda ini. Biarpun tubuhnya dihujani serangan senjata dari segenap penjuru, ia masih dapat mempertahankan diri, memutar pedang menangkis dengan gerakan lincah ke sana ke mari, bahkan masih sempat menggunakan tangan kirinya kadang-kadang untuk menyampok senjata lawan dan kadang-kadang menggunakannya dengan pengerahan sin-kang untuk mendorong pengeroyok sampai terjengkang atau terhuyung mundur.
Entah berapa belas orang pengeroyok yang ia robohkan dengan tendangan kedua kakinya, merobohkan mereka tanpa membunuh, hanya mematahkan tulang kaki dan mengakibatkan luka ringan saja. Jenderal Suma Kiat yang memimpin pengeroyokan ini, berulang-ulang menyumpah-nyumpah. Dia dibantu oleh pasukan pengawal, bahkan para panglima yang menjadi rekan-rekannya, yang ia tahu memiliki kepandaian tinggi, dengan jumlah seluruhnya tidak kurang dari lima puluh orang, masih belum mampu membekuk pemuda itu setelah mengeroyok selama tiga empat jam! Bahkan ada belasan orang anak buah pengawal yang roboh tertendang atau terdorong oleh pemuda itu! Benar-benar amat memalukan!
"Panggil semua panglima yang berada di luar istana! Datangkan bala bantuan pengawal luar istana!"
Bentak Suma Kiat kepada anak buahnya yang cepat melaksanakan perintah itu. Han Ki masih memutar pedangnya dan makin lama makin mendekati istana. Dia tahu bahwa tidak mungkin dia dapat bertahan terus. Tubuhnya basah kuyup, bukan oleh air kolam ikan tadi yang sudah menjadi, kering kembali melainkan dari keringatnya sendiri. Tubuhnya mulai terasa lelah dan lemas, juga amat panas seolah-olah dari dalam tubuhnya timbul api yang membakarnya. Tubuhnya sudah menerima banyak pukulan dan bacokan senjata lawan dan biarpun sin-kangnya telah melindungi tubuh sehingga luka-luka itu tidak berat, namun membuat kaki tangannya terasa linu dan berat.
"Habis aku sekali ini...."
Keluhnya diam-diam, namun ia tidak putus asa dan masih terus melawan sampai malam terganti pagi!
Telapak tangannya yang memegang gagang pedang sampai kehilangan rasa, seolah-olah telah menjadi satu dengan gagang pedangnya. Tak mungkin aku melarikan diri melalui pagar tembok, pikirnya. Pagar tembok itu tentu telah terkepung ketat. Jalan satu-satunya hanyalah sekalian masuk ke dalam istana! Kalau berada di taman terbuka ini, dia dapat dikeroyok banyak orang, akan tetapi kalau dia main kucing-kucingan di dalam istana yang banyak kamar-kamarnya dan tidak terbuka seperti di taman, tentu dia dapat membatasi jumlah pengeroyok. Siapa tahu dia dapat menyelinap dan melarikan diri, atau setidaknya bersembunyi di dalam istana yang amat besar itu. Bukankah dahulu pernah dikabarkan ada orang sakti mengacau istana hanya untuk "menyikat"
Hidangan Kaisar dan orang itu dapat bersembunyi di dapur sampai berpekan-pekan?
Dia harus dapat menyelinap ke Istana sebelum keadaan cuaca menjadi terang, pikirnya dan dengan penuh semangat Han Ki memutar pedang berloncatan ke sana sini seperti orang nekat. Semenjak dikeroyok tadi, Han Ki selalu melindungi dirinya, dan hanya merobohkan pengeroyok yang tidak terlalu kuat dengan tendangan atau dorongan kaki kiri, dan hal ini agaknya dimengerti oleh Suma Kiat dan kawan-kawannya. Akan tetapi kini pemuda itu menggerakkan pedangnya sedemikian hebat seolah-olah hendak mengamuk dan membunuh, maka para pengepungnya menjadi kaget dan jerih, otomatis meloncat mundur. Han Ki membuat gerakan ke bawah cepat sekali, tangannya menyambar segenggam pasir dan sambil berseru keras ia menyambitkan pasir itu ke depan, ke arah para pengepungnya.
"Awas senjata rahasia!"
Bentaknya, Suma Kiat dan para panglima yang berilmu tinggi dapat menyampok pasir-pasir itu runtuh tanpa berkedip, akan tetapi pengeroyok-pengeroyok yang kurang pandai, menjadi kaget dan cepat membuang diri ke bawah. Yang kurang cepat segera memekik kesakitan karena biarpun hanya butiran-butiran pasir kalau dapat menembus kulit mendatangkan rasa nyeri dan perih sekali! Ketika semua orang memandang ke depan, pemuda yang luar biasa itu telah lenyap karena Han Ki telah meloncat cepat sekali dan menerobos masuk melalui pintu yang menuju ke kompleks bangunan istana dengan merobohkan dua orang penjaga pintu itu sambil berlari. Penjaga penjaga itu terpelantlng ke kanan kiri sedangkan tombak panjang mereka patah-patah!
"Kejar! Tangkap dia, mati atau hidup!"
Suma Kiat membentak para pengawal yang sejenak melongo penuh rasa kaget dan gentar menyaksikan sepak terjang Han Ki yang benar-benar amat hebat itu. Dikeroyok begitu banyak orang pandai sampai setengah malam, masih belum dapat ditangkap bahkan kini berani memasuki istana. Tentu saja semua orang cepat menyerbu, berlumba memasuki istana, ada yang menerobos dari pintu-pintu belakang, ada pula yang meloncat naik ke atas wuwungan.
Mereka harus cepat-cepat menangkap pemuda itu karena setelah kini pemuda itu menyelinap masuk ke istana, keadaan Kaisar dan keluarganya dapat diancam bahaya! Bala bantuan dari luar Istana sudah datang dan kini puluhan orang pengawal dipimpin sendiri oleh panglima-panglima kerajaan mulai mengadakan pengejaran dan mencari Han Ki yang lenyap! Ke manakah perginya Han Ki? Han Ki yang berhasil menerobos memasuki Istana, terus berlari melalui lorong-lorong di antara kamar-kamar dan bangunan-bangunan kecil, ruangan-ruangan yang luas. Dia tidak mengenal jalan, hanya lari ke arah yang sunyi tidak ada orangnya. Napasnya terengah-engah, mukanya berkilat penuh keringat, seluruh tubuhnya berdenyut-denyut saking lelahnya dan setelah tidak bertempur lagi, terasa betapa perihnya luka-luka bekas gebukan-gebukan senjata lawan.
Tiba-tiba ia berhenti di luar sebuah kamar besar dan menyelinap di balik jendela. Ia mendengar suara wanita berliam-keng (berdoa), membaca kitab suci di dalam kamar itu. Ketika ia mengintai, tampak olehnya seorang nenek tua di kamar itu, duduk membaca kitab dihadap seorang pelayan wanita. Han Ki menjadi tegang hatinya. Ia tahu bahwa nenek itu adalah ibu suri, Ibu dari Kaisar, seorang nenek yang sudah keriputan dan tua, yang seolah-olah kini telah mengasingkan diri bersembunyi di dalam kamarnya siang malam dan kerjanya hanya membaca kitab-kitab suci. Selagi Han Ki hendak melanjutkan larinya, tiba-tiba ia mendengar suara para pengawal yang menge jarnya. Ada serombongan pengawal yang datang dari kanan. Han Ki sudah menggerakkan kaki untuk lari ke kiri, akan tetapi dari arah kiri terdengar pula suara pengawal-pengawal yang menuju ke tempat itu!
"Kita harus mengepung seluruh jalan dalam Istana, memeriksa seluruh kamar. Tak mungkin dia bisa menghilang seperti setan!"
Suara itu adalah suara Suma Kiat yang sudah datang dekat! Celaka, pikir Han Ki. Dia sudah amat lelah, tidak mungkin kuat melawan terus kalau tempat sembunyinya diketahui mereka. Dan kini, jalan dari kanan kiri sudah tertutup. Untuk meloncat ke atas menerobos langit-langit, ia tahu merupakan hal berbahaya sekali, karena para pengawal tentu tidak melupakan penjagaan di atas sehingga begitu dia muncul tentu akan disambut serangan yang berbahaya sekali.
Tiba-tiba ia mendapat akal dan didorongnya daun jendela, kemudian ia meloncat ke dalam, menutup daun jendela dan menggunakan saputangan yang tadi dipakai mengusap peluh menutupi bagian bawah mukanya agar Ibu suri tidak mengenal dia! Gerakannya begitu ringan sehingga Ibu suri yang sedang asyik membaca kitab itu tidak mendengarnya. Akan tetapi, pelayan wanita yang berlutut di depannya, tentu saja dapat melihat Han Ki yang muncul dari jendela di belakang Ibu suri, maka pelayan itu bangkit berdiri dengan mata terbelalak.
"Jahgan menjerit!"