Istana Pulau Es Chapter 46

NIC

"Akan tetapi, biasanya pendekar itu bergerak secara berterang dan merobohkan semua lawan dengan berdepan. Sebaliknya kakek itu seolah-olah hendak menghindarkan bentrokan. Agaknya memang benar dugaan Totiang, beliau adalah Bu Kek Siansu...."

Demikianlah, para tokoh itu menjadi ribut membicarakan peristiwa aneh itu dan tentu saja otomatis sayembara ditiadakan.

Betapapun juga, tidak ada yang merasa penasaran karena kalau memang benar bahwa yang membawa pergi dua orang anak perempuan itu adalah Bu Kek Siansu seperti yang mereka duga, tentu saja mereka tak dapat berbuat apa-apa. Siapakah orangnya di dunia ini yang akan mampu menandingi manusia dewa itu? Maya dan Siauw Bwee masih terheran-heran dan mereka melongo memandang wajah kakek berambut panjang putih yang menggandeng tangan mereka. Tadi, ketika mereka ketahuan dan dikejar, mereka tiba di pintu dan tahu-tahu tubuh mereka seperti ditarik keluar. Tahu-tahu mereka telah digandeng oleh seorang kakek dan mereka meluncur ke depan dengan kecepatan yang mengerikan.

Tentu saja Maya dan Siauw Bwee tahu bahwa mereka dikejar-kejar, bahkan telinga mereka yang terlatih telah mendengar menyambarnya banyak senjata rahasia dari belakang, akan tetapi kakek tua renta itu masih enak-enak saja berjalan! Langkah kakek ini biasa saja, akan tetapi mengapa tubuh mereka meluncur ke depan seperti angin cepatnya? Mereka berdua adalah anak-anak yang sejak kecil digembleng ilmu silat dan banyak mendengar akan orang-orang sakti, maka mereka dapat menduga bahwa tentu mereka tertolong oleh seorang kakek yang sakti. Akan tetapi, mereka tidak tahu orang macam apakah kakek yang menolong ini. Seorang baik-baikkah? Ataukah jangan-jangan seorang manusia iblis yang lebih jahat daripada sekumpulan manusia sesat tadi!

"Kong-kong (Kakek), engkau siapakah?"

Tanya Siauw Bwee, agak sesak napasnya karena gerakan yang amat cepat meluncur ke depan seperti terbang itu membuat orang sukar bernapas. Akan tetapi kakek itu tidak menjawab, seolah-olah tidak mendengar pertanyaan ini. Masih melangkah satu-satu dan wajahnya tegak memandang ke depan, kedua tangan menggandeng tangan Siauw Bwee dan Maya. Kedua orang anak perempuan itu menengadah, menanti jawaban yang tak kunjung datang. Maya menjadi curiga dan tidak sabar.

"Kakek yang aneh, kalau engkau tidak suka bicara dengan kami, mengapa engkau membawa kami lari dari mereka?"

Kembali kakek itu tidak menjawab sama sekali.

"Enci Maya, jangan-jangan dia tuli!"

Siauw Bwee berkata tak lama kemudian setelah dinanti-nanti tetap tidak ada jawaban dari kakek tua renta itu.

"Hemm, kalau hanya tuli masih untung! jangan-jangan dia ini malah lebih jahat daripada Bengcu dan kawan-kawannya tadi. Celaka, kita terjatuh ke tangan manusia Iblis!"

Kata Maya, suaranya mulai ketus karena marah.

"Anak-anak, kalian menghadapi urusan besar, harap jangan lengah dan bergantunglah kepada tanganku. Kalau kalian ingin tahu, orang-orang menyebut aku orang tua Bu Kek Siansu."

"Ohhh....!"

Siauw Bwee melongo.

"Ahhh....!"

Maya juga berseru dengan mata terbelalak!

Kedua orang anak perempuan ini sudah mendengar penuturan orang tua masing-masing, akan seorang manusia dewa yang kesaktiannya luar biasa, bernama Bu Kek Siansu yang muncul dan lenyap tanpa ada yang tahu bagaimana caranya. Bahkan ilmu-ilmu silat keluarga Suling Emas, yaitu sebagian kecil yang pernah mereka pelajari, bersumber daripada pemberian manusia dewa ini. Tak terasa lagi hati mereka menjadi besar, akan tetapi juga dengan hormat dan takut. Mereka mentaati permintaan kakek itu, mencurahkan perhatian ke depan dan tidak bertanya-tanya lagi! Bahkan Maya yang biasanya liar ini kini menjadi jinak! Mereka menyerahkan nasib mereka sepenuhnya kepada kakek itu dan ketika kakek itu mempercepat langkahnya sehingga mereka merasa pening, dua orang anak perempuan ini lalu memejamkan mata.

Dengan ilmu kepandaian yang tinggi, Han Ki berhasil menyelinap ke dalam taman bunga di istana, melompati pagar tembok yang tinggi setelah memancing perhatian para peronda dengan melemparkan batu ke sebelah barat. Ketika para peronda itu, perhatian mereka terpecah dan kesempatan itu dipergunakan Han Ki melompati pagar tembok dan menyelinap ke bawah pohon-pohon menuju ke taman bunga. Jantungnya berdebar keras dan ia tahu bahwa dia melakukan hal yang amat berbahaya dan gawat. Puteri Sung Hong Kwi, kekasihnya, kini telah diputuskan menjadi jodoh orang lain, bahkan di halaman tamu istana Kaisar sendiri sedang menjamu urusan-urusan Raja Yucen calon suami Hong Kwi. Akan tetapi, dengan nekat dan berani mati dia menyelundup ke dalam taman untuk menemui kekasihnya itu seperti biasa dahulu ia lakukan.

Hal ini adalah karena dorongan ucapan Maya yang membesarkan semangat. Hebat bukan main bocah itu, pikir Han Ki sambil tersenyum. Besar hatinya. Dia harus bertemu dengan Hong Kwi. Benar kata Maya, biarpun dia itu masih belum dewasa. Kalalu memang Hong Kwi mencintainya, mengapa mereka tidak melarikan diri saja berdua? Urusan perjodohan adalah selama hidup, bagaimana ia dapat dipaksa! Jantungnya berdebar makin tegang ketika dari tempat sembunyinya di balik sebatang pohon besar, dia melihat kekasihnya yang mengenakan pakaian indah sekali, pakaian baru calon mempelai, dari sutera berwarna-warni, dangan hiasan rambut terbuat dari permata, terhias mutiara, yang membuat kekasihnya nampak makin cantik gilang-gemilang sehingga mendatangkan keharuan di hati Han Ki.

Puteri Sung Hong Kwi sedang duduk di atas bangku marmer di dekat kolam ikan yang penuh dengan bunga teratai putih. Ikan-ikan emas berenang ke sana ke mari, berpasang-pasangan. Melihat ini, teringatlah Hong Kwi akan pertemuan-pertemuannya yang penuh kasih sayang, penuh kemesraan dengan pemuda idamannya, Kam Han Ki! Dia mendengar betapa kekasihnya itu melakukan tugas keluar, tugas yang amat berbahaya. Kekasihnya belum juga pulang dan tahu-tahu ia akan diberikan kepada Raja Yucen yang belum pernah dilihatnya. Teringat akan ini, dan melihat betapa ikan-ikan emas itu berenang berpasangan, kadang-kadang bercumbu dan berkasihkasihan, tak tertahan pula kesedihannya dan Puteri Sung Hong Kwi menutup mukanya dengan ujung lengan bajunya yang panjang, menangis tersedu-sedu!

"Han Ki-koko....!"

Gadis bangsawan itu menjerit lirih, lirih sekali tertutup isaknya, namun masih dapat ditangkap oleh telinga Han Ki dan tak terasa lagi dua butir air mata terloncat ke atas pipi pemuda itu. Seorang pelayan wanita yang Han Ki kenal sebagal satu-satunya pelayan yang paling dikasihi dan setia kepada nona majikannya, berlutut dan mengelus-elus pundak nona majikan itu sambil ikut menangis. Han Ki tak dapat menahan keharuan dan kerinduan hatinya lebih lama lagi menyaksikan kekasihnya menangis sedemikian sedihnya. Ia meloncat keluar dan berlutut di depan kaki Sung Hong Kwi.

"Dewi pujaan hatiku.... kekasihku...., Hong Kwi....!"

Pelayan itu cepat bangkit berdiri dan pergi dari tempat itu, kedua pipinya masih basah air mata dan dadanya masih terisak-isak. Hong Kwi mengangkat mukanya perlahan, ketika ia memandang wajah Han Ki yang berada di dekat didepannya, matanya yang basah terbelalak, ia takut kalau-kalau pertemuan ini hanya terjadi dalam alam mimpi. Kemudian ia menjerit lirih dan menubruk, merangkul leher pemuda itu.

"Koko.... ah, Koko....! Aku.... aku telah...."

Han Ki mengangkat tubuh kekasihnya dan memangkunya, sambil duduk di atas bangku Hong Kwi menyandarkan pipinya di dada Han Ki sambil menangis tersedu-sedu. Han Ki membelai rambutnya, dahinya, kemudian menunduk dan menciumi wajah kekasihnya, menghisap air mata mengalir deras sambil berbisik.

"Aku tahu, Dewiku. Aku tahu kesemuanya yang telah menimpa dirimu. Karena itulah aku datang mengunjungimu malam ini...."

"Aduh, Koko.... bagaimana dengan nasibku....? Bagaimana cinta kasih kita? Kita sudah saling mencinta, saling bersumpah sehidup semati di bawah sinar bulan purnama! Bagaimana....?"

Ia tersedu kembali.

"Jangan berduka, Hong Kwi. Aku datang untuk mengajakmu pergi. Mari kita pergi dari sini sekarang juga!"

"Aihhh....!"

Puteri bangsawan itu terkejut sekali, tersentak duduk dan memandang wajah kekasihnya penuh selidik,

"Kau maksudkan.... minggat?"

"Mengapa tidak? Bukankah kita saling mencinta?' Han Ki teringat akan ucapan Maya, seolah-olah bergema suara anak perempuan itu di telinganya di saat itu.

"Kita pergi bersama, takkan saling berpisah lagi selamanya. Kita pergi jauh dari sini dan aku akan melindungimu sebagai suami yang mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku. Marilah, Hong Kwi....!"

"Tidak! Tidak bisa begitu, Koko....! Aku lebih baik mati. Lebih baik kaubunuh saja aku sekarang ini. Aahhh, untuk apa aku hidup lebih lama lagi....? Koko, kau bunuhlah aku....!"

Han Ki memeluk kekasihnya dan dia menjadibingung. Ia dapat memaklumi isi hati kekasihnya. Kekasihnya adalah seorang puteri Kaisar, tentu saja tidak bisa lari minggat begitu saja karena hal ini selain akan menyeret namanya ke dalam lumpur hina, juga akan mencemarkan nama Kaisar dan karenanya membikin malu kerajaan!

"Hong Kwi, aku tidak melihat jalan lain kecuali membawamu lari dari sini menjauhi segala kesusahan ini. Apakah engkau melihat jalan lain yang lebih baik, Hon Kwi kekasihku?"

"Ada jalan yang lebih baik Koko!"

Tiba-tiba gadis bangsawan itu kelihatan bersemangat dan biarpun kedua pipinya masih basah, namun sepasang pipi itu sekarang menjadi kemerahan, merah jambon berbeda sekali, dengan bibirnya yang merah segar, dan matanya, berseri-seri aneh.

"Koko, aku telah bersumpah hanya mencinta kau seorang, mencinta dengan seluruh, jiwa ragaku. Jiwa dan hatiku selamanya adalah kepunyaanmu, tidak dapat dirampas oleh siapapun juga. Akan tetapi tubuh ini... ah, bagaimana aku dapat membiarkan tubuhku dimiliki orang lain? Engkaulah yang berhak memiliki, Koko! Aku menyerahkan tubuhku kepadamu, ahhh.... kalau tak terhimpit seperti ini, sampai mati pun aku tidak akan dapat bicara seperti ini, Koko... ambillah tubuhku.... barulah aku akan dapat menahan hatiku kalau tubuhku dimiliki orang lain, secara paksa!"

Han Ki meloncat turun dari bangku dan melangkah mundur dua tindak. Mukanya pucat sekali dan bulu tengkuknya berdiri! Sampai lama dia tidak, dapat berkata apa-apa hanya memandang wajah gadis yang dicintanya itu.

"Bagaimana, Koko....? Apakah.... apakah cintamu tidak cukup besar untuk memenuhi permintaanku terakhir ini?"

Hong Kwi juga bangkit berdiri dan menghampiri Han Ki, merangkul pinggangnya sehingga tubuh mereka merapat.

"Tidak, Hong Kwi! Tidak mungkin itu! Aku.... ah...., janganlah mengajak aku menjadi seorang pria yang keji dan kotor! Lebih baik aku mati daripada mengotori dirimu yang murni! Tidak, betapapun besar hasrat hatiku, betapa darahku telah mendidih bergolak pada saat ini dengan kerinduan dan kemesraan sepenuhnya, betapa nafsu berahiku terhadapmu! sudah hampir menggelapkan mataku, namun.... aku.... aku tidak akan melakukan hal itu, Hong Kwi!"

"Kalau begitu, bagaimana baiknya.... Koko? Ahhh, engkau membuat aku makin putus asa dan menderita...."

Gadis bangsawan itu terisak-isak lagi sambil berpelukan dengan Han Ki. Han Ki mengelus-elus rambut yang halus hitam dan harum itu.

"Kekasihku, pujaan hatiku, nasib kita boleh buruk, hati kita boleh tersiksa, namun semua itu tidak boleh menggelapkan kesadaran kita. Kalau engkau suka pergi denganku, biarpun hal ini merupakan pelanggaran besar, namun kita akan dapat hidup bersama menanggung semua akibat bersama pula, maka aku mengajakmu minggat. Adapun kalau menurutkan permintaanmu tadi, aku menjadi seorang lakl-laki hinadina, setelah melakukan pelanggaran suslia, menikmati pelanggaran, mencemarkan dan menodaimu, lalu pergi begitu saja, membiarkan engkau yang akan menanggung semua akibatnya! Betapa hina dan rendahnya apalagi terhadap engkau satu-satunya wanita yang kucinta didunia ini!"

"Aduhhh, Koko.... bagaimana baiknya....?"

"Hong Kwi kelahiran, perjodohan dan kematian merupakan tiga hal yang tidak dapat diatur oleh manusia karena sudah ada garisnya sendiri. Keadaan sekarang ini membuktikan bahwa Thian tidak menghendaki kita menjadi suami isteri, atau jelasnya, kita tidak saling berjodoh, betapapun murni cinta kasih yang terjalin antara kita. Memang sudah nasib kita.... ah, Hong Kwi...."

Dua orang yang dimabok cinta dan kedukaan itu, seperti tergetar oleh sesuatu, tertarik oleh tenaga gaib, saling mencium dengan perasaan penuh duka, haru dan cinta tercampur menjadi satu.

"Aduhhh.... Sri Baginda datang...."

Bisikan yang keluar dari mulut pelayan itu membuat sepasang orang muda yang sedang berpelukan dan berciuman itu terkejut sekali dan saling melepaskan pelukannya.

"Koko....! Cepat.... Bersembunyi...."

Hong Kwi berseru lirih.

"Di mana....? Lebih baik aku pergi saja...."

Posting Komentar