Golok Sakti Chapter 49

NIC

Boen it Kong ada satu pendekar ulung dibagian barat daya. Mendengar keponakannya berkelakuan tidak baik, maka Boen Kay Teng dipanggilnya. Ia diberikan pelajaran ilmu silat yang tinggi oleh sang paman, tapi kenyataannya ia tidak bisa merubah kelakuannya yang jelek. Ia telah berkawan dengan orang-orang yang jalan hitam (jahat), dan namanya terkenal dalam kalangan orang jalan jahat itu.

Ia malang melintang dalam kalangan rimbah hijau sudah sepuluh tahun maka orang sudah tahu benar kelakuannya yang buruk. tapi kelihatan banyak pendekar kawakan sungkan berurusan dengannya karena mengingat akan pamannya yang namanya sangat dimalui dalam kalangan kangouw.

Dua lawan setelah berhadapan saling menyilahkan untuk mulai menyerang.

Li Dho telah menyerang lebih dahulu. Serangannya dahsyat sekali, hingga lawannya tidak berani menyambuti keras lawan keras. Dengan menggunakan tipu serangan "Koan Kong buka baju" Boen Kay Teng telah menangkis serangan Li Dho.

Jago dari Tibet itu mainkan ilmu pukulan Toa ciu-in (cap telapakan tangan), dengan telapakan tangannya mencecer musuhnya hebat sekali, hingga suara angin serangan sampai terdengar nyaring. Boen Kay Teng kelihatan terputar-putar mengelilingi panggung untuk meluputkan diri dari serangan dahsyat lawannya.

Li Dho dan kawannya Phadho Ka datang turut meramaikan pertandingan adu silat di-Seng Kee Po, belum ketahuan mereka ditempatnya itu ada masuk partai mana maka Seng Eng selalu menaruh curiga kepada mereka.

Boen Kay Teng yang terus menerus dicecer musuhnya, menjadi kewalahan- Dalam hatinya menjadi nekad, ia lalu menyerang dengan senjata gelapnya kepada sang lawan hingga semua orang menjadi kaget. Dalam gebrakan pertama itu hanya dibolehkan menggunakan tangan kosong bertanding, tidak menggunakan senjata apalagi senjata gelap. Maka perbuatannya Boen Kay Teng tadi ada melanggar peraturan.

Li Dho tidak takut senjata gelap, karena ia berilmu Thian-Hong-leng (sisik naga sakti), ilmu ini dapat memunahkan serangan senjata gelap macam apa juga. Maka ketika melihat lawannya menyerang dengan senjata gelap. ia mendekam badannya untuk meluputkan diri, tapi ternyata kejadiannya tidak seperti yang ia duga.

Hanya terdengar suara tertahan keluar dari mulutnya dua orang itu kemudian berpisahan Boen Kay Teng mundur sanapai tujuh- delapan tindak dan malah tubuhnya telah terpelanting kebawah luitay.

Li Dho hanya mundur dua tindak. berdiri tegak. tapi mukanya sudah pucat pasi, terang ia sudah terluka dibagian dalamnya.

Phua Do Ka, temannya Li Dho sudah lantas melesat naik keatas luitay, menanyakan keselamatannya sang kawan- Tiba tiba Li Dho telah memuntahkan darah segar dari mulutnya badannya nampak limbung hendak jatuh kalau tidak keburu dibimbing oleh Phua Dho Ka, ya menjadi marah sekali kawannya sudah dicurangi musuhnya.

Diatas luitay itu telah diketemukan senjata gelapnya Boen Kay Teng yang berupa cincin- Dalam bahasa tibet Li Dho berkata pada kawanannya.

"Suheng, rupanya ajalku sudah sampai disini. Kalau aku mati, harap suheng bawa mayatku pulang." Belum lampias bicaranya, ia sudah lantas memuntah lagi darah segar.

Boen Kay Teng setelah terpelanting dan bangun lagi, ia mencari sebuah kursi untuk ia beristirahat, napasnya kelihatan sudah empas-empis sangat keras- Ia terluka parah didalam. Ia merapatkan matanya untuk memulihkan tenaganya kembali.

Seng Eng dan Pek Boe Taysu sudah lompat keatas luitay untuk memeriksa keadaan Li Dho, sementara Phua Dho Ka sudah jadi gemas sekali pada Boen Kay Teng yang curang dan tanpa memperdulikan kawannya ia sudah lompat turun dan menghampiri Boen Kay Teng yan sudah tidak berdaya hendak dibunuhnya.

Tapi niatnya dihalang halangi Song coe Ki dan dua saudara oet-ti yang menghibur, supaya Phua Dho Ka jangan menuruti napsu hatinya saja. Urusan dapat didamaikan, bagaimana baiknya sebab Li Do tokh belum mati.

Seng Eng melihat keadaan Li Dho sudah lantas mengeluarkan obat pilnya yang mustajab untuk menyembuhkan luka didalam. kemudian turun dan memberikan juga obat pil itu kepada Boen Kay Teng yang keadaannya sudah setengah mati.

Pertandingan telah berakhir sampai disitu saja. Penonton kasak-kusuk menyalahkan kepada satu diantaranya, ada juga yang menyalahkan pada dua duanya.

Boen Kay Teng bersalah sudah menyerang dengan senjata gelapnya, sedang Li Dho dipersalahkan sudah keterlaluan mendesak pada lawannya yang sudah kewalahan. Sementara itu tiba-tiba terdengar co Goen Tiong berkata.

"Saudara yang hendak berlomba mengambil batu Hwe giok, perhatikan padasyarat yang telah dikatakan tadi, Sekarang tanggal sembilan belas bulan delapan, jam setengah lima sore, besok pada hari begini siapa saja diantara kalian yang datang lebih dahulu di-sini dengan membawa batu Hwe- giok dianggap dia yang menang dalam perlombaan ke puncak si ban-leng goa Pek cong-tong. Tegasnya, dalam tempo sehari semalam kalian semuanya sudah berada disini, dalam keadaan masih segar atau terluka, mengerti semua?" Tiga orang yang hendak berlomba itu telah anggukkan kepala.

"Ya masih ada yang penting untuk peringatkan." kata lagi co Goen Tiong, "masing-masing tidak boleh membawa pembantu. Yang mengantarkan boleh, tapi tidak boleh melewati batas lembah Liu-soa kok." Tiga pemuda itu pada anggukkan kepala.

Mereka tak tahu seluk beluknya tempat itu, main sanggup saja. Tapi untuk yang- mengetahui bagaimana seramnya keadaan ditempat yang hendak dituju itu, merasa bergidik dan berdiri bulu romanya.

Souw Kie Han, orang tua yang mengasingkan diri dalam goa Pekcong itu tabiatnya sangat kukway, tidak mau kalah dengan siapa juga dalam ilmu silat.

Siapa yang bertempur dengannya pasti kalah dan mati. ia sangat kejam dan telengas, sudah tersohor dalam rimba persilatan-

Lain daripada itu, juga dipuncak Si-ban leng yang hidup disitu hanya sebangsa kutu-kutu dan binatang-binatang yang berbisa saja. Sekali orang kena digigit atau di antuk oleh ular atau binatang kutu pasti akan binasa, maka semua yang tahu bagaimana berbahayanya ditempat itu, pada menguatirkan akan keselamatannya tiga pemuda itu.

Seng Giok cin dengan bersenyum menggiurkan telah berkata pada tiga pemuda itu, "Ya, aku dengan adik Hong mendoakan kalian selamat. sekarang kami mohon diri dahulu ada sedikit urusan- Besok sore pada hari begini, kami harap kalian dapat kembali dengan tidak kurang suatu apa dan membawa Hwe giok untuk dihadiahkan kepada adik Hong Jie."

Sambil berkata ia menarik tangannya Kim Hong Jie diajak berlalu dari situ, dengan sedikitpun tidak merasa kuatir akan keselamatannya tiga pemuda itu.

Tiga pemuda yang tidak akan menempuh bahaya, hanya tertawa saja melihat dua jelita itu mengundurkan diri dan lenyap bayangannya dari pandangan mereka. Kemudian mereka bersiap-siap hendak melakukan perjalanan sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh co Goen Tiong.

Kong Soe Jin lalu menarik tangannya sang adik dan berbisik dikupingnya.

"Sute sudah terlanjur kau menyanggupi, biar bagaimana juga harus menghadapi bahaya, kau tak dapat mundur lagi. Hanya aku memesan kau lebih baik mati di tangan orang tua penyepi atau

oleh binatang berbisa disana dari-pada kau kena dicelakakan oleh dua pemuda yang menjadi saingan kau berlomba."

"Toako, kau jangan kuatir." jawab Kong Soe Tek. "aku akan menjaga diriku sebaik-baiknya. Legakan hatimu. Apa kau takut aku kalah berusaha?"

"Bukan itu maksudku. Kalau menang tidak menjadi soal, hanya aku tidak puas kalau dirimu nanti dianiaya oleh dua orang licik itu."

"Aku paham. Mereka itu ada orang-orangnya "Perserikatan Benteng Perkampungan- tapi aku sudah siap saja, aku tidak takut. Legakan hatimu toako, aku juga mendoakan toako tidak mengalamkan kesulitan apa-apa sementara aku tidak berada didamping mu." Kong Soe Jin merasa sedih mendengar perkataannya sang adik.

Ia tidak tahu apakah perpisahan dengan sang adik ini nanti akan berjumpa pula dengan selamat atau sang adik mengalamkan bahaya yang tidak diingini? Kong Soe Jin kelihatan berat sekali melepaskan adiknya.

Sementara itu tampak Sa Kie Sang juga bercakap-cakap dengan ciauw Hauw, sedang Khoe cong kasak kusuk dengan Hui Seng Kang.

Setelah tiga pemuda yang hendak berlomba itu berunding sebentaran, Kong Soe Jin ajak adiknya untuk berangkat terlebih dahulu.

Terdengar Hoan SiangJle dan Kun-lun Pay mengucapkan doa restunya.

"Ya, saudara Kong, aku bantu mendoakan semoga kau nanti kembali dengan kemenangan dan selamat walaftat..."

"Terima kasih" jawab Kong Soe Tek.

Kemudian dengan diantar oleh engkonya Kong Soe Jin dan Hoan Siang Jie, berangkatlah Kong soe Tek terlebih dulu.

sekarang mari kita ajak pembaca melihat Ho Tiong Jong.

Ketika dua nona jelita yang mempesonakan hatinya sudah berlalu, Ho Tiong Jong girang bercampor masgul. Girang karena totokannya sudah terbuka dan masgul karena dengan cara bagaimana ia memutuskan rantai yang membikin dirinya tidak merdeka ? Dalam keadaan bingung. tiba-tiba ia mendengar suaranya co Kang cay berkata.

"Hei, bocah, legakan hatimu, aku lihat dua nona itu tidak akan membunuhmu. Nah, sekarang coba lihat, barang apa yang si nona berikan padamu tadi."

Ho Tiong Jong baru jengah. Barusan ketika Kim Hong Jie membuka totokannya, bergerak menyesapkan suatu benda ditangannya. ia segera memeriksa, kiranya benda itu ada kikir kecil yang dapat mengikir putus rantai yang membelenggu dirinya. Ho Tiong Jong kegirangan.

"Terima kasih, adik Hong." katanya dalam hati. Lalu berkata pada co Kang cay. "Dia memberi kikir untuk mengikir rantai."

"Bagus, bagus Untungmu sangat bagus bocah ..." co Kang cay ketawa terkekeh kekeh. Sambil mergerjakan tangannya, Ho Tiong Jong pasang omong dengan co Kang cay.

Antaranya ia berkata "Lopek, aku ingin lekas-lekas keluar dari sini. Bagaimana, kalau umpamanya aku sudah merdeka dan hendak keluar, apakah lopek mau turut aku?"

"Bocah, "jawab co Kang cay "hatimu mulia sekali, cuma sayang aku sudah tua, tidak ada gunanya lagi hidup beberapa tahun."

"Tapi aku ingin kau ikut aku keluar."

"Tidak. Dengan adanya aku, tapi memberabekan kau bergerak."

"Apa pun yang akan terjadi, aku harus menolong lopek keluar bersama-sama dari neraka ini. Aku harap kau suka menerima bantuanku yang tidak berarti ." Co Kang Cay menghela napas. Agaknya ia terharu akan kebaikan hati si anak muda.

Ketika Ho Tiong Jong menanyakan tentang jalanan rahasia untuk keluar dari kamar tahanan itu, tiba-tiba terdengar seperti ada tindakan kaki yang mendatangi.

Sebentar lagi. tampak ada terbuka sebuah lubang pada pintu kamar, sepasang mata yang bersinar mencorot kedalam. Ho Tiong Jong tidak tahu siapa orang itu, tapi ia tidak perduli. Ia pura-pura tidak tahu ada orang yang mengintai dari lubang tersebut. Kemudian lubang itu telah tertutup kembali.

Dalam hati Ho Tiong Jong berpikir. "Kenapa orang sangat perhatikan diriku? Aku biar bagaimana harus membawa keluar Co lope dari sini. Kalau aku keluar sendiri, mana aku bisa pergi ke kota Yang cio untuk menikmati keindahan bangunan istimewa seperti yang dibicarakan oleh Tio lopek?" Lalu Keduanya tidak berkata-kata, Ho Tiong Jong yang memecahkan kesunyian.

"Co lopek, kau jangan kuatir. Kalau aku lolos, kau juga harus lolos"

"Hai, bocah, hatimu memang sangat mulia. Aku sebenarnya sudah tua dan tidak ada gunanya lagi, cuma saja aku sudah mempelajari itu bangunannya istimewa di Yang-co dua puluh tahun lamanya, kalau aku tidak bisa membuktikan kepandaianku untuk mendapatkan jalan masuk kedalam bangunan gunung-gunungan itu, memang aku mati juga rasanya sangat penasaran-"

Hatinya Ho Tiong Jong tergetar mendengar kata-katanya si orang tua.

Sambil terus mengerjakan kikirnya untuk membebaskan diri dari rantai. Ho Tiong Jong menanyakan jalan keluar dari situ.

Menurut keterangan Co Kang Cay, untuk dapat keluar dari kamar tahanan itu orang harus melalui s ebuat selokan yang mempunyai beberapa tikungan- Harus diperhatikan bilukan-bilukan itu jangan sampai salah membiluknya, barulah bisa keluar dari kamar tahanan yang tidak enak itu.

Selagi mereka asyik pasang omong tiba-tiba terdengar orang menanya dengan suara keras. "Hei, apakah didalam betul ada Ho Tiong Jong ?"

"Ya, betul aku Ho Tiong Jong." jawabnya.

Tidak lama, pintu kamar tahanan telah terbuka dan muncul seorang berjenggot putih, matanya berkilat kilat mengawasi Ho Tiong Jong. ia berkata perlahan-

Posting Komentar