"Ahhh, mengapa kau menjadi sungkan begini? Kita bersama telah mempunyai kewajiban masing-masing sehing-ga tentu saja telah sibuk dengan pekerjaan. Kamu pun hanya kebetulan saja lewat di kaki Pegunungan Heng-san, maka aku teringat kepadamu dan mengajak kedua anakku untuk mendekati Pegunungan Hengsan mencarimu."
"Terima kasih, engkau baik sekali, Lu-san Lojin. Akan tetapi, kalau boleh aku mengetahui, kalian datang dari manakah?"
Lu-san Lojin menarik napas panjang dan menoleh kepada puteranya, memandang puterinya seolah-olah minta ijinnya, Swi Liang menganggukan kepalanya kepada ayahnya, dan menunduk. Dianggap oleh pemuda ini bahwa Pat-jiu Kai-ong adalah seorang sahabat baik ayahnya, bahkan seperti saudara sendiri, maka tidak ada salahnya kalau raja pengemis itu mengetahui urusannya. Siapa tahu raja pengemis itu dapat membantunya.
"Kami baru saja datang dari Lokyang, melakukan perjalanan sejauh itu dan ternyata sia-sia belaka perjalanan kami untuk mencari Tee-tok Siangkoan Houw."
"Tee-tok Siangkoan Houw? Ah, ada urusan apakah engkau mencari racun bumi itu, Lu-san Lojin?"
"Sebetulnya urusan lama, urusan perjodohan, semenjak kecil, antara Tee-tok dan aku telah terdapat persetujuan untuk menjodohkan puteraku Bu Swi Liang ini dengan puterinya yang bernama Siangkoan Hui. Akan tetapi, setelah keduanya menjadi dewasa, tidak ada berita dari Tee-tok sehingga hatiku merasa khawatir sekali. Aku sudah berusaha mencarinya, namun selalu sia-sia. Akhir-akhir ini aku mendengar bahwa dia berada di Lokyang, akan tetapi setelah jauh-jauh kami bertiga mencarinya di sana, ternyata dia tidak berada di sana pula. Hemm, sikap orang tua itu masih selalu aneh dan penuh rahasia."
"Ha-ha-ha, ala salahmu sendiri! mengapa mengikat perjanjian dengan seorang iblis seperti Tee-tok?"
"Pat-jiu Kai-ong, jangan bergurau. Ini urusan yang penting bagi kami, karena itu, kami mengharap bantuanmu yang mempunyai banyak anak buah, agar suka menyelidiki di mana kami dapat bertemu dengan Tee-tok Siangkoan Houw."
"Baik, baik... jangan khawatir. Akan kusuruh anak buahku menyelidikinya, dan kalian bermalamlah di sini, jangan tergesa-gesa pulang."
Lu-san Lojin menggeleng kepala.
"Sudah terlalu lama kami meninggalkan pondok, kami hanya dapat bermalam untuk satu malam saja. Besok pagi-pagi kami harus melanjutkan perjalanan."
"Semalaman cukuplah, Biar kupergunakan untuk menjamu kalian sepuas hatiku."
Tiba-tiba terdengar suara hiruk pikuk di luar istana raja pengemis itu. Tak lama kemudian dua orang pengawal pribadi Kai-ong masuk dengan muka pucat dan kelihatan takut.
"Ada apa? mau apa kalian meng-ganggu kami?"
Kai-ong membentak marah dan menurunkan cawan araknya keras-keras ke atas meja sehingga meja itu tergetar.
"Pangcu... ampunkan kami berdua... terpaksa kami mengganggu karena ada peristiwa yang amat aneh dan mengkhawatirkan kami semua."
"Apa yang terjadi? Hayo cepat ceritakan."
Dengan wajah ketakutan, seorang di antara dua orang pengawal itu lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi di luar istana. Karena Pangcu sedang menjamu tamu, para pengawal menjaga di luar dan mereka sedang mengagumi seekor ayam jago kesayangan Pat-jiu Kai-ong. Raja pengemis itu memang suka sekali memelihara ayam jago dan kadang-kadang mengadunya. Pagi hari itu seperti biasa, seorang pelayan memandikan dan memberi makan ayam jago itu, dan memuji-mujinya sebagai jago peranakan tanah selatan yang amat baik. Tiba-tiba ayam jago itu menggelepar di dalam kedua tangannya, darah muncrat dan ayam itu mati, dadanya ditembusi sehelai benda lembut yang kemudian ternyata adalah sebatang daun! Di tangkai daun itu terdapat sehelai kain yang ada tulisannya.
"Kami telah meloncat dan mencari di sekeliling, akan tetapi tidak ada bayangan seorang pun manusia, Pangcu. Agaknya hanya iblis saja yang dapat menggunakan sehelai daun untuk menyambit dan membunuh ayam jago dan...."
"Cukup!"
Raja pengemis itu marah sekali mendengar jagonya dibunuh orang.
"Kalian tolol semua! Mana kain yang ada tulisan itu!"
Kepala pengawal yang mukanya penuh bewok itu dengan kedua tangan gemetar, menyerahkan sehelai kain putih kepada ketuanya. kain itu ada tulisannya dengan huruf-huruf kecil berwarna hitam, akan tetapi ada noda-noda darah, darah ayam jago tadi. Akan tetapi Pat-jiu Kai-ong yang menerima kain itu, sejenak menjadi bingung dan baru ia teringat bahwa dia tidak mampu membaca. Dia buta huruf! Dengan jengkel dan agak malu dia lalu melemparkan kain itu kepada Lu-san Lojin sambil berkata,
"Harap kau bacakan ini untukku!"
Lu-san Lojin menyambar kain yang melayang ke arahnya itu, lalu matanya memandang tulisan. Mukanya berubah, matanya terbelalak.
"Wah... apa artinya ini?"
"Lojin! bagaimana bunyinya?"
Pat-jiu Kai-ong bertanya, suaranya membentak. Lu-san Lojin lalu membaca huruf-huruf itu.
"Malam ini, semua mahluk hidup yang tinggal di rumah Pat-jiu Kai-ong dari binatang sampai manusia, akan kubasmi habis!"
Ratu Pulau Es.
"Ratu Pulau Es...?"
Pat-jiu Kai-ong tertawa.
"Siapakah dia? Aku tidak mengenalnya. Hai pelawak dari manakah yang main-main seperti ini? Ha-ha-ha, biar dia datang hendak kulihat bagaimana macamnya!"
"Kai-ong, harap jangan main-main. Biarpun hanya seperti dalam dongeng, nama Pulau Es amat terkenal, katanya penghuninya memiliki kepandaian seperti dewa, apalagi dahulu yang terkenal dengan sebutan Pangeran Han Ti Ong...."
"Ha-ha-ha, siapa perduli? Aku tidak ada permusuhan dengan Han Ti Ong, bahkan dia yang pernah mengganggu aku. Mengapa sekarang ada ratu dari sana hendak membunuhku dengan ancaman sesombong itu? Aku tidak percaya. He, pengawal apakah kalian tahu akan isi surat?"
Dua orang pengawal itu mengangguk.
"Sudah Pangcu."
"Apa kalian takut?"
"Ti... tidak, Pangcu, Hanya... hanya amat aneh itu..."
"Sudahlah. Setelah kalian tahu isinya, hayo kalian dua belas orang melakukan penjagaan yang ketat terutama malam ini. Kita jangan mudah digertak lawan yang membadut! Biarkan dia datang, kita tangkap dia dan kita permainkan dia, ha-ha-ha!"
"Kai-ong harap hati-hati...."
Kata Lu-san Lojin setelah para pengawal itu keluar dari ruangan itu.
"Ha-ha-ha, mengapa khawatir? Apalagi baru seorang badut, biar Han Ti Ong sendiri yang datang, setelah kini Hiat-ciang Hoat-sut kulatih sempurna, aku takut apa?"
Kakek dari Lu-san itu kelihatan ragu-ragu, akan tetapi untuk menyatakan bahwa dia takut, tentu saja dia tidak mau dengan hati berat dia bersama dua orang anaknya menemani tuan rumah makan minum dan bercakap-cakap sampai lewat tengah hari.
Kemudian mereka dipersilahkan mengaso sejenak dalam kamar tamu, akan tetapi menjelang senja, mereka sudah dipersilahkan makan minum lagi. Sekali ini mereka benar-benar takjub. Melihat Pat-jiu Kai-ong kini bertukar pakaian, pakaian malam yang indah dan mewah! Mengingat betapa siang tadi Kai-ong merupakan seorang pengemis yang berpakaian butut, dan kini seperti seorang raja, benar-benar membuat Lu-san Loji hampir tertawa, seperti melihat seorang badut pemain lenong! Dan hidangan yang dikeluarkan di meja juga istimewa, jauh lebih lengkap daripada siang tadi!
"Ha-ha, ayo makan minum. Kita berpesta sampai kenyang!"
Kata tuan rumah itu mempersilahkan tamu-tamunya. Setelah hidangan tinggal sedikit dan perut mereka kenyang sekali, Pat-jiu Kai-ong mengusap-ngusap bibirnya yang berminyak dan perutnya yang gendut, matanya memandang ke arah Bu Swi Liang dan Bu Swi Nio penuh gairah, lalu dia berkata, kata-kata yang sama sekali tidak pernah disangka oleh para tamunya dan yang membuat mereka terkejut setengah mati,
"Lu-san Loji, sekarang kau tidurlah dalam kamarmu dan jangan hiraukan badut yang hendak mengganggu. Adapun dua orang anakmu ini, yang cantik jelita dan tampan gagah, biarlah mereka berdua bersenang-senang dengan aku dalam kamarku, ha-ha-ha!"
"Kai-ong!"
Lu-san Lojin membentak.
"Apa... maksud kata-katamu ini?"
Pat-jiu Kai-ong memandang tamunya sambil tersenyum lebar.
"Apa maksudnya? Swi Liang begini tampan gagah dan Swi Nio cantik jelita dan segar, sungguh aku suka sekali kepada mereka. Kalau mereka bedua bersama dengan aku dalam kamarku, tentu mereka akan terlindung dan....hemmm, aku ingin sekali bersenang dengan mereka, tidur-tiduran dengan mereka sejenak."
"Kai-ong, apa kau gila??"
Lu-san Lojin hampir tidak dapat percaya akan pendengaranya sendiri.
"Eh, mengapa? Apa salahnya aku tidur dengan dua orang keponakanku ini? Heh-heh, tak tahan aku melihat puterimu yang muda dan cantik segar, dan puteramu yang tampan dan ganteng ini. Anak-anak baik, marilah kalian layani pamanmu..."
"Keparat!"
Lu-san Lojin melompat ke depan dan dua orang anaknya yang berada di belakangnya pun sudah siap dengan pedang di tangan.
"Pat-jiu Kai-ong! Harap kau jangan main gila dan jelaskan apa sebabnya perubahan sikapmu ini. Mau apa engkau dengan anak-anakku?"
"Ha-ha-ha! Siapa main gila? Sebelum kalian muncul, tidak pernah ada terjadi apa-apa di sini. Akan tetapi begitu kalian muncul, muncul pula orang aneh yang membunuh ayamku dan mengeluarkan ancaman. Siapa lagi kalau bukan teman dan kaki tanganmu? Dan kau tentu sudah mendengar bahwa Pat-jiu Kai-ong tidak pernah menyia-nyiakan kecantikan seorang dara remaja seperti putermu ini dan puteramu yang tampan ini tentu memiliki otak yang bersih, darah yang segar dan sumsum yang kuat. Perlu sekali untuk menambah keampuhan Hiat-ciang Hoat-sut agar makin kuat menghadapi lawan kalau malam ini ada yang berani datang!"
"Iblis jahanam! Kiranya engkau seorang manusia iblis yang busuk!"
Lu-san Lojin sudah menerjang maju dengan kepalan tangannya. Kakek ini memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sebagai bekas murid Hoa-sanpai yang sudah memperdalam ilmunya dengan ciptaanya sendiri, hasil renungannya di waktu bertapa. Kepalan tangnnya menyambar dahsyat, mengandung tenaga sinkang yang amat kuat. Akan tetapi kiranya hanya dalam ilmu pengobatan saja dia menang jauh dibandingkan dengan Pat-jiu Kai-ong.
Dalam ilmu berkelahi, dia tidak mampu menandingi Kai-ong yang amat lihai. Sambil tertawa, Kai-ong mengebutkan ujung lengan bajunya yang lebar dua kali dan kakek Lu-san itu terpaksa harus menarik kembali kedua tanganya karena dari kedudukan menyerang, dia malah menjadi yang diserang karena pergelangan kedua tangannya terancam totokan ujung lengan baju itu! dua orang naknya yang sudah marah sekali karena merasa dihina, sudah menerjang maju pula dengan pedang mereka. Swi Liang menusuk dari samping kiri ke arah lambung kakek pengemis itu, sedangkan dari kanan Swi Nio membabatkan pedangnya ke arah leher.