"Siapa yang mengantarkan surat ini?" "Surat ini ditinggalkan didepan pintu" Amplop surat dilem dengan menggunakan lem kanji.
Lem ini belum kering.
Jelas terlihat surat ini dibuat terburu buru, dan dikirimkan terburu buru.
Pada kertas surat hanya tertulis kata-kata: "Perjanjian pertemuan kita di Sie-san, karena teman anda ada di sisi anda, jadi aku batalkan.
Entah apakah ini adalah sebuah kebetulan, ataukah anda sudah sengaja mengaturnya.
Sebelumnya kita sudah membuat perjanjian, hanya boleh datang seorang diri.
namun anda tidak menepati janji, orang yang melanggar janji adalah dirimu, bukan diriku.
Sekali lagi kujelaskan, urusan ini ada hubungannya dengan baik buruknya diri anda sendiri....Kalau malam ini anda ada waktu, kira-kira jam delapan malam, aku akan menunggu di pinggir lapangan" Surat ini ditulis memakai bahasa sastra kuno, selain itu tulisannya pun digoreskan dengan sangat baik.
Jelas terlihat penulisnya adalah orang yang terpelajar..
Dari surat ini Wie Kie-hong kembali terpikirkan tentang Hiong-ki.
Apakah benar Hiong-ki menemuinya tanpa sengaja" Apakah benar janjinya bertemu di Sie-san adalah sebuah jebakan" Hiong-ki tidak memberi-tahunya, tapi dari gerakgeriknya diam-diam Wie Kie-hong bisa membuat kesimpulan.
Apakah benar demikian" Kalau begitu, Hiong-ki adalah orang yang baik, dan orang yang membuat janji bertemu adalah orang yang jahat.
Lalu apakah janji bertemu di lapangan malam ini juga adalah sebuah jebakan" Wie Kie-hong menemukan dirinya berpikir terlalu banyak.
Secara reflek dia tertawa.
Orang yang sedang menjalankan hidup yang sangat tegang pasti akan berpikir kesana-kemari.
Dia duduk bersandar di bangku, memejamkan mata sebentar untuk beristirahat.
Namun baru saja dia menutup matanya tiba-tiba Thiat-yan sudah berdiri didepannya.
Dia merasa tidak nyaman, entah apa alasannya tiba-tiba datang kehadapannya...
0-0-0
Jalan yang menakutkan Tu Liong mengunjungi Wie Kie-hong, karena sebuah alasan saja.
didalam hatinya dia memiliki sebuah rencana, dia berharap Wie Kie-hong bisa membantu menjelaskannya.
"Kie-hong" Tu Liong menyapa begitu melihat temannya, "bagaimana menurutmu kalau kita berjalan-jalan diluar sebentar?" "Aku baru saja pulang kerumah" Setelah itu Wie Kie-hong menceritakan semua kejadian yang terjadi malam kemarin.
Selain itu dia juga mengulang semua kejadian yang sudah terjadi hari ini.
tentu saja tidak lupa menambahkan cerita per-temuannya dengan Hiong-ki.
"Tu toako, kalau aku mencoba mengingat-kanmu agar jangan memberatkan tentang balas budi dengan Cu Taiya, apakah ini mungkin?" Tu Liong tidak menunjukkan respon apa-apa.
Wie Kie-hong tidak menyangka dia bisa mengeluarkan perkataan seperti ini.
seharusnya Tu Liong menentang dan menjadi emosi mendengar kata-kata tersebut, namun sekarang dia sama sekali tidak mengeluarkan suara.
Walaupun tidak menentang, tapi belum tentu dia setuju.
Tapi paling tidak dia sudah membuat sebuah pertimbangan.
Apa penyebab perubahan sikap Tu Liong yang bisa membuat pendiriannya goyah" "Kenapa kau tidak berkata apa-apa?" "Kie-hong!" Tu Liong berkata "memangnya kau ingin aku berkata apa?" "Mengenai peringatan yang tadi aku berikan padamu...." "Kemarin malam aku sudah memikirkan tentang hal ini.
Sepertinya angkatan tua kita sedang menutupi sesuatu, dan mereka berusaha membodohi generasi dibawahnya." "Apakah karena hal ini kau jadi kecewa?" "HUH..! aku sangat kecewa.
Selain itu aku juga merasa ditipu" "Ditipu?" bagi Wie Kie-hong, satu patah kata ini sangat sulit diterima.
Siapapun yang datang kepadanya mengatakan bahwa Leng Taiya adalah seorang penipu, dan sudah mempermainkan dirinya, dia pasti akan merontokkan semua gigi orang yang sudah mengatakan hal tersebut.
"Hal ini memang sangat sulit dipercaya, namun ini adalah kenyataan.
Kemarin sehari penuh Cu Taiya setidaknya sudah membohongi ku beberapa kali" "Benarkah?" "Apakah mungkin aku membohongimu?" "Belum tentu, kau bisa saja berbohong padaku.
Tapi pemikiranmu itu belum tentu bisa diandalkan.
Jika Cu Taiya ingin kau mati, kau pun pasti akan melakukannya.
Untuk apa dia masih mau membohongimu lagi?" "Urusan ini tidak perlu kita debatkan lebih jauh lagi.
Aku hanya ingin menanyakan satu hal padamu.
Kalau Thiat-yan menjadi musuhmu, sikap macam apakah yang akan kau tunjukkan padanya?" Wie Kie-hong menjawab dengan spontan: "Aku akan berusaha semampuku untuk merubah permusuhan kita menjadi persahabatan....Tu toako, kata-kataku tadi mungkin tidak benar, tapi hatiku berpikir demikian.
Karena itu tadi aku menjawabnya dengan spontan" "Aku sangat senang mendengar jawabanmu!" Tu Liong menepuk bahu Wie Kie-hong.
"Hatiku juga berpikir seperti ini.
mengapa harus bermusuhan dengan Thiat-yan" Apakah mem-balaskankan dendam ayahnya adalah perbuatan yang salah?" "Salah kalau kita berpikir seperti ini" "Salah?" "Tentu saja.
Karena angkatan tua kita, korban yang sudah dilukainya" "Salah!" Tu Liong berkata dengan suara yang keras.
"Ini adalah pemikiran kita kemarin, sekarang kita harus membuka mata dan melihat keadaan yang sesungguhnya dengan jelas....Kie-hong, angkatan tua kita sedang mempertaruhkan nyawanya hanya demi menjaga sebuah barang rahasia di masa lalu.
Barang ini dapat kita sebut sebagai sebuah "rahasia".
Kiehong, apakah kita masih mau mengadu nasib untuk membantu mereka menjaga rahasia ini?" "Tentu saja harus kita lakukan" "Menurutku tidak harus demikian" "Oh...?" Wie Kie-hong merasa bingung.
Tu Liong berkata perlahan-lahan kata demi kata.
"Kita harus membongkar rahasia ini, agar kita bisa mengetahui keadaan yang sesungguhnya" Perubahan Tu Liong sungguh membuat Wie Kie-hong terkejut.
Tapi dia tidak dapat memikirkan apa yang sudah menyebabkan perubahan seperti ini.
"Tu toako, kau mengatakan semua ini karena kau sudah mendengar...
?" "Memangnya kau pikir karena aku sudah mendengarkan kata-kata selentingan maka aku me-rubah pendirianku" Kau salah, aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Mendengarnya dengan telingaku sendiri, setelah itu aku memikirkannya dengan kepalaku sendiri........apakah kau mengerti" Kemarin Hiong-ki sudah memberitahuku bahwa kenyataan sesungguhnya yang dihormati semua orang." "Ini perubahan yang sangat besar" "Kau tenang saja.
Tidak masalah bagaimana pun aku berubah, aku tidak mungkin berbalik membelakangi Cu Siauthian.
Sebenarnya dia sedang menggunakan diriku, membohongiku.
Aku juga tidak mungkin membalas berbuat sesuatu yang akan kusesali suatu saat nanti" "Tu toako, ada banyak masalah yang tidak aku mengerti.
Tapi, ada satu hal yang aku mengerti.
Balas budi adalah balas budi.
Itu adalah kenyataan.
Bagaimana Cu Taiya sudah memperlakukan dirimu, bagaimana Leng Taiya sudah memperlakukan aku, ini semua adalah budi besar yang tinggi seperti gunung, dan dalam seperti lautan, kita tidak boleh melupakan jasa mereka." "Kata-kata mu ini benar, asalkan kita mengingatnya terus, aku rasa itu juga sudah lebih dari cukup ...
....
kata-katamu tadi sudah membuatku berpikir...
...kalau....kalau..." "Bagaimana" Cepat katakan!" "Kalau ternyata ayahmu masih hidup...." "Mana mungkin hal ini terjadi?" "Mengapa tidak mungkin" Leng Taiya sudah melihat pedangnya dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana mungkin pedang pusakanya jatuh ke tangan orang lain?" "Ini hal yang tidak mungkin, kasih ayah kandung sendiri lebih besar setingkat daripada kasih ayah angkat.
Kalau memang dia masih hidup, mengapa dia tidak segera datang untuk menemuiku" Mengapa dia harus menghindari" sungguh tidak masuk akal." "Orang yang berusaha memecahkan sebuah misteri pasti akan sering merasa curiga.
Aku merasa pedang pusaka ayahmu yang sudah menampakkan diri, bukanlah suatu kebetulan.
Lagipula orang yang mendongkel jendela kamar Leng Taiya, apakah dia merasa pedang lain tidak enak digunakan sehingga harus menggunakan pedang ayahmu" kupikir ini pasti ada alasan yang masuk akal." "Apa alasannya?" "Mungkin juga dia sedang berusaha menguji daya ingat Leng Taiya." "Tentu saja aku merasa senang kalau ternyata ayah kandungku masih hidup.
Tapi aku tidak bisa mempercayai kalau dia masih hidup namun berusaha menghindariku." "Apa alasannya dia menghindari dirimu, ini juga salah satu jawaban yang ingin ku cari" "Tu toako....maksudmu adalah....?" "Pada waktu itu Leng Taiya menyuruh ayahmu untuk pergi membantunya menyelesaikan sebuah masalah.
Apakah karena ayahmu tidak dapat menyelesaikan tugas yang sudah dipercayakan padanya sehingga dia tidak berani pulang" Kiehong....
ini adalah sebuah masalah yang jawabannya sangat fatal, yang paling menentukan" "Siapa yang bisa mengetahuinya?" Wie Kie-hong bergumam seolah-olah berkata pada diri sendiri.
"Leng Taiya pasti tahu" kata Tu Long.
"Kau ingin aku bertanya padanya?" Tu Liong mengangguk-anggukkan kepala.
"Dia....dia tidak mungkin memberitahuku" "Kau harus menggunakan taktik pada waktu bertanya padanya..." "Tu toako! Leng Taiya sudah mendapat musibah, terlebih lagi dia adalah angkatan tua kita, umurnya sudah sangat tua.
Aku tidak bisa memaksa" "Tentu saja generasi yang lebih muda tidak boleh memaksa pada generasi yang lebih tua.
Namun kalau kau bisa membelokkannya sedikit, asalkan masih bisa mencapai hasil, bukankah ini namanya kompromi?" Wie Kie-hong hanya termenung.
Dia mengerti maksud perkataan Tu Liong ........jawaban dari pertanyaan ini memang menentukan segalanya" ....
kalau bisa memecahkan misteri ini apakah bisa tahu keadaan yang akan terjadi" "Tetapkan hatimu!" Tu Liong memberi semangat.
"Baiklah! Aku akan coba" "Segeralah, aku akan menunggu disini" "Aku berangkat sekarang" Wie Kie-hong tidak hanya menyanjung Tu Liong, tapi sangat menghormatinya sampai hatinya yang dalam, kalau Tu Liong tidak memberi dukung an moral dan semangat, dia tidak mungkin berani menanyakan hal ini didepan Leng Souw-hiang.