Kurang lebih pada waktu yang sama, Wie Kie-hong mendengar para pengawal yang bertugas meronda di taman sedang membuat keributan.
Sepertinya sudah terjadi sesuatu.
Wie Kie-hong juga ikut meloncat keluar.
Thiat-yan masih berdiri dideka t jendela, dia belum bergerak, dia hanya mendengar dia berkata perlahan: "Sepertinya sudah terjadi sesuatu.
Cepatlah kau pergi lihat" Sebelum Wie Kie-hong selesai mendengarkan kata-katanya, dia sudah berlari menjauh.
Pada waktu ini, semua penjaga sudah mengerubungi kamar Leng Souw-hiang.
Seolah olah kedatangan seorang musuh besar.
Wie Kie-hong segera bertanya sebenarnya apa yang sudah terjadi.
Ternyata ada orang yang sudah mencoba mendongkel jendela.
Beruntung salah seorang penjaga sudah melihatnya.
Tapi gerakan orang itu sangat cepat, sebentar saja dia sudah menghilang.
Wie Kie-hong segera memeriksa jendela kamar majikannya.
Ternyata memang ada jejak dongkelan pedang yang tajam.
Untung saja dia sudah memaku jendela kamar majikannya dari dalam sehingga tidak bisa dibuka dengan mudah.
Kalau tidak, tamu yang tidak diundang ini mungkin tidak akan ketahuan, malah kemungkinan Leng Souw-hiang sudah di celakai oleh orang itu.
Berpikir sampai disini, Wie Kie-hong men-dadak merinding.
Siapa yang ingin membunuh Leng Souw-hiang" Jelas orang ini bukan Thiat-yan....tapi...
Apakah Thiat-yan sengaja membuat alibi" Apakah dia sudah menyuruh Boh Tan-ping turun tangan membunuh majikannya" Rasanya tidak mungkin.
Kalau Thiat-yan memang berniat membunuh majikannya, mengapa dia tidak membunuhnya dari awal ketika masih ada kesempatan" Mungkin juga Thiat-yan tiba-tiba terpikirkan sebuah pertanyaan yang ingin ditanyakannya pada Leng Souw-hiang, sehingga...." Namun sepertinya kemungkinan ini terlalu kecil.
Sangat tidak mungkin terjadi.
Orang yang datang dan memberitahu Wie Kie-hong, kalau semua hiruk-pikuk ini sudah membuat Leng Souw-hiang kaget, sekarang ini dia sedang menanyakan keadaan, sehingga mereka tidak tahu bagaimana menjawabnya.
Wie Kie-hong segera masuk kedalam kamar-nya, awalnya dia bermaksud membuat hatinya tenang, tidak disangka ternyata Leng Souw-hiang sudah mengetahui semuanya.
"Kie-hong, mengapa kau mencoba menutupi kejadian yang sebenarnya dariku?" "Aku tidak mencoba menutupinya.
Para penjaga malam itu sudah salah melihat." "Kie-hong" tatapan mata Leng Souw-hiang jatuh ke daun jendela yang tadi sudah didongkel orang, "aku melihat sebuah pedang menembus masuk dari jendela itu" "bukan...
bukan...
bukan...
bukan...
!" Wie Kie-hong juga tidak mengerti mengapa dirinya mencoba menutupi masalah ini dari Leng Souw-hiang.
Mungkin juga dia takut Leng Souw-hiang yang sudah tua akan kembali menderita shock, dan memperburuk keadaan.
Oleh karena itu dia tetap berkeras tidak menceritakan keadaan yang sebenarnya baru saja terjadi.
"Gihu! tuan pasti sudah salah lihat.
Sebenarnya tidak terjadi seperti itu" "Mengapa kau masih mencoba menutupi kejadian ini?" "Benar-benar tidak terjadi seperti itu" "HUH! Aku bahkan mengenali pedang yang menembus masuk tadi" Tubuh Wie Kie-hong mendadak bergetar hebat bagaikan tersambar petir.
Setelah itu dia bertanya dengan nada yang terdengar sedikit menyesal...
"Tuan tadi berkata mengenal pedang itu?" "Tentu saja kenal" "Pedang siapa" Cepatlah beritahu, pedang itu milik siapa?" "HUH! Sekarang giliranmu yang bertanya padaku" Aku tidak akan memberitahumu" "Aku berusaha menutupi kejadian ini karean takut kau kembali merasa shock.
Ternyata tuan sudah melihatnya dengan jelas, kalau begitu apa yang masih bisa aku katakan" Sebenarnya memang ada orang yang berusaha mendongkel jendela, namun sebelum berhasil, seorang penjaga sudah melihatnya.
Setelah diketahui dia segera melarikan diri....siapa dia?" "Dia adalah...." Leng Souw-hiang terdiam beberapa saat.
Setelah itu dia kembali menelan kata katanya.
"Sudah lupakan saja.
untuk apa membicarakan tentang orang itu lagi" "Tuan! "Wie Kie-hong terus memaksa.
"Tuan harus memberitahu, pedang itu milik siapa" Kalau tidak kepergok oleh penjaga, dan aku tidak memaku jendela itu sebelumnya, siapa yang tahu apa yang sudah diperbuat oleh orang itu pada diri tuan sekarang" "Kie-hong, anggaplah aku sudah salah melihat...
anggaplah...." "Tuan tetap harus mengatakannya padaku! Pedang itu anda kenal, Dia pasti orang yang sudah anda kenal dekat bukan?"" Leng Souw-hiang memandang Wie Kie-hong dengan perasaan was-was.
"Ayah angkat...
orang itu pasti adalah Cu Siau-thian, benar tidak?" "Kie-hong ! bagaimana kau bisa berpikir kalau orang itu adalah Cu Siau-thian?" "Kalau bukan orang yang sudah anda kenal dekat, bagaimana mungkin anda mengenali pedangnya?" "Memang aku kenal dekat Cu Siau-thian, tapi aku masih kenal seseorang lebih dekat lagi" "Siapa?" "Kau tidak usah terus mengejarku dengan pertanyaan.
Aku ........aku benar benar tidak ingin membicarakannya lagi.
Aku bahkan bersedia mengakui kalau aku sudah salah lihat.
Aku bersedia...." "Kau harus memberitahu aku, tuan sudah mengenali pedang itu, itu pedang siapa" "Tidak salah, aku memang benar mengenali pedang itu.
Tapi aku tidak berani memastikan orang yang menggunakan pedang itu adalah pemilik aslinya" "Aku hanya ingin tahu itu pedang siapa?" Bibir Leng Souw-hiang bergetar hebat.
Namun dia tidak mengeluarkan suara.
"Cepatlah katakan!" Wie Kie-hong tahu dia membuat kemajuan.
Dia terus mendesak lebih jauh.
"Setelah aku merawat lukaku, emosiku jadi tidak stabil.
Karena itu aku tadi merasa kaget, kalau di waktu biasa, aku pasti hanya menyimpan kejadian ini didalam hati dan tidak membicarakannya" Leng Souw-hiang terdiam sesaat "Tolong jangan tanyakan lagi.
Untuk sementara waktu aku belum bisa menceritakan padamu" "Mengapa?" Leng Souw-hiang kembali terdiam "Tuan!" Mendadak Wie Kie-hong berlutut ditanah, dia terus memohon pada Leng Souw-hiang.
"Urusan ini bukan urusan kecil, tuan harus memberitahuku.
Tenang saja, aku tidak mungkin melakukan tindakan yang tidak dipikirkan dahulu" "Kau tidak mengerti...." "Memang aku tidak mengerti ! tapi kalau tuan tidak memberitahuku, aku selamanya tidak akan mengerti.
Setelah anda memberitahuku, aku pasti bisa mencoba untuk mengerti..." "Apakah kau bisa tetap tenang setelah mendengar katakataku?" "Aku janji tidak akan emosi" "Kalau kau tidak emosi, aku akan mem-beritahu.
Pedang itu aku sangat hafal.
Itu adalah pedang pusaka yang aku berikan sendiri pada ayahmu." Sekali lagi bagaikan kilat yang menyambar di siang bolong.
Walaupun benar-benar membuat orang kaget, namun berita ini juga membuat hatinya senang.
"Apakah tuan yakin tidak salah lihat?" "Yakin tidak salah lihat" "Apakah mungkin ayahku masih hidup?" "Kata katamu itu benar-benar membuatku sulit menjawab.
Kalau ayahmu masih hidup, mana mungkin dia datang kemari mendongkel jendela?" "Tentu saja tidak mungkin" Wie Kie-hong mulai merasa sedikit emosi, "ayah angkat, urusan mengenai ayahku, tuan sudah terlalu banyak menceritakan padaku.
Dia adalah orang yang sangat setia dan mengingat balas budi, dia tidak mungkin melakukan hal yang bertentangan dengan dirimu" "Aku tahu....tapi, pedang itu"...." "Tuan berkata mengenali pedang itu." "Betul" "Dimanakah perbedaan pedang pusaka ayahku dengan pedang orang lain?" "Pedang itu sebenarnya sama-sama pedang pendek, namun pedang ayahmu itu berbeda dari pedang yang lain.
Pedang milik ayahmu memiliki dua mata (tajam di kedua sisinya) berwarna merah darah, namun dibawah sinar lampu, pedang itu bersinar biru.
aku yang menyerahkan sendiri padanya" "Oh...!" "Kie-hong, pedang pusaka yang terkenal ini sudah berpindah pemilik.
Siapakah pemilik baru pedang ini" apa tujuannya datang kemari" Kau harus mencari tahu, apakah kau dapat melakukan nya?" "Pasti bisa" Wie Kie-hong menjawab dengan penuh percaya diri.
"Kau jangan menganggap aku sebagai barang rongsokan yang sudah tua dan tidak berguna.
Kalau masalah sudah berada didepan mata, aku tidak bisa masa bodoh begitu saja ........baiklah, sekarang pergilah beristirahat" "Masih ada satu masalah yang ingin aku tanyakan padamu" "Katakanlah" "Hari ini banyak teman-teman yang datang kemari menanyakan keadaanmu.
Semuanya sudah kutolak.
Besok pasti akan datang lebih banyak lagi, Tuan..." "Kalau yang tidak terlalu dekat, suguhkan teh bagi mereka.
Bagi yang benar-benar akrab, persilahkan mereka masuk....baiklah, terserah kau saja" "Tuan sangat senang bercakap-cakap.
Namun aku minta, besok tolong jangan menceritakan tentang kejadian tadi pada orang lain." Leng Souw-hiang bengong menatap wajah Wie Kie-hong.
Sepertinya dia tidak mengerti arti dari kata-katanya.
Setelah beberapa saat, tiba-tiba dari sudut mulutnya terbentuk sebuah senyum.
"Mengapa kau bisa berpikir kalau pemilik baru pedang itu adalah salah seorang diantara teman-teman dekat kita?"" "Di dunia ini urusan yang pelik sangat banyak" "Aku mengerti...
aku mengerti" Wie Kie-hong pergi meninggalkan ayah angkatnya, dia lalu bercakap cakap sebentar dengan para pengawal yang menunggu didepan pintu.
Setelah itu dia kembali pergi ke kamarnya sendiri.
Pintu kamarnya sudah dipalang dari dalam, tapi jendela kamarnya masih terbuka lebar.
Terpaksa dia meloncat masuk kamar lewat jendela.
Baru saja kakinya menyentuh lantai kamar, tiba-tiba saja sebuah benda yang dingin menyentuh lehernya.
Ini adalah sebilah pedang.
Pedang ini sepertinya tidak dipegang oleh orang sembarangan.
Pedang ini tampak seperti melayang ditengah udara.
Seolah-olah pedang ini bergerak atas kemauannya sendiri.
Sepertinya gerakan pedang ini tidak dikendalikan orang lain.
Wie Kie-hong tidak merasakan keberadaan orang lain didalam kamarnya.
Tapi sebenarnya memang ada orang lain didalam kamar tersebut....