Tidak...
bukan nona Thiat-yan.
Dia seharusnya bermarga Cu..
jadi namanya adalah Cu Yan Cu Siau-thian tertawa dingin dan berkata: "Tu Liong, Wie Kie-hong, kalian berdua sungguh dua anak kecil yang tidak tahu diuntung.
Aku sudah berulang kali mencoba melarang kalian ikut campur dalam urusan ini, namun kalian tidak pernah mau mendengarkan, sekarang mengapa kalian tidak memejamkan mata kalian dan mati baikbaik" ini kesempatan terakhir mema tuhi permintaanku" Tu Liong memohon Cu Siau-thian dengan suara memelas: "Cu Taiya, saat itu kau sudah membunuh ayah kandung Wie Kie-hong, apakah kau masih tega membunuhnya lagi" Lepaskanlah Kie-hong, aku rela mati untuknya.
Kalau aku mati semua akan baik-baik saja.
Anggaplah ini sebagai cara untuk membalas semua hutang budiku" "HUH! Kalau membasmi rumput liar tidak sampai keakarnya, musim semi nanti pasti akan tumbuh tunas baru" Ketika semua orang sedang lengah seperti ini, tiba-tiba Wie Kie-hong mengeluarkan sebuah pisau kecil yang disembunyikannya.
Dia segera melempar-kan pisau ini ke arah Cu Siau-thian.
Pisau ini melesat bagaikan panah yang terlepas dari busurnya.
Tidak ada seorang pun kecuali Wie Kie-hong yang menduga pisau ini datang meluncur.
Namun pisau ini tidak berhasil mencapai sasaran.
"TRAAANGG" Tiba-tiba terdengar suara besi beradu dengan besi.
Pedang gigi gergaji Boh Tan-ping sudah menepis pisau sesaat sebelum mengenai Cu Siau-thian.
Entah kapan atau dari mana dia masuk, namun kenyataannya dia ada didalam bersama mereka.
Situasi sangat tidak menguntungkan, kalau mereka harus bertarung sekarang posisinya empat orang melawan dua.
"Kie-hong, ayo cepat lari" Tu Liong tiba-tiba menjerit.
"Tidak...." Wie Kie-hong menjawab dengan suara menyayat hati, "Tu toako, kita mati bersama-sama.
Biarkan orang-orang jahat ini melihat kematian kita dan menyesali perbuatannya" "Hahahahahaha..." Cu Siau-thian tertawa keras-keras bagaikan orang gila.
Ditengah tawanya yang menggelegar, tiba-tiba terdengar suara nyaring seorang perempuan yang terdengar lembut "Omitohud" "Siapa disana?" segera Cu Siau-thian bertanya Seorang perempuan berpakaian serba putih dan berkepala botak memasuki ruangan, perempuan ini masih berusia sangat muda, namun kedua matanya bersinar terang bagaikan api yang berkobar.
Tampaknya kecuali Tu Liong dan pembunuh beralis putih, semua orang memandang ke arah nikoh perempuan itu dengan tatapan kebingungan.
Tu Liong memperkenalkan dirinya dengan singkat: "Beliau adalah anak perempuan asli Tiat Liong-san yang bernama Thiat-yan.
dia bercerita semenjak kecil, sudah tertarik dengan ajaran agama Buddha.
dan sangat mencintai ayahnya Tiat Liong-san.
Ketika ayahnya dicelakai, dia mendapat pukulan batin yang sangat keras.
Namun dia juga sadar kalau peristiwa itu dapat dipandang dari sudut pandang yang lain.
Itu adalah kesempatan baginya untuk mencapai apa yang diinginkannya.
Pada akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke kuil dan menjadi Nikoh sesisa hidupnya." Rupanya semua orang sudah mendengarkan ceritanya dengan sungguh-sungguh.
Nikoh ini hanya membungkuk dalam-dalam sebagai tanda salam.
Sekarang semuanya sudah berakhir.
Semua kartu sudah terbuka, dan semua orang sudah terkumpul di dalam kamar tempat semua orang dibunuh.
Ke empat orang, Cu Siau-thian, Thiat-yan gadungan, Boh Tan-ping dan pembunuh beralis putih, berdiri bersebelahan dan menatap Tu Liong, Wie Kie-hong dan Nikoh yang berdiri sebelah menyebelah disebrang mereka.
Yang tersisa hanyalah pertarungan terakhir.
Wie Kie-hong menatap pembunuh beralis putih dengan tatapan tajam.
Dia menyimpan dendam yang besar padanya.
Dia sudah menipunya selama ini dan dia pula yang sudah membunuh ayah kandungnya Wie Ceng.
Sekarang dia harus membalaskan dendam dan merebut kembali pedang pusakanya.
Tu Liong juga menatap Boh Tan-ping dengan tatapan tajam.
Boh Tan-ping tampak menghindari tatapannya.
Bahu kanannya masih terasa nyeri.
Daging yang sudah lepas tidak bisa dipasang kembali dengan mudah.
Namun tetap suatu saat bisa pulih.
Hanya saja rasa kesal yang ada didalam hati tidak akan hilang kalau tidak terlampiaskan.
Tu Liong tidak sungguh ingin membunuhnya.
Dia berharap Boh Tan-ping bisa merubah jalan hidupnya dan berbuat baik di kemudian hari.
Nikoh tidak berambut, berpakaian serba putih hanya menatap lantai.
Dia tidak melihat mata siapa-siapa.
Sebaliknya nona Thiat-yan gadungan yang menatap dirinya dengan tajam.
Dia tidak suka Nikoh ini muncul ditengah acara dan membongkar jati diri aslinya.
Dia tahu kalau menyerang seorang nikoh adalah dosa, namun dia tidak mengindahkannya.
Dia tahu nikoh juga manusia, dan manusia yang satu ini adalah manusia yang sedang dipalsukan dirinya.
Mereka semua sudah memilih lawannya masing-masing bahkan sebelum mereka memasuki ruangan tempat pertarungan terakhir ini.
Sepertinya semuanya sudah diatur oleh takdir.
Cu Siau-thian melihat kiri dan kanan, menyadari kalau ketiga anak buahnya akan melawan ketiga orang pemuda yang pernah dekat dengan dirinya.
Dia hanya tertawa dingin.
Tawanya sangat panjang dan tanpa berhenti.
Untuk saat ini dia tidak memiliki siapapun untuk dilawan.
Ketika tawa Cu Siau-thian masih membahana, semua orang bersiap-siap untuk menghadapi lawannya masing-masing.
Suasana menjadi tegang.
Tawa Cu Siau-thian menjadi aba-aba dimulainya pertarungan terakhir.
Setelah tawa Cu Siau-thian terhenti, pertarungan terakhir pun dimulai.
0-0-0
Nikoh tidak berambut masih menatap lantai ketika tawa Cu Siau-thian berhenti.
Sementara itu Thiat-yan gadungan sudah meluncur ke arahnya dengan teriakan lengking tinggi khas perempuan, pisau kecil yang tajam sudah terhunus ke depan.
Mendadak nikoh menutup matanya dan mengangkat kepala.
Dia kembali mengucap "Omitohud" dan mendadak membuka matanya.
Matanya berkilau terang.
Mata ini menatap mata Thiat-yan palsu dengan tajam.
Nikoh sudah disumpah untuk meninggalkan hidup keduniawian dan berlatih diri.
Tampaknya nikoh ini sudah melatih diri dengan baik.
dia memiliki kekuatan batin untuk mengelabui lawan yang memandang matanya.
Setelah Thiat-yan palsu memandang matanya, dia tampak seperti orang yang kebingungan.
Dia berhenti dan memandang ke sekeliling, nikoh ini tidak membuang waktu.
Setelah Thiat-yan palsu terkena hipnotisnya, dia kembali menunduk memandang lantai dan berjalan menuju Cu Siauthian.
Pertama-tama Cu Siau-thian tampak kebingung an melihat tingkah anak perempuannya, dan sekarang dia tampak mulai gemetar ketakutan.
Setelah nikoh itu sampai ke hadapannya, dia kembali menutup mata dan menegadahkan mukanya pada Cu Siauthian.
Kembali dia berkata "Omitohud" dan mem-buka mata, matanya kembali berkilau.
Cu Siau-thian tampak terhuyung-huyung.
Nikoh ini hanya menutup mata dan berjalan kembali ke tempatnya semula.
Dari sampingnya terdengar suara jeritan kesakitan Tu Liong.
Setelah itu jeritan panjang pembunuh beralis putih yang memilukan.
Tidak lama kemudian, suara jeritan lengking Thiat-yan palsu.
Nikoh ini menghembuskan nafas yang panjang dan berkata: "Omitohud...
jaring takdir memang tidak rapat, namun tidak seorang pun yang bisa menembusnya."
0-0-0
Apa yang telah terjadi" Saat itu Thiat-yan palsu memegang pegangan pisau dibalik bajunya ketika Cu Siau-thian ayah kandungnya tertawa panjang.
Dia mendelik garang ke arah Nikoh tidak berambut.
"Dasar botak sialan" umpatnya dalam hati, 'Aku akan membuat bajumu menjadi merah hari ini.' Dia sudah memasang kuda-kuda bersiap untuk menerjang cepat ke arahnya.
Ketika tawa Cu Siau-thian terhenti, dia tidak memperhatikan apa-apa lagi.
Yang ada dalam matanya hanyalah bayangan tubuh nikoh.
Dia segera meneriakkan jerit peperangan, dan menghentakkan kaki belakangnya dengan kuat dan segera meluncur kedepan.
Dia berharap dia bisa melihat rasa takut yang mendalam pada mata nikoh itu Oleh karena itu dia tidak lepas-lepasnya memandang kepala nikoh itu, berharap dia menegadahkan kepala dan melihat matanya.
Harapannya terkabul Tidak berapa lama, nikoh itu mengucapkan "Omitohud" dan menegadahkan kepala.
Namun ternyata dia masih memejamkan matanya.
Thiat-yan palsu sempat bingung, 'Apa apaan ini"' umpatnya dalam hati.
Namun tiba-tiba saja dia membuka matanya.
Thiat-yan palsu sempat merasa kaget.
Mata nikoh itu tampak bersinar terang bagaikan cahaya matahari.
Mendadak nikoh ini menghilang dari pandangannya.
Thiat-yan palsu terpaksa menghentikan langkahnya.
Dia memandang berkeliling kebingungan berusaha mencari kemana nikoh ini pergi.
Dia sempat melihat ayah kandungnya untuk membantunya menunjuk dimana nikoh ini.
Tapi ternyata ayahnya pun sama-sama tampak kebingungan.
Belum lagi Thiat-yan palsu memaklumkan rasa bingungnya, dia bertambah gugup.
Entah mengapa ayahnya tiba-tiba gemetar ketakutan dan lalu tampak terhuyung-huyung tanpa sebab.
Dia bermaksud berjalan mendekati ayahnya untuk memeriksa apa yang salah dengan dirinya.
Mendadak nikoh itu muncul dihadapannya.
Thiat-yan palsu sedikit merinding.
Dia tidak menyangka nikoh memiliki kekuatan batin untuk menghilang dan muncul begitu saja.
Tapi dia merasa nikoh itu tetap saja manusia biasa yang tidak bisa ilmu silat.
Karena itu dia kembali melaju menyerang nikoh dengan menghunuskan pisau tajam yang masih dipegangnya.
Namun belum sempat pisau ini menembus dada musuhnya, tiba-tiba saja dia merasa ngilu yang dahsyat di bagian tubuhnya.
Sebuah jeritan yang memilukan terlepas dari mulutnya.
Ternyata Cu Siau-thian ayahnya sendiri sudah berada didekatnya dan menancapkan sebatang jarum besi yang panjang ke dalam jalan darah mematikan di tubuhnya.
Tangan dan kakinya segera terkulai lemas, tidak memiliki tenaga untuk terus berdiri.
Dia segera ambruk ke tanah bagaikan seonggok daging tanpa tulang.
Mendadak Cu Siau-thian tampak sadar dari perbuatannya.
Dia lalu jatuh tersungkur dihadapannya dan menangis keras.
Tidak lama terdengar suara jeritan Tu Liong d isusul dengan suara jeritan pembunuh beralis putih.
Setelah itu terdengar nikoh berkata-kata.
0-0-0
Sedang kejadian yang dialami Cu Siau-thian adalah, dia sendiri merasa sekarang dia tidak mungkin kalah.
Semua orang sudah mempunyai lawannya masing-masing.
Dia hanya perlu menyak sikan pertarungan terakhir ini dan membantu bila dibutuh-kan.
Dia tertawa panjang.
Setelah tawanya berakhir, dia melihat ke tiga anak buahnya menyerang.
Dia melihat pertarungan seru antara Tu Liong dengan Boh Tan-ping, dan anaknya yang dijuluki Thiat-yan yang melawan nikoh.
Boh Tan-ping tampak kewalahan, sebelumnya dia memang sudah terkuras tenaganya ketika melawan Wie Kie-hong di tempatTan Po-hai.
Namun Cu Siau-thian kaget ketika melihat anak kandungnya tiba-tiba kelimpungan ditengah lajunya menyerang nikoh.
Boh Tan-ping sempat menoleh padanya meminta pertolongan.
Namun dia tidak menghiraukannya.
Dia ingin menolong anak kandungnya dulu menyerang nikoh.
Dia melihat nikoh berjalan mendekat.
Rasa takut yang mencekam mulai menggerogoti rasa percaya dirinya.
Rasa takutnya membuatnya terpaku dan tidak bisa bergerak kemana-mana.
Walaupun nikoh ini sampai dihadapannya, dia tetap tidak bisa bergerak.
Dia hanya terus memandang padanya.
"Omitohud" Nikoh menegadahkan kepalanya.
Tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata nikoh.
Tiba-tiba saja mata nikoh bersinar terang.
Dia langsung merasa pusing, mendadak semuanya menjadi gelap.
"GAWAT!" pikirnya dalam hati.
Ketika kesadarannya kembali pulih, dia melihat Thiat-yan sedang dalam bahaya.
Nikoh sudah melesat menyerangnya dengan sebuah pisau tajam.
Segera dia melesat mencoba menyelamatkan putri kandungnya.