Kaki kanan Bu Tiat-cui menendang dengan keras dada Wie Kie-hong.
Wie Kie-hong kembali terguling guling...
"Deng Jiao ...
" pikir Wie Kie-hong sambil terbaring telungkup di lantai.
Kali ini Wie Kie-hong berdiri lebih lambat.
Dia sedang sibuk memikirkan bagaimana cara menghadapi jurus Bu Tiat-cui selanjutnya.
Namun dia tidak menemukan Bu Tiat-cui dimanapun.
Sepertinya dia sudah kembali melarikan diri.
Bahkan dia sudah membawa pisau kecil bersamanya.
Pada lemari hanya terlihat bekas pisau yang tadi menancap.
Karena itu Wie Kie-hong segera berlari keluar.
Dia segera menyibakkan tirai yang menutupi pintu Tiba-tiba Bu Tiat-cui muncul di hadapannya.
Wie Kie-hong kaget dan secara reflek dia menghindar.
Mendadak pinggangnya terasa pedih.
Wie Kie-hong melongo sebentar.
Dia segera menoleh melihat sumber rasa sakitnya.
Ternyata baju disekitar pinggangnya sudah berlumuran darah.
Ternyata Bu Tiat-cui sudah menyabetkan pisau yang direbutnya dari Wie Kie-hong ketika dia muncul mendadak.
Wie Kie-hong tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini.
ujung pisau yang tajam sudah merobek kulitnya.
Walaupun dia sangat gesit menghindari serangan, ujung pisau yang tajam tetap melukai pinggangnya.
Darah segar terus mengalir keluar Wie Kie-hong jadi tidak tahu bagaimana cara menghadapi Bu Tiat-cui.
Apakah dia harus membunuhnya" Tidak!.
Dia masih belum tahu rahasia yang masih dipendamnya.
Apakah sebaiknya tidak dibunuh" Tapi dia adalah seorang musuh yang sangat kuat.
Ketika sedang ragu-ragu, tusukan pisau yang kedua sudah menyusul mengarah padanya.
Wie Kie-hong terpaksa melangkah mundur.
Bu Tiat-cui memanfaatkan kesempatan ini, dia segera melarikan.
Tentu saja Wie Kie-hong harus mengejarnya, ketika dia berlari sampai taman, ternyata Bu Tiat-cui belum berlari keluar rumah.
Penyebabnya ternyata ada orang lain yang sedang berdiri didepan pintu mencegat jalannya.
Orang ini adalah Hiong-ki.
Tentu saja Hiong-ki tahu kalau Wie Kie-hong sedang terluka dan mengucurkan darah.
Segera dia bertanya: "Wie heng....bagaimana kejadiannya?" "Tolong Hiong-heng bantu aku menangkapnya.
Orang ini punya rahasia yang sangat menentukan...." Tampaknya Bu Tiat-cui menyadari situasinya tidak mendukung untuk melarikan diri.
Tiba-tiba saja dia mengarahkan pisau yang dipegang ke arah perutnya sendiri, jelas sekali dia bermaksud meng-akhiri hidupnya.
Namun gerakan Hiong-ki sangat cepat bagaikan kilat.
Ilmu silatnya tampak sudah terlatih sampai mencapai taraf kesempurnaan, ketika pisau itu masih berjarak sekitar dua puluh sentimeter, Hiong-ki sudah berhasil menangkap pergelangan tangan Bu Tiat-cui dan menahan pisau menusuk perutnya.
Wie Kie-hong menahan rasa sakit dan terus melangkah maju.
Dia segera merebut pisau yang dipegang Bu Tiat-cui.
Sekarang Bu Tiat-cui sudah tidak mungkin lari kemanamana lagi...
"Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong berkata dengan dingin, "Sekarang hayo beritahu jawaban dari pertanyaanku tadi" Bu Tiat-cui ternyata memang sungguh sudah berubah menjadi mulut besi.
Dia sama sekali tidak mengatakan apaapa.
Wie Kie-hong melihat pada Hiong-ki, seperti-nya dia ingin meminta tolong membantunya mengha-dapi Bu Tiat-cui.
Hiong-ki berkata dengan ramah: "Bu Tiat-cui! apakah ada akibat yang lebih berat daripada kematian" Kau berani membunuh diri, mengapa kau tidak memiliki keberanian yang sama untuk mengatakan jawaban pertanyaan Wie Kie-hong?" "Maaf, aku tidak dapat mengatakan apa-pun" "Mengapa?" "Kalau aku bicara, akibatnya juga mati" "Bu Tiat-cui! " Wie Kie-hong berkata dengan baik-baik: "Aku berjanji akan menjaga keselamatanmu.
Aku tidak akan membiarkan siapapun melukaimu" "Tidak ada siapapun yang dapat memberikan jaminan padaku.
Kalau kau memaksa terus, lebih baik kau bunuh saja aku sekarang...." Mendadak Hiong-ki melepaskan Bu Tiat-cui.
Dan berkata pada Wie Kie-hong: "Wi heng, sudahlah, sebaiknya kita pergi saja.
Sepertinya kau terluka, dan harus segera diobati" "Ini hanya sebuah luka kecil" "Luka kecil pun tetap sebuah luka.
Sebaiknya kita pergi" Sekarang penilaian Wie Kie-hong terhadap Hiong-ki sudah jauh lebih baik.
Sambil menghela napas dia pun lalu melepaskan Bu Tiat-cui.
Dia lalu pergi bersama Hiong-ki.
"Wie heng, tampaknya aku sudah membun-tutimu lagi.
Betul?" "Sejujurnya aku memang merasa demikian" "Mengapa aku ingin memperhatikan semua gerak-gerikmu dengan Tu Liong" Pada saat ini memang sangat sulit menjelaskannya.
Suatu saat nanti kalian pasti akan mengerti....betul juga, perkataan apa yang kau tanyakan pada Bu Tiat-cui?" Wie Kie-hong lalu menceritakan ulang tentang muslihat Cu Siau-thian memberikan surat perintah ketika keadaan mendesak.
Tentu saja dia juga mengata-kan tentang kopor kulit kuning.
"Sebenarnya kau tidak perlu membuang-buang tenaga mengejar jawaban ini" "Mengapa?" "Sebab ini bukan hal yang menentukan" "Aku tidak setuju apa yang Hiong heng katakan.
Kalau Bu Tiat-cui mengaku kopor itu sudah diberikan padanya oleh Cu Siau-thian, bukankah segalanya menjadi jelas?" "Siapapun yang sudah memberikan kopor tersebut, tidak menjadi masalah" "Kalau begitu masalah apa yang penting?" tanya Wie Kiehong memaksa.
"Hui Ci-hong adalah sahabat karib Cu Siau-thian, namun ternyata dia sudah memberikan surat yang menyuruhnya untuk mengakhiri hidupnya.
Apakah ini yang pantas dilakukan oleh seorang teman pada temannya?" Wie Kie-hong terdiam tidak berkata apa-apa.
"Apakah menurutmu orang seperti ini masih pantas hidup didunia?" Emosi Wie Kie-hong sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata Hiong-ki.
Dia mulai mengkhawatirkan luka yang sedang dideritanya.
Karena itu dia segera menghentikan percakapan "Kalau ada waktu kita akan bicara lagi.
aku ingin mencuci lukaku...." "Wie heng, baik kau dan Tu Liong semua sudah mendapat luka serius.
Ini adalah persahabatan darah.
Harap selalu diingat" Setelah itu dia kembali merangkapkan tangan dan segera pergi.
Wie Kie-hong selalu merasa bahwa semua tindakan Hiongki selalu dilakukan dengan sangat mendadak.
Sangat mencurigakan.
Sepertinya dia sangat membenci Cu Siau-thian.
Mengapa" Wie Kie-hong merasa sangat tenang.
Sebelum masalah ini menjadi jelas, sebaiknya dia tidak ikut-ikutan.
0-0-0
"Ie-tiat-tong" adalah toko obat yang sangat terkenal di Pakhia.
Toko ini menjual perlengkapan obat-obatan.
Wie Kiehong pergi ke toko ini membeli obat sekaligus membalut luka.
Luka yang kecil seperti ini sepertinya bukan masalah besar.
Setelah itu dia kembali pulang kerumah dan mengganti baju.
Dia tidak mengatakan apa-apa, siapapun tidak ada yang tahu Rupanya Leng Souw-hiang juga selalu memperhatikan semua gerak-geriknya.
Tidak lama dia sampai dirumah, sudah ada orang yang datang memanggilnya untuk menghadap.
"Kie-hong! apakah kau sudah pergi lagi?" "Betul" "Untuk apa?" "Aku sudah pernah mengatakan sebelumnya, aku ingin mengetahui apa isi surat rahasia yang diberikan oleh Cu Taiya pada teman temannya.
Dan aku sudah berhasil" "Oh...?" Leng Souw-hiang tampak sangat kaget "Surat rahasia yang diberikan pada Tan Po-hai hanya berisi kata-kata 'orang yang bodoh akan selamat', namun surat yang diterima oleh Hui Taiya sangat berbeda" Selanjutnya, Wie Kie-hong menceritakan semua penemuannya yang mengejutkan.
Raut wajah Leng Souw-hiang terus berubah ubah.
Terakhir wajahnya menjadi sangat pucat.
"Cobalah ayah pikir, bukankah hal ini sangat menakutkan?" "Ya! sungguh menakutkan!" Leng Souw-hiang berkata sambil bergumam.
"Ayah adalah generasi tua, sebaiknya ayah membuat sebuah pendirian" "Kie-hong masalah ini harus dihadapi oleh kami generasi tua.
Aku tidak ingin generasi yang lebih bawah ikut terjerumus dalam masalah ini" "Tapi, aku tidak bisa berhenti sampai disini" "Mengapa?" "Karena urusan ini menyangkut masalah ayahku" "Memangnya kenapa dengan ayahmu?" "Ayahku belum mati, dia hanya sedang didesak oleh seseorang.
Orang yang sudah mendesaknya tidak lain adalah Cu Siau-thian" "Siapa yang sudah mengatakan hal ini?" "Thiat-yan" "Mengapa kau begitu percaya kata-kata musuhmu?" "Thiat-yan bukanlah seorang musuh!" "APA?" raut wajah Leng Souw-hiang tiba-tiba terlihat sangat dingin, "dia sudah membuatku menjadi cacat, kau masih tidak menganggapnya musuh?" "Dari berbagai sudut pandang, mungkin dia pantas disebut sebagai seorang pelaku kejahatan, tapi dia sama sekali bukan musuh.
Saat ini kita sudah tidak perlu menunjukkan sikap yang bermusuhan padanya" "Apakah karena dia sudah menceritakan kisah tadi, jadi kau mengubah pandanganmu terhadap dirinya?" "Kisah?" Wie Kie-hong balik memandang Leng Taiya.
Sepertinya dia tidak mengerti arti kata itu.
"Dia mengatakan kalau ayahmu belum mati, kalau ini bukan kisah isapan jempol, apa lagi namanya?" "Aku percaya bahwa apa yang dikatakan Thiat-yan bukanlah isapan jempol saja." "Dari mana kau tahu kalau kata-katanya bukan hanya bualan semata" Ayahmu sudah mati, ini sebuah kenyataan.
Tidak mungkin salah.