Tu Liong berdiri ditempatnya menimbang nimbang sebentar, akhirnya dia berjalan kedepan pintu dan mulai menggunakan pegangan pintu mengetuk.
Yang menjawab ketukan pintunya adalah pembantu perempuannya yang bertanya dengan suara yang mirip suara anak kecil: "Mencari siapa?" "Aku datang mencari nona Thiat-yan" "Apakah kau tidak salah rumah" Disini kediaman keluarga yang bermarga Boh" "Aku tidak perduli tuan kalian bermarga apa, bagaimanapun aku tahu nona Thiat-yan tinggal disini.
Maaf merepotkan, tolong kau laporkan kedatanganku padanya" Pembantu perempuan itu tampak berpikir, setelah itu ada seseorang lain yang muncul di ambang pintu.
Dia adalah Boh Tan-ping.
Tu Liong tampak sangat tenang, tapi dia tahu kalau Boh Tan-ping adalah seorang lawan yang sangat tangguh.
Boh Tan-ping berkata dengan dingin: "Rupanya kita bertemu lagi..." "Sayang sekali orang yang aku cari kali ini bukanlah dirimu" balas Tu Liong.
"Ini rumah kediamanku, kau mengeruk pintu kalau bukan mencariku, kau ingin mencari siapa?" "Aku mencari nona Thiat-yan" "Nona Thiat-yan?" Boh Tan-ping tampak sedikit terkejut.
"Nona Thiat-yan, anak satu-satunya Tiat Liong-san.
Saat ini dia orang yang sangat populer di kota Pakhia.
Apakah katakataku kurang jelas?" "Mohon maaf, kau sudah mengunjungi rumah yang salah...." Setelah berkata demikian, Boh Tan-ping segera bermaksud menutup pintu rumahnya.
Dengan sebelah tangannya Tu Liong segera menahan pintu, dan dengan tangan yang satunya dia bermaksud mendorong dada Boh Tan-ping.
Dia sepertinya sudah bermaksud nekat, menggunakan tenaga kasar untuk menyerangnya, tidak memberi kesempatan bagi lawan untuk bergerak.
Betul saja, dengan cepat tangan kanan Boh Tan-ping terangkat keatas, dan segera menangkap pergelangan tangan Tu Liong yang terjulur ke arahnya.
Tu Liong tidak tinggal diam.
Dia melecutkan tangan yang dipegang dengan cara yang sama ketika dia menangkap tangan Boh Tan-ping ketika di kedai teh.
Tapi sayang Boh Tan-ping lebih lihai.
Tu Liong tidak dapat membebaskan tangannya dengan mudah.
Terpaksa dia melangkah masuk kedalam agar bisa melawan Boh Tan-ping dengan lebih leluasa.
Di dalam ada beberapa orang pembantu yang hanya tertegun menonton pertarungan.
Salah seorang diantaranya ada yang berlari masuk ke dalam.
Tu Liong tidak sempat menghiraukan pem-bantu ini.
Tu Liong kembali mencoba menarik tangannya.
Boh Tanping sengaja melepaskan tangannya secara mendadak.
Tapi selain itu dia juga melontarkan tangan Tu Liong dengan kuat.
"HAH!" Tu Liong terlonjak kebelakang dan mundur beberapa langkah.
Boh Tan-ping segera melangkah kembali ke arahnya.
Tangan kanannya sudah terjulur kembali ke arahnya berusaha menggenggam baju Tu Liong.
Tu Liong menghindar dan menepis dengan tangan kirinya.
Tangan kiri Boh Tan-ping tidak tinggal diam.
Tangan ini pun segera terjulur berusaha mencengkram bahunya.
Tangan kanan Tu Liong bergerak tidak kalah cepat.
Dia berhasil menggenggam pergelangan tangan Boh Tan-ping.
Ini adalah kesempatan satu satunya untuk menyerang dengan sungguh-sungguh.
Dia menarik tangan kanannya dengan kuat.
Tubuh Boh Tan-ping segera tertarik mendekat Tu Liong.
Ketika sudah dekat, kaki Tu Liong segera terangkat untuk menendang Boh Tan-ping.
Boh Tan-ping tampak sangat tenang.
Tangan kirinya yang bebas segera menepis kakinya.
Berbarengan dengan itu, dia berkelit dan berputar ke arah kiri.
Tu Liong jadi menendang udara kosong.
'Gawat,' pikir Tu Liong.
Sekarang posisinya sedikit tidak menguntungkan.
Sekarang Boh Tan-ping balik menyerangnya.
Karena sedang berdiri menyamping, dia tidak dapat mengelak serangan dengan mudah.
Betul saja, tangan Boh Tan-ping sudah terjulur kembali ke arahnya.
Segera tangan kiri Tu Liong menyambut.
Akhirnya kedua orang ini saling bergenggaman tangan.
Boh Tan-ping segera mendorongnya keluar.
Tu Liong melompat menghindari palang pintu masuk yang ada di lantai.
Kali ini Boh Tan-ping masuk dalam perangkap.
Tampaknya Tu Liong sudah bersiap membalas perbuatannya ketika di kedai teh waktu itu.
Sekarang posisi mereka berada berseberangan.
Tu Liong diluar pintu masuk, Boh Tan-ping didalam.
Setelah Tu Liong meloncat keluar, dia segera melepaskan genggaman tangan kanannya.
Tangan ini menjulur ke sebelah kanan, segera dia menggenggam gelang baja yang digunakan untuk mengetuk.
Pada waktu ini dia segera menarik Boh Tan-ping keluar, dan berbarengan menarik gelang baja yang menempel di pintu.
Daun pintu yang tebal dan berat itu menabrak bahu kanan Boh Tan-ping dengan keras.
Kini bahunya jadi terjepit.
Asalkan Tu Liong menggunakan siasat apapun, tangan kanan Boh Tan-ping pasti akan cacat.
"Hentikan!" tiba-tiba dari dalam pintu ter-dengar suara seseorang menyahut.
Tu Liong segera melonggarkan pegangan tangannya pada gelang besi yang menempel di pintu.
Dihadapannya kini sudah berdiri seorang nona yang tegap dan perkasa.
Tidak usah dikatakan lagi, orang ini adalah orang yang sedang dicari oleh Tu Liong.
Boh Tan-ping benar-benar merasa marah, sepertinya mulutnya sudah siap menyemburkan api saja.
namun dihadapan Thiat-yan, dia hanya bisa menelan emosinya dan mundur.
"Datang ke rumah orang lain dan mencari perkara, bukankah ini sangat keterlaluan?" dengan satu langkah besar saja, Thiat-yan sudah berada dihadapan Tu Liong.
"Nona juga sudah datang ke rumah orang lain dan mencelakai mereka, apakah ini tidak keterlaluan?" "Baiklah, tadi aku sudah membaca pesanmu yang kau selipkan di pinggir bantalku.
Mata sudah dibalas mata.
sekarang untuk apa kau datang kemari?" Dalam hatinya, diam-diam Tu Liong merasa senang, sepertinya pembunuh beralis putih sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Selain itu dia juga merasa senang dirinya memiliki seseorang yang demikian mahir yang ada disisinya membantu dia.
Dia juga senang karena saat ini dia berdiri didepan Thiat-yan dan berhasil mengangkat sedikit harga dirinya.
"Nona, aku ada sedikit urusan yang harus dijelaskan padamu.
Huruf yang dituliskan diatas kertas saja tidak akan mampu menggambarkan apa yang ingin aku ceritakan.
Oleh karena itu aku harus datang kemari dan menjelaskan langsung padamu." "Urusan apa itu?" "Nona, kau punya kepintaran, orang lain juga masingmasing punya kepintaran.
Kalau kau berpikir ingin datang ke Pakhia dan langsung menjadi jagoan besar disini, kalau begitu kau sudah salah besar." "Kau jauh-jauh datang kemari, apa hanya demi mengatakan hal ini?" "Tentu saja masih ada satu urusan yang paling penting" "Katakanlah! Aku pasti akan mendengarkan penjelasanmu dengan baik..." "Nona sudah melukai empat orang, dendam yang besar sudah terbalaskan, kau tidak perlu lagi tinggal di dalam kota, kalau dalam waktu tiga hari ini kau tidak pergi, kau akan merusak hubungan baik dengan seseorang." "Merusak hubungan baik dengan siapa?" "Merusak hubungan baik diantara kau dan aku" "Aku tidak begitu mengenal dirimu.
Aku juga tidak punya hubungan yang baik, begitu pula hubungan yang buruk dengan dirimu." "Sebenarnya tidak begitu, budinya Cu Taiya padaku seperti sebuah gunung.
Kau.
diam-diam meninggalkan surat didalam kediamannya dan menakut-nakuti dirinya, aku sama sekali tidak bisa masa bodoh." "Oh!" Thiat-yan tertawa dingin dan berkata ...
"baik sekali, asal saja Cu Siau-thian menyerahkan barang yang sedang kucari selama ini, aku pasti akan segera pergi." "Barang apakah itu?" "Ketika ayahku dicelakai, dia membawa sebuah kopor kulit berwarna kuning.
Kopor itu tidak digunakan sebagai barang bukti, juga tidak diumum-kan pada keluarga yang ditinggalkan untuk diambil.
Jelas barang ini sudah diambil oleh orang lain." "Apakah barang yang diinginkan oleh nona adalah kopor kulit berwarna kuning?" "Betul" "Kopor kulit berwarna kuning, jumlahnya pasti sangat banyak sekali, apalagi yang ukurannya, warnanya, atau bentuknya sama pasti jumlahnya sangat banyak.
Walaupun nona mencari kopor ini sampai puluhan tahun, aku khawatir bukanlah sebuah hal yang mudah.
Paling baik nona bisa mengatakan padaku, apakah barang yang tersimpan dalam kopor tersebut.
Aku yakin sebenarnya barang yang diinginkan oleh nona adalah barang yang berada didalam kopor tersebut, apa benar?" Thiat-yan hanya bisa termenung saja.
Tu Liong terus menatap dirinya lekat-lekat.
Seolah-olah jawaban semua rahasia yang dicarinya selama ini tertulis dengan jelas pada wajah nona Thiat-yan.
Setelah beberapa lama, Thiat-yan mulai membuka mulut dan berkata: "Aku tidak ingin menutupinya, sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu barang apa yang sudah tersimpan didalam kopor kuning yang sedang ku cari itu" "Kalau begitu ini benar-benar aneh.
Kalau nona tidak tahu barang apa yang ada didalam kopor kulit yang berwarna kuning, untuk apa nona membuang buang waktu, tenaga dan pikiran untuk mencari kopor tersebut?" "Kau tidak bisa mengatakan demikian" "Oh?" "Tu Liong, aku tidak punya waktu untuk berdebat kusir dengan mu (berargumentasi tanpa hasil yang jelas).
Pada waktu ayahku sudah dicelakai, aku harus mencari tahu sampai jelas apa alasannya.
Kalau urusan balas dendam, ayahku tidak memiliki masalah apapun dengan mereka, aku sudah mencari tahu sampai bertahun tahun lamanya, ketika ayahku dihukum mati, kopor ini tidak terlihat lagi.
Aku menebak bahwa alasan ayahku mati pasti ada kaitannya dengan isi kopor tersebut." "Katakan saja kopor tersebut dipenuhi dengan uang.
Kalau begitu ayahmu sudah kehilangan nyawa-nya demi membela harta, betulkah demikian?" "Orang-orang yang mencelakai ayahku tidak perlu membunuh orang lain hanya demi sedikit uang.
Kalau memang kopor tersebut dipenuhi dengan uang, sepertinya uang yang muat kedalam kopor pun tidak begitu banyak." "Kalau begitu....?" "Kau tidak perlu bertanya lebih jauh tentang kopor tersebut" "Rasanya tidak tepat nona berkata seperti ini.